Margana

49.6K 3.3K 140
                                    


Sedari kemarin, Kencana hanya menatap kosong ke depan. Perempuan itu mengalami guncangan psikologi yang luar biasa. Pendarahan yang dialaminya kemarin membuatnya kehilangan anaknya, darah dagingnya bersama Damar. Kencana di nyatakan keguguran kemarin. Proses kuret yang menyakitkan terasa tak apa-apa dibanding rasa kehilangan yang amat dalam. Kencana merasa kehilangan warna hidupnya setelah di tinggal oleh dua orang yang ia tunggu-tunggu kedatangannya.

Hal itu membuat Kencana cukup terguncang hingga tak nafsu makan. Pikirannya sangat kacau ditambah lagi, jenazah Damar baru saja di makamkan pagi tadi. Kencana tak ingin bertemu dengan siapapun. Pikirannya masih seperti benang yang kusut. Ia berusaha menerima kenyataannya tapi semua itu terasa sangat sulit. Bahkan rasanya tak percaya melihat suaminya pulang hanya tinggal nama, Kencana yang ingin dilakukan adanya autopsi justru mendapat tentangan keluarga karena cukup sudah mereka tak ingin rasa sakit kian bertambah. Mereka berusaha mengikhlaskan Damar secepat mungkin dengan langsung memakamkannya saja.

"Makan ya nduk?" Kembali Kencana menggeleng, perutnya terasa mual, seakan menolak semua jenis makanan.

Kembali ibu menyerah. Putrinya berubah menjadi pendiam dan tak seceria dulu. Kencana yang mampu berpikir dewasa kini hilang digantikan Kencana yang diselimuti duka yang amat menyakitkan. Bagaimana bisa perempuan baya itu melihat sang putri kehilangan suami dan anak dalam waktu yang singkat. Baru saja putrinya merasakan kebahagiaan, namun nikmat tersebut kembali dicabut oleh Tuhan. Kadang terbesit pikiran tak adil jika kehidupan Kencana penuh dengan cobaan, namun ibu berusaha sabar jika memang saat ini putrinya itu sedang mendapat cobaan dari Tuhan.

"Sampai saat ini, Nana belum percaya bahwa Mas Damar bakal mengingkari janji bu. Nana harus kehilangan anak yang Nana nanti sekian lama. Rasanya begitu menyakitkan Bu hingga Nana ingin menyerah saja di titik ini. Apa belum cukup Nana merasakan pesakitan?"

Lantas ibu langsung memeluk sang putri sambil berderai air mata. Kencana tak menangis, perempuan itu hanya menangis ketika tau jika ia keguguran kemarin. Ia cukup terguncang hebat hingga beberapa kali mengalami drop dan harus istirahat total untuk menyembuhkan keadaannya.

Kemarin dokter menyatakan jika janin di dalam kandungan Kencana mengalami kelainan akibat stres yang dialami oleh Kencana. Janin tersebut akhirnya tak dapat bertahan dan berkembang dengan baik sehingga mengalami keguguran.

Kencana setengah tak percaya sebab selama ini ia tak mengeluhkan apa-apa, namun apa daya, takdir kembali bermain peran dengan dirinya. Ditambah lagi suaminya gugur di medan operasi.

Ibu melepaskan dekapan Kencana, "Nduk dengar, kamu nggak boleh bilang begitu. Kamu Kencana yang kuat, kamu perempuan hebat, kamu nggak boleh menyerah dan berhenti disini. Walaupun kamu kehilangan segalanya kami masih berada di sisimu nduk. Ada Bapak Ibu, abang-abangmu bahkan mertuamu. Mereka sangat menyayangi bagaimanapun keadaanmu."

"Tapi sampai sekarang, Kencana nggak percaya Mas Damar bakal gugur Bu. Kencana masih belum yakin jika jenazah itu adalah Mas Damar. Nana merasa Mas Damar masih hidup. Nana yakin itu."

Kemudian pintu terbuka dan Bapak datang dengan wajah yang bisa dibilang tak baik. Wajah senjanya begitu kentara. Bapak terlihat lelah sehabis mengurusi pemakaman sang menantu.
Tatapan  sendu dan kehampaan menjadi pandangan pertama Bapak ketika melihat sang putri. Rasanya ikut sakit melihat sang putri yang kehilangan hidupnya. Lantas bapak bergerak dan memeluk sang putri.

"Pak, Nana udah capek, Nana sakit Pak. Kenapa harus Nana? Kenapa Tuhan mengambil Mas Damar dan anak Nana? padahal Nana tidak pernah berbuat jahat sama orang lain, tetapi cobaan Tuhan bertubi-tubi menghantam Nana? Nana salah apa pak?" Racauan Kencana yang seakan menyalahkan takdir membuat bapak semakin mengeratkan pelukannya.

Cinta AbdinegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang