Gurat kekhawatiran masih amat terpatri jelas dari wajah seorang wanita cantik berseragam tentara Indonesia ini yang sedari tadi masih setia duduk di sisi brankar di sebelah kanan seorang pria yang terbaring belum sadarkan diri. Terus memperhatikan wajah damai pria gagah yang masih enggan membuka matanya ini sejak sejak 5 jam yang lalu. Bayangan Langit yang keluar dari bangunan Kuil dengan kondisi yang membuat Letnan Harpa hampir saja menjatuhkan tubuhnya. Lemas. Kalau ia tak segera di topang oleh rekannya sesama tim medis. Letnan Vani.Melihat Langit yang keluar dari dalam kuil manakama dengan Bersimpah Darah, di tambah lagi dengan tubuhnya yang sudah di gotong menggunakan tandu dengan kondisi yang sudah tak sadarkan diri. Membuat Letnan Harpa ingin berteriak marah.
Hingga ia harus memaksakan dirinya untuk mengambil alih pasien yang satu ini. Pasien yang bernama ... Langit Pramaharja. Dua puluh menit Setelah selesai mengobati Langit bahkan ia tak ingin beranjak sesentipun dari sisi Langit. Pandangannya kosong terus menatap pria yang sedang berbaring belum sadarkan diri di hadapannya ini.
Napasnya terlihat sangat teratur namun Langit belum enggan membuka matanya. Dan itulah yang membuat Letda Harpa semakin takut bahkan untuk sekedar berkedip saja Harpa takut jika begitu ia berkedip Langit akan kembali meninggalkannya.
Dan tanpa Harpa sadari Bumi telah berdiri di belakang Harpa. Pria itu melirik Langit sekilas lalu mengalihkan pandangannya ke arah Harpa. Lalu sejurus kemudian ia menepuk kecil bahu Harpa membuat wanita itu mengadahkan kepalanya seraya menoleh ke sisi kanannya.
Harpa baru dapat menunjukkan reaksinya ketika mendapati Bumi tengah menatapnya dengan ekspresi datar, "Mas Bum, Bang Langit." cicit Harpa.
Bumi menghela nafasnya sejenak lalu ia berlutut di hadapan Harpa menatap manik mata hitam pekat wanita itu. "He's fine, dia Pramaharja, Pramaharja tak pernah lemah," sahut Bumi. "Bagaimana kondisinya?"
Harpa menggeleng pelan, "Luka di pundaknya butuh 15jahitan, tapi sampai sekarang belum sadar juga mas." gumam Harpa.
Bumi sontak menoleh ke arah Langit dan mengamati pundak Langit. Ia mengangguk pelan ketika kembali menatap Letnan Harpa, "Mas ingin melihat kondisi para korban yang tadi di selamatkan Langit, setelah itu baru melanjutkan evakuasi para korban kembali." ujar Bumi lalu setelah itu ia berdiri dan berbalik ingin melangkah namun namun urung karena tangannya dengan cepat di cekal oleh Harpa.
"Tunggu Mas!" sergah Harpa. Bumi terdiam ia juga tak menoleh kepada Harpa seolah menunggu Harpa menyelesaikan kalimatnya. "Jangan masuk ke dalam sana lagi Mas, cukup Bang Langit saja yang terluka Harpa tak ingin menangani pasien selanjutnya adalah Mas Bumi, Harpa tak sanggup Mas. Ada Mba Mawar yang sangat membutuhkan Mas Bumi di rumah, Harpa tak bisa bayangkan perasaan Mba Mawar sampai Mas Bumi kenapa-kenapa. Please!" lirih Harpa di akhir kalimatnya.
Membuat Bumi yang mendengar itu tanpa sepengetahuan Harpa mengulas senyum samarnya. Pria itu dengan perlahan membalikkan badannya sejenak menatap Harpa yang masih memegangi lengannya.
"Lalu jika Mas Bumi yang terluka ada perasaan Mba Mawarmu yang kau jaga, Bagaimana untuk Langit yang sedang terbaring tak berdaya ini perasaan siapa yang kau jaga Kak Sekar atau perasaanmu sendiri yang saat ini ikut hancur, Letda Harpa?" kalimat yang keluar dari Bibir Bumi itu sukses membuat tubuh Harpa menegang di posisinya. Dan Bumi dapat menangkap ekspresi terkejut dari wanita ini.
Harpa Bungkam. Tenggorokannya seakan terasa tercekat. Namun sedetik setelahnya Bumi berlutut kembali di hadapan Harpa menatap lurus tepat pada kedua manik mata wanita berpangkat Letda itu.
Senyum Bumi tersungging tipis ketika Harpa dengan ragu membalas tatapan Bumi, "Kita di sini sedang bertugas, inilah resiko terberatnya terluka bahkan harus mengorbankan nyawa dan kamu...sebagai ketua Tim medis Chandra BhayaSingka harus siap siapapun pasien yang akan kamu tangani. Mengerti?" ucap Bumi dengan nada tegas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chandra BhayaSingka
ChickLit-Based On True story- Ayo berpetualangan bersama Lettu Langit. Dan Ayo belajar sabar, tabah, ikhlas dan kuat bersama calon ibu persit cantik. Sekar Rinka Tahir. Sebuah kisah klasik, nan sederhana. Rindu. Adalah perasaan menyiksa ketika jarak membent...