Senja di hari ini terasa amat berbeda bagi Sekar, walau Sekar cukup menelisik langit dari dalam mobil tidak perduli dengan jalan raya yang macet tak tertandingi dengan ibu kota. Sekar Rinka Tahir amat tak perduli dengan jalanan yang padat ini yang sudah membuang banyak waktunya dengan sia-sia, ia lebih sibuk menelisik langit dari kaca mobil di kursi penumpang daripada sibuk mengomel karena melihat kelakuan manusia-manusia yang sibuk berebut jalan di depan sana.
Namun, hingga menjelang suara gema adzan berkumandang dan awan biru sebagian sudah berwarna hitam rona jingga tak Sekar temukan pada Senja sore itu. Sekar tersenyum tipis sambil masih amat lekat menatap langit dari jendela mobil Arman, "Hari ini kau sudah hadir mendung. Besok ku-harap kau tak mengambil peran senjaku lagi, kau tahu aku memang menyukaimu tapi aku hanya menyukaimu tidak mencintaimu mendung," monolog Sekar dalam hati.
"Senjanya hari ini sedang merajuk ya Mba Mekar," ucap Septi tiba-tiba tepat ketika ia melirik Sekar dan mendapati Mba Mekarnya itu sedang menatap Langit.
Sekar spontan mengalihkan pandangannya, tersenyum manis ke arah Septi yang juga ikut tersenyum di kursi penumpang depan. Arman yang sedang fokus menyetir juga ikut tersenyum mendengar celetukan gadis super ajaib di sampingnya ini lalu melirik Sekar sekilas dari kaca spion dalam mobil.
"Tidak merajuk Septi dia hanya berganti peran dengan mendung-
"Untuk mengetahui siapa yang benar-benar merindukan dan menantikan hadirnya kembali." potong Septi cepat membuat Sekar yang mendengar itu tertawa merdu ke arah Septi yang saat itu tengah mengukir cengiran khasnya namun sedetik setelahnya gadis itu membeku untuk beberapa detik ketika Arman tak tahan lagi untuk mengacak gemas puncak kepalanya dengan satu tangannya sementara pandangannya tetap fokus ke jalanan dengan senyuman hangat di bibirnya.
Sekar yang melihat interaksi itu ikut mengulas senyum bahagia. Dua menit berlalu hanya ada keheningan di dalam mobil gadis hyperaktif itu mendadak terdiam kaku di kursinya. Sekar yang mengerti mencoba berdehem untuk memecah keheningan, "Man sudah Adzan kita cari masjid terdekat ya sholat maghrib dulu Man!" ujar Sekar dan langsung di angguki oleh Arman.
"Apa masih jauh lagi Man? sebenarnya kamu di beri tugas dari Mas Richo untuk membawa Mba ke mana?" tanya Sekar.
Arman yang mendengar pertanyaan yang Sekar lontarkan ntah sudah yang kesekian kalinya hanya tersenyum dengan pandangan yang masih terfokus menatap jalan raya. "Dari lokasi yang Mas Richo kirimkan kita sudah dekat Mba." Arman berkata tepat ketika mobil masuk ke pelantaran sebuah masjid bernuansa putih. "Kita sampai di masjid Mba." Pria itu lalu mengganti porseling mobilnya dan bergegas turun untuk membantu Sekar turun dari mobil."Cho bagaimana?" tanya Prastya, Richo mengangguk lalu menunjukkan satu titik biru yang terlihat bergerak di aplikasi pelacak di layar gawainya.
"Lima menit lagi dia sampai mas," sahut Richo. "Herzog dan Lottie Wulan masih sholat mas?" tepat ketika kalimat itu menguar di udara Zulfa dan Langit muncul dari belokan di gedung tua ini yang memang terlihat sudah terbengkalai bahkan untuk pencahayaan hanya ada dua bola lampu yang masih bisa menyala sisa nya mengandalkan cahaya rembulan yang masuk dari celah-celah lubang angin.
"Bagaimana Cho?" itu suara Langit yang sudah mendekat bersama Zulfa sehabis melaksanakan sholat maghrib di salah satu ruangan gedung ini yang memang sedikit lebih layak untuk digunakan ibadah sebab tak banyak sampah yang berserakan hanya debu tebal yang sedikit demi sedikit Zulfa bersihkan tadi jadilah mereka mengerjakan sholat secara bergantian karena harus terus memantau pergerakan seseorang lewat sistem pelacakan dari gawai Richo, mereka tak akan lengah untuk kedua kalinya. Tidak.
Seringai Richo tercetak puas ketika melihat titik berwarna biru yang tadi bergerak kini sudah berhenti dan berganti menjadi warna merah. Richo menoleh ke arah Prastya, Zulfa dan Langit secara bergantian, "Dia sampai." kata Richo lalu kembali menerbitkan smirk bengisnya. "Kalian siap?" tanya Richo penuh arti yang langsung mendapat anggukan dari Zulfa, Langit dan Prastya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chandra BhayaSingka
ChickLit-Based On True story- Ayo berpetualangan bersama Lettu Langit. Dan Ayo belajar sabar, tabah, ikhlas dan kuat bersama calon ibu persit cantik. Sekar Rinka Tahir. Sebuah kisah klasik, nan sederhana. Rindu. Adalah perasaan menyiksa ketika jarak membent...