CBS 22.

1.7K 114 2
                                    

Khatamandu Durbar,Nepal .

"Lapor Lettu, Letda ,kita sudah berhasil membuka akses jalan menuju ke dalam gedung ini," Langit dan Bumi yang sedang berdiri di dekat tenda endoskop (alat untuk melacak sinyal keberadaan korban ) dengan kompak mengali kan pandangan mereka dari alat tersebut untuk menatap sersan Yoga.

Langit mengangguk mantap, "Kalian bersiaga di sini untuk menyambut para korban, saya yang akan masuk ke dalam sana, hubungi juga tim medis agar beberapa darimereka ada yang bersiaga di sini."

"Saya juga akan ikut masuk ke dalam sana, membantu Lettu Langit." Langit, sersan Yoga, dan Peltu Ardi dengan cepat menoleh ke arah Bumi dengan ekspresi terkejut. Langit sudah ingin membuka suaranya kembali namun urung karena Bumi sudah terlebih dulu kembali bersuara. "Kita tidak memiliki banyak waktu untuk mendebat Lettu, ayo!" tandas Bumi.

Langit pada akhirnya mengangguk mantap dan segera mengambil langkah mengikuti Bumi menuju tenda perlengkapan penyelamatan meninggalkan dua anggotanya yang masih terdiam di posisi mereka masing-masing seraya menatap punggung Langit dan Bumi. Namun sejurus kemudian Langkah Bumi dan Langit terhenti ketika mendengar seruan ini.

"Lettu, Letda!" seru Peltu Ardi.

Langit dan Bumi menoleh ke belakang dengan jarak tiga langkah kaki saja keduanya masih dapat mendengar jelas kalimat selanjutnya yang di katakan oleh Peltu Ardi, "Di dalam sana kondisinya masih berbahaya, kemungkinan kapan saja bisa terjadi ledakan gas yang masih aktif, jadi berhati-hatilah." pesan Peltu Ardi.

Mendengar itu Langit dan Bumi mengangguk mantap lalu segera melanjutkan langkah mereka tadi menuju ke dalam reruntuhan bangunan gedung menara kharahara.

Indonesia, menjelang senja.

Pintu koneksi sebuah ruangan di Rinka Collection itu terbuka dan
menampilkan sosok wanita cantik nan ayu yang kini sudah berdiri di ambang pintu ruangannya. Senyumnya tercetak hangat ketika ia menolehkan pandangannya ke sisi kirinya lalu melangkah sebanyak dua langkah hingga ia tiba di meja sekretarisnya.

"Ais!" sapa Sekar lembut.

Aisyah yang memang sedang terfokus kepada layar laptopnya sehi ngga tidak menyadaari Sekar sudah berdiri di dekat mejanya. Gadis itu sontak mendongak dan langsung bangkit dari duduknya.

"Mba, ada yang bisa Aisyah bantu?" tanya Aisyah.

Sekar menggeleng seraya tersenyum, "Tidak Ais, kau terlihat sangat serius apa ada masalah Ais ?"

"Tidak Mba, Aisyah hanya sedang membalas E-mail dari Tuan Haidar yang ingin berkunjung ke sini, mengkonfirmasi jadwal Mba Inka." ucap Aisyah.

Sekar menganggukkan kepalanya sekilas lalu ia kembali berujar, "Yasudah kalau begitu, saya tinggal dulu ya Ais, siapapun yang mencari saya, katakan saya sedang tidak bisa di ganggu hingga nanti selesai waktu shalat maghrib." pesan Sekar.

Aisyah yang sudah sangat-sangat paham maksud ucapan bosnya itu dengan mantap mengangguk seraya mengulas senyum yang di balas hal yang sama oleh Sekar.

"Nka!" mendengar suara itu tak hanya si pemilik nama saja yang menoleh ke arah sumber suara namun Aisyah juga ikut mengalihkan pandangannya. Sekar mengernyitkan dahinya melihat Zulfa sudah berdiri di samping kanannya mengerti kebingungan Sekar, Zulfa kembali membuka suaranya, "Aku ingin ikut lihat Senja."

Sekar yang mendengar itu refleks melirik Aisyah yang juga sama terlihat terkejut. Diam-diam wanita itu mengulum senyum samar lalu sedetik setelahnya ia memicingkan matanya menelisik sesuatu di kedua bola mata Zulfa.

"Senja siapa yang ingin kau lihat?" goda Sekar seraya menahan bibirnya agar tak berkedut membentuk senyuman lebar.

Zulfa reflkes memajukan bibir bawahnya seraya cemberut, "Senja-nya Langit, Bukan senja-nya kau yang dingin seperti gurun es berbanding terbalik dengan namanya tapi di balik kebekuannya dia menyimpan kehangatan yang luar biasa. Aku kagum terhadapnya." tutur Zulfa menceritakan watak adik angkat Sekar yang bernama Kinara Senja Putri.

Chandra BhayaSingkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang