Bab 2 Sahabat Mata

108 8 4
                                    

Pagi yang telah menyambut seluruh isi kehidupan manusia kembali menyapa dengan lembut. Menggantikan malam yang singkat dengan aroma sejuk yang masih bisa terasa. Hari ini adalah hari yang membuat Ana merasa gelisah. Bukan soal dirinya yang harus menahan beban penderitaan kembali di dalam kelas. Tapi, ia merasa cemas karena kacamata yang ia pakai saat belajar, kini gagangnya patah akibat ulah Dini yang mematahkannya kemarin.

“Al ... aku mau lihat catatan bukumu, boleh tidak?” tanya Ana.

“Iya boleh Ana. Asal kamu ajarin aku balik ya. Soalnya aku tuh kurang ngerti sama penjelasan Pak Biolla,” jawab Alfin dengan tawa yang receh.

“Pasti Al ... pasti aku ajarin kamu.” Soalnya kacamata aku tuh rusak. Jadi ya nggak bisa lihat papan tulis deh,” Sambung Ana dengan suara pelan. Mengecilkan suara agar tidak ada yang mendengar dirinya berbicara dengan Alfin. Teman sebangku yang ia anggap sebagai malaikat kedua setelah Rezky.

Dengan Alfin duduk sebangku dengan Ana menandakan bahwa tidak ada yang berani untuk berteman dengan Ana. Karena apabila Dini mengetahui bahwa ada siswi yang duduk di samping Ana, jangan harap hidupnya tidak bakal jauh dari yang Ana  sedang rasakan.

Untung saja Alfin merupakan sosok yang baik. Walaupun ia juga merupakan anak pejabat, tetapi ia tak sombong. Berbeda dengan teman-temannya yang lain. Masih menganggap bahwa perbedaan kelas adalah segalanya dalam kehidupan. Ya, itulah hidup yang kadang membuat orang akan berpikir untuk mengakhiri hidupnya dengan jalan pendek. Ya, dengan cara bunuh diri. Karena mereka tidak memiliki mimpi dalam kehidupannya. Mereka hanya menganggap dirinya sebagai sampah di kalangan masyarakat. Bukan hanya sebagian orang. Bahkan hampir setiap kalangan yang merasa memiliki keterbatasan kadang mereka beranggapan “Buat apa ia hidup, toh dirinya tidak dibutuhkan oleh siapa-siapa”.

Dan sekarang Ana sadar bahwa Allah menciptakan dirinya buat bermanfaat bagi orang lain. Walaupun sekarang dirinya telah mengalami masa-masa sulit yang harus ditanggung dengan tetap terus bertahan hidup.

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS.Al-Tin [95]:4)

Allah tidak melihat fisik dan rupa kalian, melainkan Allah melihat hati dan amal perbuatan kalian.” (HR. Muslim)

Dalam hati Ana, ia berpikiran bahwa setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Allah menciptakan semua hamba-Nya dengan segala kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Dan Ana sadar bahwa dia membutuhkan Alfin sebagai malaikat buat matanya. Karena Alfin memiliki kelebihan yang diberikan oleh Allah. Dan Alfin menjaga anugrah itu. Berbeda dengan Ana yang tidak menjaga matanya.

“Na ... udah ngelamunnya.”

Alfin yang keheranan melihat Ana sering sekali melamun di dalam kelas. Tapi dalam pikiran Alfin, Ana sosok yang susah ditebak. Kadang ngelamun ... tapi bisa dengan mudah memahami setiap materi yang ada. Berbeda dengan dirinya, ia harus belajar dengan giat agar orang tuanya tidak memarahinya jikalau nilainya sampai turun. Itulah kisah Alfin yang berbeda dengan Ana.

“Heheheh ... iya Fin. Aku tidak ngelamun kok. Cuma bayangin aja kalau kita udah lulus. Heheh ...,” balas Ana dengan sedikit tersenyum.

Membuat Alfin merasakan ada desiran halus yang ia rasakan. Membuat mukanya sedang merah jika ia melihat di depan cermin.

“Kok mukamu merah si Fin .... ada yang aneh yah dari kata-kata aku. Aku minta maaf ya Fin. Aku tak bermaksud buat kamu sedih,” sambung Ana dengan tatap senduh.

“Na ... aku tidak sedih. Masa iya aku sedih hanya mendengar penuturan dari mulut kamu tentang masa yang akan datang. Aku tuh ... lagi berdebar-debar heheh."

Mimpi Sang WanitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang