Bab 33 Aku Sakit.

28 3 0
                                    

Assalamualaikum😊
Selamat siang sahabat jannah.😍😍

Ana balik lagi ya😉

Jangan rindu, nanti berat loh heheh😄😄😄

***

Kehangatan dua insan yang memadu kasih mungkin akan sangat bahagia tanpa ada hambatan yang menerjang. Tak ada pihak lain yang menjadi duri dalam kasih.

Suara ketukan membuat Alfin terlebih dahulu bangun tuk melihat keadaan di apartemennya. Ya, Ana masih terbaring di ranjang sehabis shalat shubuh. Karena Alfin melarang Ana beraktivitas dulu. Bukan tanpa apalasan Alfin bersifat posesif karena ia sadar Ana dalam keadaan tidak baik-baik saja.

"Ya, tunggu ...," suara sahutan dari dalam.

Alfin berjalan tuk membuka pintu apartemennya. Dan betapa kagetnya ia melihat kedua orang tuanya bersama Dini dengan membawa orang lain yang bisa tebak adalah pak penghulu. Jantungnya serasa berhenti berdetak. Mengubah seluruh hidupnya hanya dengan menatap orang yang sudah berdiri menatap tajam apa yang terjadi.

"Nak, begini cara kamu menghormati tamu yang datang?" Ucap ayah Alfin yang memulai pembicaraan.

Ibu Alfin yang merasa kasihan terhadap anak dan menantunya juga sedih melihat suaminya dengan tega ingin menikahkan anaknya kembali. Dia merasa Dini itu tak pantas bersanding dengan anaknya. Walaupun sang menantu belum bisa memberikan cucu sebagai penerus perusahaan. Sedangkan Dini yang melihat Alfin ingin mati dalam sekejap hanya bersorak gembira karena sebentar lagi permainan akan segera ia mulai.

"Silahkan masuk ayah," balasnya.

Keenpat orang tersebut langsung memasuki apartemen itu. Ibu yang melihat apartemen itu merasa kasihan sama anak semata wayangnya. "Ia yakin bahwa Ana memang pantas menjadi pendamping Alfin, karena jika dilihat dari kebiasaan Alfin ia susah hidup dalam ruangan yang sempit." Pikiran ibu Alfin.

"Nak, ayah tidak akan berlama lama menjelaskan ke kamu apa yang membuat ayah, ibu dan Dini datang langsung ke kamu. Ayah hanya mau kamu menjadi laki-laki yang bertanggung jawab atas apa yang kamu lakukan ke Dini." Ujarnya.

"Apa maksud ayah? Alfin tidak paham. Tapi, kalau ayah menyuruh Alfin tuk bertanggung jawab atas apa yang Alfin lakukan ... mungkin yang berhak menerima tanggung jawab Alfin adalah istri Alfin, yaitu Ana. Alfin sudah menelantarkan ia selama setahun lebih karena perempuan iblis di dekat Ayah." Tunjuk Alfi  membara.

"Nak, kamu juga harus bertanggung jawab ke Dini. Ia sudah mengandung anakmu. Dan kamu membela istrimu yang munafik itu ... kamu salah besar nak," ucap ayah Alfin yang membuat Alfin semakin terbakar api emosi.
"Ayah punya buktinya bahwa Ana bukan wanita baik-baik. Ia hanya mau memperalat kamu nak dan keluarga kita. Ayah sudah  tau kebusukan apa yang sudah dilakukan oleh wanita jalang itu nak," ucap ayah Alfin.

Sementara Dini yang mendengar calon mertuanya merasa senang. Ia telah berhasil menghasut ayah Alfin. Sebentar lagi akan melihat Ana semakin hancur karena Alfin akan pergi meninggalkan dia.

"Stop ... ayah menghina istri Alfin. Alfin tahu ana adalah wanita baik-baik yang tak akan mungkin mengkhianatiku dibelakang. Dan untuk kamu wanita iblis, stop peralat ayahku. Mana mungkin aku bisa memiliki anak dari kamu sedangkan aku tak pernah menyentuhmu." Ucapku membara.

"Hiksssss ... yah Alfin mungkin tak sudi mengakui bahwa ia pernah melakukan itu dengan aku sampai buah hati kami aku kandung," ucapnya penuh drama. Aku yang mendengar ucapannya semakin terbakar apa emosi.

Sementara dari keributan yang terjadi ternyata Ana sudah mendengar apa yang mertuanya katakan yang membuatnya semakin sakit hati dan mengetahui fakta bahwa suaminya sendiri telah mengkhianati dirinya yang sakit-sakitan.

"Ya Allah, apa aku sanggup melihat anak yang tak berdosa harus tidak mendapat kasih sayang ayahnya," gumamku dengan tangis yang tak bisa kutahan lagi. Hancur, ya perasaan ini hancur saat kutahu orang yang menjadi malaikatku bahkan suamiku sendiri menyakitiku dengan selingkuh di belakang.

"Stop iblis, aku muak mendengar kata-kata jahananmu itu," ucap Alfin.
"Al, mana mungkin aku berbohong. Aku punya bukti bahwa kita pernah menghabiskan waktu kita di kantor. Apa kamu lupa bahwa kamu yang memaksa aku melayanimu? Aku waktu itu terus berontak, tapi aku tidak berdaya melawan kekuatanmu yang kuat dibanding diriku." Ucapnya yang membuat diriku ingin meninjunya sekarang juga.

Cairan bening itu semakin deras, membasahi jilbab yang ia kenakan. Cukup sudah ia mendengar ucapan Dini seolah Alfin yang membutuhkan dirinya. Aku akan pergi meninggalkan Jepang. Andai Alfin berterus terang mungkin sakitnya tak akan sesakit ini. Tapi apa boleh buat. Nasi sudah menjadi bubur. Aku harus pergi secepat mungkin.

"Al minta ... Ayah dan ibu segera pergi meninggalkan Alfin. Dan kau iblis cepat pergi dari hadapnku sebelum aku semakin murka melihat wajahmu yang sok drama." Ujarku menunjuk pintu keluar.

Aku pergi berjalan kembali ke kamar. Mungkin sangat lama aku meninggalkan Ana. Wanita yang sangat aku cintai sampai kapanpun itu. Dan kembali hatiku diremuk tanpa ada daya aku mengobatinya. Ana pergi, ya ia telah pergi meninggalkan surat di ranjang. Yang aku tak sempat baca karena aku yakin ia telah mendengar apa yang terjadi. Aku menjambak rambut ini seolah menyesal membuka pintu itu.

"Ana ... Ana ... Ana, kemana dirimu? Jangan tinggalkan aku lagi. Aku tak akan sanggup kehilangan kamu kedua kalinya. Aku akan hancur tanpa dirimu di sisiku An." Ucapku melemah

Air matanya lolos tanpa ada hambatan yang menghadang. Ia begitu lemah tak berdaya seakan menjadi mayat hidup. Istrinya pergi dengan segala kediaman dan sakit ia bawa tuk dirinya.

Mimpi Sang WanitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang