Bab 27 Kerinduan

28 4 0
                                    


Hari-hari berlalu begitu saja. Bulan telah berganti. Kenangan tetap terus berputar pada porosnya karena Allah yang telah memberi kuasa pada muka bumi ini.

Bila rindu masih bertahta pada tempatnya. Adakah tempat yang paling indah untuk mengadu selain ke Rabbku?
Mungkin tidak, karena rindu ini tersalurkan pada tiap malam yang menggantikan siang.
Adakah nama yang indah tuk disanjung selain nama Rabbku?
Aku rasa itu tidak ada, sebab asma-Nya mampu menggetarkan rasa yang sangat dashyat.

Tentang kita, rindu ini, kisah kita hanya ke Rabbku aku mengadu.
Meminta dan meminta agar hati ini tetap ikhlas tuk dirimu.
Mendoakan dirimu agar bahagia walau bukan lagi diriku yang utama.

~ Ana Maulida~

Cairan bening itu mengalir begitu saja, saat mata itu tertuju pada poto wajah yang tertempel dalam buku album harian Ana. Album itu ia buat saat masih berada di Amerika ketika menuntut ilmu agar sedikit rindunya mampu terobati. Ia mengganti nomor handphonenya agar Alfin tak mampu menghubunginya. Ia hanya sering menelpon ibunya di kampung. Menanyakan kabar ibunya yang telah lama ia tinggal bersama bapaknya. Rasanya mimpinya selama ini hanya semu. Bahkan kebahagiaan hanya sementara hinggap dalam hidupnya. Bukan ia tak bersyukur atas segala takdir ini, tapi ia hanya masih kaget bahwa suaminya harus dipaksa menikah kembali oleh ayahnya tuk urusan bisnis. Astaghfirullah..., itulah kata yang terus ia lafadzkan agar sedikit membuat hatinya berdamai.

***
Pagi masih sangat cepat menjemput kehadiran seorang gadis yang mengenakan jilbab merah maron di tengah taman yang dipenuhi dengan bunga mawar. Aroma yang harum yang menyeruak ke indra penciuman Ana seakan terus menjadi candu baginya. Suasana taman yang  menjadi sahabat karibnya sejak ia tinggal di kontrakan rumah makan di dekat taman. Ana tinggal di sana bersama seorang chef perempuan beragama islam. Namun, sayang beribu sayang suaminya telah meninggal dunia akibat di tabrak lari. Bahkan ia hanya tinggal sendiri sambil terus meneruskan usaha milik suaminya. Dan kedatangan Ana di rumah makan itu mengingatkan beliau tentang masa mudahnya mirip seperti Ana.

Selama tinggal bersama beliau Ana mengajar di sekolah dasar. Ia mengajar di sekolah itu mengajarkan ilmu pengetahuan alam ke siswanya. Namun, ada yang berbeda ia selalu memberi penjelasan materinya dengan memberi pemahaman tentang kuasa Tuhan akan hidup ini. Anak-anak yang diajar oleh Ana sangat suka dan bahkan sayang sekali dengan Ana. Bahkan ada beberapa anak laki-laki kadang menjodohkan Ana dengan ayahnya.

Di belahan bumi lain seorang pemuda masih bergelut dengan tumpukan kertas di hadapannya. Hari ia lalui sangat berbeda dengan kekasihnya. Kekasihnya yang ia rindukan selama setahun lebih. Bahkan kabar kekasihnya ia selalu tahu tanpa ia pernah mengusiknya sedikitpun. Ia akhir bulan akan menatap mata teduh itu walaupun dari jarak yang jauh. Waktu membuatnya semakin berkarisma. Hingga seorang perusak Dini yang menjadi musuhnya sekarang menjadi teroris yang suka datang ke kantor tuk mengusiknya.

Sejak kabar Ana pergi dari hidup Alfin, Dini mendekati Alfin karena ia tahu bahwa dirinya akan dijodohkan dengan Alfin. Dulu semasa di SMA Dini tidak terlalu tertarik dengan Alfin. Ia hanya sibuk mengejar cinta Rizky yang berbanding terbalik mengejar cinta Ana.

"Al, temani aku shopping don, kan aku mau sekalian lihat baju buat pesta pernikahan kita," rengek Dini yang diacuhkan oleh Alfin.
"Apa? Apa aku tak salah dengar seorang Dini memintaku buat shopping. Hahahah ... kamu kegeeran banget kalau aku mau dengar kata-kata kamu," ucap Alfin seakan senyum dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Apa aku tak salah dengar? Dengar ya bapak Alfin terhormat mau kamu atau tidak menemani aku shopping pernikahan ini akan tetap terjadi. Dan aku bakal menyingkirkan Ana sikampung itu dari hidupmu. Ecamkan itu! Atau perlu kamu catat baik-baik di otak cerdas kamu itu!" Emosi Dini dengan menatap Alfin semakin tajam.
"Elo! Jangan bermimpi Din, aku tak bakal sudih menikah dengan wanita angkuh seperti dirimu. Ya, Ana memang wanita kampung tidak seperti dirimu anak orang kaya, tapi setidaknya ia masih memiliki hati tidak seperti dirimu, dan kamu dengar baik-baik kata-kataku Ana adalah istri pertamaku yang sah dan elo tak ada hak buat ngerendahin dia di depan aku." Tunjuk Alfin di muka Dini.

Sementara Dini yang mendengar Alfin berujar seperti itu membuat emosinya sudah mendidih sampai ke ubun-ubun, tangannya ia kepal dengan sangat kuat dan ia tiba-tiba melayangkan tamparan di wajah Alfin. Sayang, Alfin begitu sigap melihat reaksi Dini.

Dini yang malu melihat reaksi Dini hanya pergi berlalu saja. Alfin yang telah berbuat kasar seakan beristighfar beberapa kali sambil mengusap wajahnya.

***
Alfin tiba di apartemennya di Surabaya. Ia meninggalkan Amerika karena keputusan ayahnya yang sulit ditentang olehnya. Ia berbaring setelah mengerjakan shalat isya. Rasanya setiap hari selalu ada yang kurang dalam hidupnya. Ada malaikat kecilnya yang tak pernah ia tatap lagi. Jauh, jauh sekali matanya selalu menatap wajah teduh itu. Poto itu terpampan jelas di dinding kamar Alfin. Senyum ia lihat menjadi obat rindunya walau dirinya tak dapat memeluk cintanya yang jauh.

Ya Rabb,
Kapan Ana kembali ke sisi hamba?
Aku sangat ingin melihatnya tersenyum di dekatku.
Ya Rabb,
Jagalah ia di sana...
Aamiin

*

**

Mimpi Sang WanitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang