Bab 26 Aku Pergi

31 3 0
                                    

Waktu terus berjalan. Matahari baru saja ingin meninggalkan dua insan. Ada kesedihan pasti ada kebahagiaan. Jalani saja takdir hidup ini. Karena Allah akan memberikan yang terbaik untuk semua umatnya.

Hari berlalu begitu saja. Keadaan Ana Maulida kian hari semakin membaik. Suami yang begitu tegar mendampingi di kala sang istri membutuhkan dorongan. Namun, sayang Alfin telah menyembunyikan fakta baru dari diri Ana.

"Sayang, kamu makan lagi ya, biar kamu cepat keluar dari rumah sakit," lirih Alfin.

"Iya kak," angguk Ana.

Alfin dengan telaten menyuapi malaikatnya. Menatapnya penuh cinta. Dalam benaknya, apakah ia mampu membagi cintanya kepada orang lain. Ia tak pernah berpikir untuk menduakan istrinya. Tak pernah sekalipun.

"Kak, mengapa melamun," tanya Ana dengan menggenggam tangan Alfin.

"Na, apa aku bisa membagi kasih sayangku padamu dengan orang lain," sahut Alfin menahan isak tangisnya.

Bagi Alfin, Ana tak bisa digantikan. Ia adalah sosok yang akan terus menjadi pelangi dalam hidupnya.

Ana semakin mengeratkan genggaman itu. "Kak, aku ikhlas jika harus membagi kasih sayang kakak ke orang lain. Aku bahagia jika kakak bahagia. Kak, aku Ana Maulida akan merasa menjadi wanita yang berdosa jika melihat suaminya tak bahagia. Jika kakak ingin pergi dari sisiku aku akan melepas kakak. Jika kakak ingin berpoligami aku ridha. Selama kakak bisa bersikap adil, mengapa tidak?" Tunduk Ana dengan memeluk suaminya.

Isak haru keduanya tak dapat lagi dibendung. Apakah ada istri yang kuat jika harus membagi suaminya? Suami mana yang akan tega melihat cahaya itu redup dengan mendua? Semua kelamnya pikiran mereka tersalurkan dengan semakin eratnya pelukan itu dan semakin sesaknya napas keduanya.

***
Malam semakin larut, Alfin tidur di sisi ranjang Ana dengan tangannya yang menjadi bantalan. Ana tidak bisa memejankan matanya. Ia sibuk berpikir bagaimana caranya ia pergi meninggalkan suaminya agar Alfin mau menikah lagi. Terlintas dibenaknya ia akan pergi dari hidup suaminya.

Namun, ia tak menemukan kertas untuk menulis. Ia hanya melihat Hp Alfin di dekat Alfin.
Dan ia pun harus menulis surat itu agar Alfin tidak mencarinya.

Teruntuk: Suamiku yang semoga Allah mencintaimu. Aamiin.
Bismillah, aku menulis pesan ini untuk kakak hanya satu tujuanku agar kakak bahagia jika kelak bersamanya nanti. Aku Ana Maulida meminta agar kakak ikhlas menerima pernikahan ini. Tapi, izinkan aku pergi tuk sementara agar aku benar-benar ikhlas tuk melihatmu bersanding dengannya. Aku ridha jika kakak membagi cinta ini untuk dia.
Tertanda
Istrimu

Setelah ia menulis pesan di Hp Alfin, ia meninggalkan rumah sakit dengan mengenakan jilbab instanya. Semua ia lakukan agar suaminya tidak menjadi anak yang durhaka kepada orang tuanya. Ia terus ke asrama kampusnya untuk mengambil semua pakaiannya. Ia ingin pergi meninggalkan negara tempat ia menimba ilmu. Syukur ia telah wisuda sehingga ia bebas kembali ke tanah air.

Perjalanan pulang ke tanah air adalah jalan buntu. Ia tak mungkin kembali ke Sulawesi dan tempat yang terlintas adalah Jepang. Ia akan menuju Jepang tempat suaminya menimba ilmu. Ragu, tapi ia ingin selalu mengingat suaminya walaupun ia tak dapat disisinya kembali.

***
Alfin terbangun dari tidurnya karena waktu shubuh telah dekat. Dan betapa kagetnya ia saat Ana tak ada di kasurnya. Dan ia terus mencari cari keberadaan istrinya. Namun, nihil hingga ia melihat Hpnya sampai ia meneteskan air matanya seusai membaca pesan istrinya. Ia runtuh dalam sekejap. Dunianya berhenti, ia ditinggalkan oleh istrinya. Padahal jauh dalam lubuk hatinya ia tak akan menikah. Ini semua salah ayahnya yang bersikap kejam.

"Na, mengapa kau pergi?"

Hanya kata itu yang terus menghantui pikirannya.

Sementara di belahan negara lain, Ana tak berhenti memikirkan suaminya. Apakah ia bisa hidup tanpa Alfin? Kata kata itu terus menjadi nyanyian indah dalam hatinya.

***
Tulisan kali ini sangat gaje sahabat Jannah. Ana mohon kritik dan saran ya😄😍😍😍

Mimpi Sang WanitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang