Malam yang menusuk tulang terasa sangat menyiksa. Ana yang merasakan tubuhnya sudah sangat dingin mulai membuka matanya. Betapa kagetnya ia kini sudah ada di atas ranjang dan di berikan tatapan senduh oleh Alfin.
Tiba-tiba Alfin merengkuh diriku dan meraih pucuk kepalaku. Aku yang dihadiahi perlakuan seperti itu merasa aneh dan bertanya-tanya. Apa yang terjadi selama aku tidur di dekat Dini dalam mobilnya. Semoga saja tidak ada yang terjadi pada diriku Ya Allah.
“Kak, Kakak kenapa? Jangan buat aku bingun! Aku ada salah ya?” tanyaku hingga kak Alfin mengusap wajahnya sendiri.
Sedetik kemudian, tangan Kak Alfin menangkup wajahku.
“Sayang, maafkan aku yang meninggalkanmu sampai kamu harus di antar pulang sama Dini. Jujur aku cemas sekali melihat siapa yang mengantarkanmu ke rumah. Aku tidak mau terjadi apa-apa sama kamu. Kalau bisa memilih aku akan meninggalkan jam kuliah aku buat antar kamu pulang.”
“Iya Kak, tidak apa-apa. Kakak lihat sendirikan, aku baik-baik saja dari ujung kepala sampai ujung kaki,” ujarku menenangkan Kak Alfin.
“Iya Na, tapi aku khwatir sama kamu, mungkin saja kan Dini ngapa-ngapain kamu sampai kamu tidak sadar.”
“Kak, jangan bilang gitu, kita tidak boleh memiliki pemikiran yang buruk terhadap seseorang. Ya, walaupun seseorang itu pernah berbuat jahat dan hendak mencelakai kita. Tapi setidaknya kita masih memiliki pemikiran yang baik untuk orang itu, karena jika kita memiliki pikiran negatif dengan seseorang maka kita tak ada bedanya dengan orang itu.
Alfin yang mendengar penuturan dari Ana merasa bangga sudah menjadikan Ana sebagai istri. Istri yang mampu membimbingnya jika sedang salah arah. Merasa beruntungnya ia menikahi gadis pujaan hatinya. “Tapi, mengapa Rezky tidak mengatakan perasaannya ke Ana?” pikir Alfin.
Biarlah, jika memang Rezky belum mengatakan hal itu. Karena bisa saja Ana akan terbebani. Aku yang tahu bahwa Ana pernah menyimpan hati untuk Rezky tidak akan bertanya lagi. Yang penting sekarang hati Ana hanya untuk diriku. Itu sudah cukup membuatku bahagia, walau masa depanku bersama Ana masih panjang. Tidak ada yang tahu ke depannya bagaimana.
“Kak, jawab aku! Jangan diam saja, aku tidak mau kakak kepikiran soal Dini, dan menambah salah paham ini.”
Alfin yang mendengar Ana berkata itu, membuat dirinya merasa rendah sekarang. Betapa malunya ia menyimpan dendam sampai sekarang, sedangkan Ana dengan lapang hatinya memaafkan Dini yang jelas-jelas sudah melupakan perilaku Dini yang jika dinggap sangat tidak wajar sekali.😄😄😄😄😄😄
Partnya dikit ya😄
Ana minta maaf ya😭
Jangan lupa vote dan follow akun Ana😍😍
KAMU SEDANG MEMBACA
Mimpi Sang Wanita
SpiritualBismillah Assalamualaikum Salam mimpi dari wanita penuh perjuangan Sahabat jannah, kisah ini bercerita tentang mimpi sang wanita. Mimpi ini berawal dari bully teman-temannya yang suka akan sosok ketua kelasnya. Namun, ada gadis pendiam namun cerdas...