BAB 4 Status Rasa

75 8 3
                                    

“Jika rindu masih saja terbayang, terbanglah bersama jiwaku.
Tak apa jika memang sesak yang hadir.
Hingga derai rindu ini masih bisa tertuang.”
-Salfiana Ilyas-

Setelah satu bulan mengikuti aktivitas kuliah, membuat Ana lupa akan janji yang dibuat Alfin dalam pesannya. Rasanya tidak pantas saja jika berkhayal terlalu tinggi. Ana takut jatuh ke dalam lubang yang sama. Walaupun tidak  ada pihak yang kembali mengganggunya seperti Dini, tapi ia takut akan rasa yang salah yang ia rasakan.

Kini ia tengah duduk bersandar di bawah pohon. Rasanya penat yang melanda membuat dirinya ingin tertidur. Karena ia baru saja mengikuti ujian tengah semester di ruangannya. Rasanya semua yang ada dalam otaknya kembali terkuras tak ada yang tersisa. Bagaimana tidak, ia harus membagi waktunya dengan menjadi anak  akedimisi dan aktivis. Tapi, ia telah membuktikan bahwa menjadi anak aktivis tidak membuat IPK-Nya menjadi rendah. Karena ia mampu mendapat indeks prestasi pada semester awal dengan 4,00. Bukan maksud Ana berbangga diri dan lupa haluan, tapi untuk meyakinkan kedua orang tuanya, bahwa organisasi yang ia geluti bukan hanya organisasi biasa. Dengan organisasi yang ia ikuti sekarang membuat dirinya semakin dekat dengan Sang Pencipta. Dalam hatinya, ia mampu menjadi pribadi yang berbeda. Rasanya ia kembali terlahir dengan kehidupan baru. Seseorang  yang pendiam, menjadi seseorang yang sangat bebas untuk bercerita. Namun, untuk urusan laki-laki rasanya masih sangat sama. Namun, ada peningkatan baik karena dirinya sudah mampu berdebat di muka umum. Tak adalagi rasa canggung yang ia rasakan.

“Ana, ayo masuk”

“Iya Del ...”

“Elo kenapa murung gitu?”

“Elo nggak tidur lagi”

“Bagaimana mau tidur?, kamu aja bangunin aku ...”

“Ya iyalah, aku bangunin kamu soalnya Pak Mahmud udah ada di dalam ruangan bego”

“Yayayaya ... udah ceramahnya”

Setelah Ana masuk dalam ruangan dengan memberi salam kepada Pak Mahmud membuat Ana senyum cengengesan sendiri. Bagaimana tidak, ia telah dikenal oleh dosennya. Walaupun dosennya galak-galak, tapi Ana tidak sulit mendapat hati beberapa dosen. Maklum saja Ana termasuk mahasiswa cerdas di kampusnya.

***

“Kamu kenapa sih, Na?” tanya Ayu heran.

Ana menatap Ayu.

“Udah sebulan lebih aku tidak mendapat kabar dari Alfin Yu. Apakah ia hanya main-main dengan perasaannya saja?”

“Entahlah Na, mungkin dia mau menjauh  untuk sementara.”

“Biarlah kalau begitu.”

Dalam hati Ana, ia merasa sepi. Bukan merasa kehilangan. Tapi, ia memikirikan statusnya dengan Alfin. Bagaimana tidak, banyak laki-laki dari ruangan lain yang telah mengkhitbahnya. Namun, Ana masih saja beralasan belum siap. Entah mengapa hatinya masih mengharapkan laki-laki yang segera datang melamarnya adalah Alfin. Sosok yang ia rindukan sebulan lebih ini. Namun, ia takut bercerita dengan ibunya di rumah. Ia takut dimarahi karena berhubungan dengan seorang laki-laki tanpa status yang jelas. Bagaimana tidak, jika Ana ketahuan berpacaran, bisa-bisa ia akan diberhentikan untuk kuliah. Maka dari itu, semua yang ia rasakan harus ia tutup rapa-rapat. Tak mengapa ia menahan rindunya sendri. Ia juga kuat menahan sesak yang terus melanda.

Mimpi Sang WanitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang