Bab 28 Harapan Bertemu Istri (Alfin)

33 2 1
                                    

Mimpi Sang Wanita


Seindah alam menyapa
Membangkitkan kisah ilahi
Asma yang terindah terucapkan
Begitu indah alunan tasbihmu
~Ana Maulida~

Surabaya masih menyimpan kenangan indah. Bersemi dan semakin mekar atas rasa yang terus berkembang. Enggan pergi membawa sejuta pesona wanita yang terlalu perih bila air mata itu kembali membasahi wajah teduhnya.

Sisa tangisan yang mengampiri sisi rapuh Alfin membuat raganya kurang berstamina untuk ke kantor. Rasa kantuk yang menyerang begitu hebat hingga ia tak bisa melanjutkan aktivitasnya. Setelah tidur sejenak ia bangun mencari makanan. Nihil ia hanya menemukan sisa nasi semalam di dalam kulkas.

Terlintas sekelebat bayangan diri Ana dalam sisi rapuh Alfin. Membayangkan istrinya yang sudah membuatkan makanan favorit Alfin. "Apa aku buat nasi goreng pedas saja?" batin Alfin.

Bahan-bahan ia siapkan terlebih dahulu. Sampai ia memasak dengan terus tersenyum memandangi nasi goreng yang hampir matang. "Yes, nasi goreng ala chef Alfin sudah siap dihidangkan buat nyonya Ana," sorak Alfin dengan tatapan tajam ke arah meja.

Namun, sayang semua hanya ilusi semu Alfin. Lalu ia makan sambil membaca berita yang ia dapat dari asistennya. Lima belas menit kemudian Alfin sudah siap buat berangkat ke kantor walaupun sudah sangat telat. Ia tak takut jika dipecat oleh bosnya walau ayah kandungnya sendiri. Malahan ia bahagia jika dipecat agar ia bisa cepat menyusul bidadari hatinya. Ana Maulida seseorang yang tetap bertahta kuat dalam kerajaan cintanya.

***
"Hai Al, lo ngapain telat ke kantor? Calon istri lo nyariin tauh. Gue capek lihat dia bulak balik kayak setrikaan jadul wkwkw," canda Anton.

"Kalau dia datang jangan di respon. Bilang saja calon suaminya sudah mati." Cetus Alfin. Tapi kata Dini, "Ia bakal nungguin loh buat jadi suaminya, gimana?" Tunjuk Anton ke wajah Alfin.

"Kalau gue nggak mau? Mau apa dia?" Umpat Alfin yang masih dengan tatapan wajarnya.

"Ya ela Al, semenjak gue jadi asisten loh baru kali ini gue dengar umpatan elo. Gue sadar pasti ada yang elo sembunyiin dari gue kan, ayo ngaku Al sama gue," ujar Anton.

"Iya nanti elo juga bakal tau kenapa gue nggak mau sama Dini nenek sihir itu," balas Alfin.

Alfin berjalan memasuki ruangannya, duduk di kursi kebesarannya. Menyandarkan tubuhnya agar terasa kuat tuk hari ini.

Seketika itu datang wanita dengan paras yang sangat seksi. Memamerkan lekuk tubuhnya dibalut baju yang sangat kekurangan kain yang dipandang dengan tatapan tajam dan benci oleh Alfin. Langkah wanita itu semakin dekat ke arah Alfin.

"Al, gue mau beri tahu kamu sayang, undangan pernikahan kita sudah jadi. Ini aku bawakan buat kamu. Kamu bisa bagi ke semua staf kantor papi ya," rayu Dini sambil mengedipkan mata centilnya.

"Gue nggak butuh itu. Siapa yang mau nikah, hah? Gue rasa gue sudah menikah. Tapi, kalau elo rasanya belum," tegas Alfin.

"Dan elo catat baik-baik gue tidak akan pernah nikah sama elo, ecamkan itu Din," tolak Alfin.

Alfin meninggalkan ruangannya dengan Dini tetap tak ada pergerakan dalam tempatnya.
Alfin menuju masjid dekat kantornya tuk menunaikan shalat dhuhur dan menenangkan jiwanya hari ini penuh emosi.

Setelah selesai, ia masih tinggal di dalam mesjid. Mengingatkan kenangan bersama Ana. Dulu ia pernah ke danau yang memiliki masjid hingga ia memadu kasih dan harus melepaskan setitik kebahagiann buat istrinya.
Kepulangan Alfin ke kantor membuat ia kembali malas.

***
Nada dering Hp bergema di ķamar Alfin, menandakan ada seseorang yang mengusik malamnya. Alfin memandangi kamarnya sendii. Ruangan yang bercat putih itu masih tertata rapi. Harum ruangan pun masih sama. Seperti bau kasurnya. Ia bahkan tak akan mengganti wanginya sebab ini adalah bau kekasih yang terus mengusik alam mimpinya. Mimpinya bersama sang wanita polos, penuh kasih dan penyayang. Tapi, semua redup bagaikan malam tanpa bintang yang bersinar dalam gejolak rindu yang mambuncah.

"An, kapan kamu kembali? Membelai rambutku atau sekedar mengusap rambutku. Menemani tidur malamku hingga sepertiga malam kita terbangun dan memadu kisah cinta kita bersama sang Maha Rabbi?" lirih Alfin.

Malam yang semakin larut membuat rasa ngantuk menyerangnya. Namun, ia terlebih dahulu mengambil wudhu seperti yang diajarkan Ana ke dirinya sebelum tidur.

Bara' bin Azib RA menyampaikan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Apabila engkau hendak mendatangi pembaringan (tidur), maka hendaklah berwudhu terlebih dahulu sebagaimana wudhumu untuk melakukan shalat." [HR. Bukhari dan Muslim].

Selesai wudhu ia membaca doa dan membaringkan tubuhnya agar segera terlelap dan berharap ia bisa bertemu kekasih halalnya di dalam mimpi.

***

Mimpi Sang WanitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang