Bismillah, happy reading😍
Ada yang Kangen Ana dan Alfin??
Kalau kangen like, vote and koment😄****
Setelah kejadian siang tadi yang membuat hatiku berdesir hebat, memaksa ragaku terasa memberontak, tapi hatiku berkata akan cinta yang besar akan Alfin. Hatiku terus berkata bahwa Alfin adalah pemiliknya hingga maut memisahkan kita.
Aku yang masih duduk di pangkuan Alfin hanya menatap bintang di langit. Malam ini menjadi saksi bahwa aku dan Alfin kembali saling memahami, saling sabar hingga masalah harus diselesaikan dengan kepala dingin. Alfin hanya mengelus pucuk kepalaku karena tertutupi jilbab. Ya, aku masih saja memakai jilbab, walau hanya berdua dengan Alfin di dekatku. Aku tak mau ada seseorang yang tiba-tiba saja bertamu. Dan melihatku dalam keadaan yang membuat aku berdosa.
“Kak, bagaimana pendapat Kakak jika aku lulus ke Eropa dan Kakak tidak lulus? Apa aku harus membatalkan beasiswa ini?” tanyaku pada Alfin.
“Kamu bicara apa sih? Jangan bercanda ya sayang, aku tidak akan menghalangi mimpi kamu, jika kamu bisa lulus ... Alhamdulillah sekali. Aku pasti bangga memiliki istri yang cerdas daripada aku,” ucap Alfin yang meliuk-liukkan jemarinya di perutku.
“Aku tidak mau meninggalkan kakak, aku khwatir sama kakak,” ucapku kepadanya.
“Sayang, nggak perlu ada yang dicemaskan. Aku selalu mendukung apa yang terbaik untuk dirimu, sekalipun kau harus pergi. Tidak apa-apa.”
Alfin yang kini menatapku seolah memberi tatapan membunuh. Tapi membuatku merasa seolah diriku sangat berharga untuk dirinya.
“Na, pengumuman masih ada sebulan lebih. Lebih baik kamu berpikir untuk mengajar dulu daripada kepikiran yang akan membuat kamu stress,” ucapnya kembali dengan masih tetap memangku aku.
“Iya kak, aku akan mulai mengajar anak-anak yang kurang dan minim akan ilmu pengetahuan,” sahutku dengan mata yang terbalik ke arahnya. Entah darimana dorongan keberanian yang membuat aku menatap kak Alfin lebih dekat, sedangkan dulu-dulunya menatapnya saja aku serasa mau mati saja.
***
Setiap sepulang kuliah sekarang aku sudah mengajar anak-anak untuk membaca dan mengaji di teras rumah. Kegiatan ini membuat aku menjadi sangat menyayangi anak-anak. Terutama anak-anak yang tidak mampu bersekolah di tingkat dasar. Aku sebagai mahasiswa sangat miris melihat anak-anak yang masih banyak tidak mampu merasakan betapa indahnya belajar di sekolah formal. Namun, aku akan memberikan terbaik tentang ilmu selama aku masih mampu memberikan secercah cahaya melalui taman baca yang kubuat bersama Kak Alfin di depan rumah.
“Sayang, ayo ajak anak-anak buat makan bersama kita di dalam. Tadi aku beli makanan untuk kita dan anak-anak,” seru Kak Alfin yang baru pulang dari kampus dengan menenteng bungkusan makanan.
Sekarang Kak Alfin sudah bekerja sebagai kariawan di kantor cabang dari milik orang tuanya. Padahal ia bisa saja menjadi pemimpin baru di kantor cabang tersebut, tapi Kak Alfin menolak mentah-mentah. Ia tidak mau mendapat pekerjaan yang belum ia bisa jalankan sendiri. Baginya bekerja sesuai kemampuan dirinya adalah hal yang terbaik untuk dirinya. Aku yang istrinya hanya menyemangati apa yang terbaik untuk keluarga kecik aku dan Kak Alfin.
“Iya Kak,” seruku membalas perintah Kak Alfin untuk mengajak anak-anak agar bergabung untuk makan siang bersama. Ya, walaupun sekarang sudah lewat dari jam makan siang, tapi bagi aku tidak ada kata terlambat untuk tetap menikmati suasana yang membuat keharmonisan berumah tangga menjadi baik dan utuh.
Sekarang Kak Alfin sudah memimpin doa untuk makan siang kali ini. Anak-anak yang menatap Kak Alfin juga turut berdoa. Dan kami semua makan dengan hikmat.
Setelah kami makan, aku dan Kak Alfin lanjut mengajar anak-anak ini. Bagi kami anak-anak ini adalah anak kami yang akan mendapat kasih sayang dari kami. Sekarang aku sedang menatap kak Alfin yang sedang sibuk mengajar bahasa inggris untuk anak-anak yang berbeda dengan anak-anak yang lain. Ia adalah sosok anak yang ditinggalkan oleh ibunya. Di mana bapaknya telah dulu berpulang dibandingkan ibunya, namun beberapa minggu kemarin ibunya juga telah menyusul bapak dari anak kecil ini.
Aku yang melihat anak ini bertekad akan membantu ia untuk masuk ke sekolah dasar. Bakatnya membuat aku kagum. Ia sangat menyukai bahasa inggris dan kak Alfin adalah guru yang cocok untuk menjagar anak ini. Karena dibanding aku, kak Alfin sangat fasih dalam berbahasa inggris.“Kak, apa kita angkat saja Putri menjadi anak angkat kita. Ia juga belum punya rumah dan sanak keluarga,” pintaku setelah kami berdua mengajar anak-anak ini semua.
“Aku sih mau sayang, tapi ekonomi kita juga belum mencukupi jika harus mengangkat anak.”
Benar kata kak Alfin, mengangkat anak tak semudah yang dibayangkan. Kita harus merawat anak tersebut hingga menjadi sukses dan bertanggung jawab atas dirinya masing-masing. Aku masih perlu banyak bersabar, karena sejujurnya dalam hatiku sekarang, aku mendambakan kehadiran seorang anak di tengah-tengah diriku dan Kak Alfin.
Tapi, dengan kondisi keuangan kami sekarang membuatku sadar kembali, bahwa pernikahan bukan hanya sekedar persoalan cinta dan anak. Tapi, bagaimana kita bersikap sabar dan saling memahami dalam setiap situasi. Sama halnya Kak Alfin yang selalu memahmi diriku yang kadang selalu membuatnya selalu mengalah. Padahal wajib hukumnya aku melayani Kak Alfin jika ia meminta haknya. Tapi, kadang aku malu sendiri, entah aku takut kehilangan dirinya atau sebaliknya. Rasanya aku akan semakin benar-benar mencintainya sekarang. Kesabaran yang kak Alfin lakukan telah meneguhkan hatiku untuk memberikan apa yang ia inginkan selama aku mampu tuk memberikannya. Jika ia meminta nyawaku sekarang, aku ikhlas untuk memberikannya. Hingga aku akan merasa bahwa aku sudah melakukan hal yang terbaik untuknya.
“Na, kamu jangan melamun sayang. Nanti kesambet angin cinta bisa bahaya loh, hehehe.”
“Kak Alfin bisa saja nih, mana mungkin aku kesambet angin cinta di siang sore gini, ada- ada aja kak Alfin ini,” sindirku pada Kak Alfin.
“Wah, udah berani anak kecil ini. Minta dikasih hadiah ya sama abangmu ini,” rayu Kak Alfin pada Ana.Tanpa menunggu angin mengibaskan jilbab Ana, sekarang jilbab itu seudah terangkat dari kepala Ana. Tangan Alfin yang sudah tak tahan untuk menyentuh rambut hitam pekat Ana sudah menari-nari mengurai rambut itu. Menandakan kepimilikan atas apa yang ada dalam diri Ana.
“Kak, aku malu nih, kakak main nyosor aja. Nanti ada yang lihat gimana?” dalihku untuk mengurunkan niat Kak Alfin yang memuncak dalam.
“Tidak ada yang lihat sayang, sekarang kita sudah ada di kamar. Anak-anak juga sudah pulang, jadi sekarang kita main aja ya. Nggak ada penolakan ya, titik.”
Alfin membuat keputusan sepihak pada diri Ana. Ia yakin bahwa Ana tidak akan menolak, Ana sudah memahami kewajibannya untuk terus patuh dan melayani setiap permintaan Alfin. Tapi, yang buat Alfin resah ... Ana masih sering malu untuk diajak bermesraan. Padahal Ana pasti tahu jika semua yang dilakukan dengan suami akan bernilai ibadah bagi keduanya.
“Iya kak, emang kakak mau main apa,” gagap Ana bertanya pada suaminya.
“Main layang-layang sama kamu, mau nggak?” tanya Alfin.“Apa kak? Apa kakak tidak salah bicara? Mana bisa kita main layang-layang di kamar sekecil ini?” kilah Ana di depan Alfin yang sudah menumpukan kepalanya di tangannya.
“Ana sayangku, cintaku, Kakakmu ini mau tidur bareng sama kamu aja, soal layang-layang tidak mungkin kita main di sini. Kalau di lapangan pasti bisa main layang-layang, tapi ini kan kamar sayang,” ujar Kak Alfin sambil mencubit hidungku.
Aduh kak, kakak bercandanya kelewatan sama aku. Mana hidung aku dicubitin sampai merah gini. Tanggung jawab loh kak,” ujarku sambil menarik selimut.
Iya sayang, sini dekat sama Kakak,” balas Alfin.
Tiba-tiba Kak Alfin menarikku dalam dekapannya. Sekarang aku mampu mendengar detuk jantung kak Alfin yang tak karuan. Rasanya nyaman, walau aku harus malu menahan ini semua. Aku hanya menatap dada bidang kak Alfin yang tertutup kaos putih yang mampu menggambarkan betapa ajaibnya tubuh Kak Alfin jika terpampang nyata.
“Ya Allah, betapa kuasa-Mu membuat hatiku damai walau hanya dalam pelukan suami saja. Belum nikmat-Mu yang lain. Subhanallah...” gumamku.***
Baper Ana bang😄😍
Kak Alfin kok manis banget😍
KAMU SEDANG MEMBACA
Mimpi Sang Wanita
EspiritualBismillah Assalamualaikum Salam mimpi dari wanita penuh perjuangan Sahabat jannah, kisah ini bercerita tentang mimpi sang wanita. Mimpi ini berawal dari bully teman-temannya yang suka akan sosok ketua kelasnya. Namun, ada gadis pendiam namun cerdas...