Bab 13 Kehadiran Dini

45 4 0
                                    

Kebencian mungkin akan bersarang jika kita tidak ikhlas.


Setelah sarapan mereka berdua menuju ke kampus dengan mengendarai motor. Di dalam perjalanan udara dingin masih mengisap lekat tubuh keduanya. Namun tidak seberapa karena Alfin sudah memberikan Ana jaket untuk dipakai. Tak butuh waktu lama keduanya sudah sampai ke kampus. Tempat kedua untuk mereka selain di rumah untuk menyatu. Namun di kampus tempat mereka menuntut ilmu. Bukan untuk bermesraan seperti di rumah.

Disisi lain Alfin hanya santai jika menyangkut urusan kampus. Sebab, ini adalah kampus milik keluarganya. Tapi, ia belum memberitahu Ana. Biarlah Ana tidak tahu. Toh Ana juga tidak kepo amat dengan fakta ini mengenai dirinya. Ana sudah berjalan meninggalkan Alfin menuju ke ruangan kelasnya. Sama dengan Alfin, ia berjalan menuju fakultasnya.

Ana yang sudah tiba tepat di depan ruangannya sudah masuk. Hari ini masih sama, semua teman seruangannya masih sama. Hanya ada Tina yang duluan datang. Dan Tina masih saja sibuk menangis di atas meja dengan menyandarkan kepalanya menutupi wajahnya. Ana yang tidak habis pikir, ada apa dengan Tina? Sudah dari hari pertama ia pindah ke kampus ini, mengapa Tina masih seperti itu? Ana yang seolah tingkat penasarannya masih saja ingin tahu. Tapi ia tak ingin bertanya. Biarlah Tina sendiri yang bercerita. Ia tidak tahu apakah masalah ini masalah besar atau ringan yang menimpa Tina ... teman yang pertama menyambutnya di ruangan ini.

“Tin ... kamu sudah makan belum?” tanyaku pada Tina yang masih menenggelamkan wajahnya.

Tina yang tiba-tiba mendengar nada suaraku membuatnya terbangun dari tingkahnya. “Ia Ana, aku belum makan. Kamu bawa apa?” sahut Tina dengan mencari cari apa yang aku bawa.

“Iya ini aku bawa nasi goreng dari rumah. Tadi suami aku yang masak, enak loh tapi kepedisan. Heheh,” kata Ana berusaha mengusir kesedihan Tina dengan tertawa seperti anak kecil.

Tina yang melihat Ana tertawa sontak membuatnya senyum. Ia bangga mempunyai teman seperti Ana. Ya, walaupun baru kenal sehari saja. Tapi, ia nyaman akan keberadaan Ana disampingnya.

Tiba-tiba tanpa ada petir, tidak ada angin ada suara teriak-teriak dari arah luar. Dari nada suaranya sih seperti suara Dini. Tapi Ana merasa mungkin suara orang lain. Toh selama ini yang ia tahu Dini kuliah di Jerman. Tidak mungkin ia bisa kuliah disini.

Nada suara itu semakin jelas dan dekat dengan arah tempat duduk Ana sekarang. “Tapi siapakah pemilik suara itu?” pikir Ana dengan semua rambut-rambut di area lehernya sekarang sudah menegang.

“Hey kamu yang disana?” tunjuk wanita itu di depan wajah Ana.

Ana yang melihat wajah wanita itu hanya bisa menganga saja. Apakah ini mimpi buruk yang baru setelah mimpi indah tadi pagi bersama suaminya. “Ya Allah cobaan apa lagi ini? Ucap Ana dengan muka yang sudah menunduk.

Dari wanita yang memanggil Ana barusan sudah mengeluarkan raut wajah kemarahan yang besar. Itulah yang jelas tertampang dari wajahnya. Sementara Ana hanya merapalkan doa-doa. Karena ana tak sanggp melihat wajah Dini. Ini pasti akan membuatnya mengingat masa lalunya.

“Hey kamu, jangan nunduk mulu. Kalau ada yang ngomong itu dilihat wajahnya. Dasar anak kampung.” Bentak Dini di depan Tina.

Tina yang hanya menganga saja melihat perilaku Dini ke Ana bertanya-tanya dalam hati, “Apa Ana kenal Dini? Apa Ana ada masalah dengan Dini. Ya Allah semoga Ana betul tidak ada masalah dengan Dini. Cukup ia yang jadi korban dari kesarakahan Dini.

Dini merupakan mahasiswi yang terkenal dengan sifat sombongnya. Sifat dalam dirinya tidak sesuai dengan kecantikan wajahnya. Jika orang yang pertama kali melihatnya pasti akan mengira bahwa Dini adalah bidadari. Namun, semua pikiran itu akan sirna akan kejahatan yang ia lakukan. Bagaimana tidak, orang tuanya memiliki pengaruh besar di Surabaya. Namun,  berbeda dengan kedua orang tuanya yang sangat terkenal baik dikalangan masyarakat di Surabaya.

Mimpi Sang WanitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang