Bab 14 Kembalinya Rezky di Hadapan Ana

34 3 0
                                    

Dua tahun berlalu dengan segala kenangan. Cinta juga seperti itu. Hati yang telah lama terpaut akan satu nama, dan nama itu sudah menjadi bagian dalam diriku. Muhammad Alfin ... ia adalah sosok iman yang ada dalam hatiku sekarang.

Sejak masa itu, aku hilang kontak dengan Rezky. Ya, ia pernah hadir dalam hidupku tapi tidak dalam hatiku. Entah apa yang harus aku katakan saat ini, rasanya ini masih mimpi dalam tidurku, belum saatnya aku bangun dari mimpi ini.

“Assalamualaikum”

Rezky yang memulai membuka awal cerita ini. Rasanya apa yang terjadi masih belum nyata. Kenapa dari semua universitas harus ketemu disini sih. Alfin yang melihat Rezky duduk di dekat Ana sudah merasa muak. Bagaimana tidak begitu, tatapan mata Rezky seolah ia ingin mengutarakan sesuatu yang sangat penting ke Ana.

“Waaalaikum salam ...” balas Ana dengan menunduk.

Ana yang sangat malu pasti akan menunduk. Bukan ia tidak mau menatap wajah Rezky, hanya saja ia sekarang sudah menjadi istri dari Alfin. Ia tidak mau jika terjadi fitnah buat dirinya.

“Apa kabar Ana?” tanya Rezky dengan menatap wajah Ana dengan lekat-lekat.

“Alhamdulillah baik Ky, kamu apa kabar?” tanya Ana dengan terus melahap batagornya.
Tina yang hanya memperhatikan tingkah pria dihadapan ini hanya tersenyum sekilas jika Rezky menatapnya juga. Tina yang tahu gerak-gerik Rezky sudah hapal sekali. Banyak pria yang hanya modus untuk mendapatkan wanita yang muslimah seperti Ana.

“Alhamdulillah baik Na, kok kamu bisa ada disini sih?” tanya Rezky seolah masih bingun akan keberadaan Ana di depannya sekarang. Apalagi ia tahu pasti Ana kuliah disini. Sama dengan dirinya dengan Dini.

“Iya Ky, aku ada disini karena ikut suami. Jadi harus pindah kuliah juga.”

Ana sudah bercerita panjang lebar dengan statusnya sekarang, namun ada sisi lain dari diri Rezky yang membuatnya sangat kaget. Baru ia akan berjuang, tenyata takdir berkata lain. Mungkin ia kalah cepat dengan seseorang yang telah mengikat hati Ana.

“Oh ... begitu ya, tapi suami kamu siapa sih kalau boleh tahu?” tanya Rezky dengan penasaran yang sudah mengganggu jalan pikirannya.

“Ah iya hampir lupa aku kenalin sama kamu. Tapi kamu pasti akan kaget banget kalau tahu siapa suami aku hehehe,” jawab Ana dengan menahan tawanya. Soalnya dari tadi ia hanya ingin tertawa untuk meredam amarah yang ia rasakan dari Dini.

“Siapa sih Na, yang bisa buat hati kamu luluh?” tanya Rezky dengan penuh tanda tanya.

“Mau tahu aja atau mau tahu banget Ky?” balas Ana dengan tertawa dengan menutup mulutnya.

Tina yang melihat aksi Ana baru tahu bahwa Ana bisa tertawa lepas juga dengan sedikit candaan dari dirinya sendiri. “Benar-benar wanita yang kuat. Baru saja terkena masalah besar dari Dini, masih sempat aja tertawa terbahak-bahak” gumam Tina dengan mengusap wajahnya yang udah merah juga akibat ulah Ana, teman sekaligus sahabat barunya.

Sementara Rezky yang hanya diberikan respon dari Ana juga merasa heran. Ana yang ditanya sekali saja dulu langsung menjawab. Eh ... malah sekarang malah nanya balik ke dia. Benar-benar perubahan drastis dari diri Ana. Benar kata pepatah, bahwa terkadang seseorang akan berubah jika ia pernah terluka baik itu secara fisik maupun mental.

“Ky, suami aku itu teman sekalas kita semasa SMA. Coba tebak siapa Ky?” tanya Ana dengan dijatuhi sorotan mata Rezky yang teduh.

“Aku tidak tahu Na, mana bisa aku menebak. Aku bukan peramal seperti Si Dilan itu, hehe ...” balas Rezky dengan tawa ceriahnya, seolah menutupi kesedihan dalam dirinya.

Cinta yang ia simpan untuk Ana hanya kisah usang yang harus ia kubur selama-lamanya. Ia tidak mau menjadi pria yang merusak rumah tangga seseorang. Walaupun ia tahu bahwa cinta yang ia rasakan dari semasa SMA masih tetap Ana yang bertahta dalam hatinya. Bukan dari raut wajah Ana yang manis, ataupun itu. Hanya saja setiap kata-kata yang keluar dari bibir mungilnya mampu memberikan kesan tersendiri untuk dirinya.

“Ya Allah mengapa harus aku patah hati sebelum berjuang? Siapakah gerangan yang telah mengetuk pintu hati Ana? Semoga yang menikahi Ana adalah seseorang yang mampu membahagiakan Ana kelak. Tapi, jika aku mengetahui bahwa Ana dalam keadaan menderita aku sebagai sahabat tidak akan sungkan untuk merebut Ana dari suaminya,” doa Rezky setelah Ana menyuruh dirinya untuk menebak siapa suaminya.

“Ky, suami aku itu adalah Alfin, teman kita semasa SMA dulu,” jawab Ana dengan tenang.

Sementara Rezky yang mendengar ucapan Ana hanya bisa diam membisu. “Mengapa harus dia sih, mengapa bukan orang lain saja. Andai orang lain saja, pasti aku akan terima dengan ikhlas,” kata yang tiba muncul dalam benak Rezky.

Sedangkan seseorang yang sudah jenuh melihat aksi temannya semasa SMA itu sudah pergi meninggalkan istrinya dengan teman semasa sekolahnya. Alfin yang melihat Ana membulatkan tekad bahwa Ana hanya mencintai dirinya seorang. Ana tidak mungkin mengkhianati dirinya. Ia yakin itu, sehingga ia hanya melihat peristiwa itu dari balik pintu.

Ketika cinta sudah mendekat, apa kita harus pergi?
Ketika lara sudah datang, apa kita harus merasa?
Tidak, sebab cinta tak merasa pergi dan merasa
Sakit yang kau rasa hanya ego sementara
Ikhlaskan jika memang ini namanya cinta
Tak perlu merebut paksa
Karena cinta yang indah adalah cinta yang tak melukai

By: Salfiana Ilyas

***

Mimpi Sang WanitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang