“Cinta di balik diam akan berdamai dengan sendirinya. Menyayat puing hati yang telah rapuh. Hanya senja yang akan abadi, hingga seruan melululantakkan dunia yang fana. Hanya Allah tempat berdamai paling abadi. Bukan syair, prosa ataupun puisi yang kurangkai. Tapi hanya untuk kalam Allah. Sang Nur (cahaya) ... menerangi di sela malam, saat kesendirian telah mendekat ...”
-Salfiana Ilyas-
Saat semalam telah menyatukan dua hati yang telah terpaut dalam kata rindu yang menyiksa batin. Menyisahkan kisah usang antara mereka, dan dengan untaian doa yang terpatri tanpa ada jeda dalam mewujudkan mimpi-mimpi indah yang datang. Kini takdir menyisahkan keduanya dalam hangatnya cinta yang mulai mendekat. Menarik dan melesapkan kisah-kisah dua insan yang saling meminta dan mendoakan dalam setiap sujudnya.Pagi ini Alfin dan Ana sedang duduk di depan rumah. Menatap pemandangan kendaran yang lalu lalang. Menyatukan dua jari yang saling dieratkan satu sama lain. Saling memandang dengan senyum yang menghiasi. Betapa indah kehidupan jika bersama sang kekasih. Mimpi yang telah lama terpaut jarak dan waktu.
“Na, aku mau ucapkan terima kasih.”
“Iya Kak ...”
“Na, kok kamu mau terima lamaran aku?”
“Kok nanya gitu sih Kak.” Tanya Ana dengan pandangan ke arah wajah Alfin.
“Salah yah?” balas Alfin.
“Hmmm ... tidak Kak, cuma aku malu jelasinnya bagaimana.”
“Kok malu sih, kan aku suami kamu Na.”
“Intinya malu Kak.”
Dengan wajah yang sudah memerah akibat pertanyaan Alfin yang membuat Ana merasa malu dengan pertanyaan Alfin yang aneh dirasanya, Ana meninggalkan Alfin yang duduk di depan rumah. Toh, dia kan tidak perlu menjawab pertanyaan Alfin. Rasanya aneh saja, tiba-tiba Alfin bertanya seperti itu.
***
Siang ini, Alfin mengajak Ana untuk berjala-jalan. Rasanya, Alfin mau melihat Ana jika diberikan hadiah. Apakah Ana akan tetap memilih yang murah atau yang mahal. Itulah yang ada di benak Alfin. Ia hanya ingin tahu kepribadian Ana, “Apakah masih sama saat SMA dulu.”
Saat ini, Alfin sudah memanaskan mesin motornya. Motor yang akan dikendarai adalah motor dari Bapak Ana, mertua Alfin. Ya, karena saat ini, motor Alfin masih ada di Surabaya. Tidak mungkin kan, kalau cuma mau jalan aja harus balik lagi ke Surabaya. Tiba-tiba nanti Ana sangat khawatir, bisa gawat kalau begitu ceritanya. Bisa gagal kencan, hehhe. Batin Alfin.
“Na, ayo naik.” Perintah Alfin.
Ana langsung naik ke atas motor. Dalam perjalanan mereka saling membisu. Tidak ada yang memulai untuk membuka suara. Tak ada yang berniat untuk memulai. Mereka sibuk dengan suasana jalan yang penuh dengan kendaraan lain. Debu yang berterbangan menandakan masih banyak kuasa Allah yang ada di dunia ini. Bukan hanya manusia yang diciptkan untuk berpijak di dunia ini. Tapi makhluk lain yang hanya dianggap sebagai pengganggu juga patut hidup layak, seperti manusia.
“Na, kok kamu diam aja.”
Alfin membuka suara, berusaha mencairkan suasana tegang ini.
“Tidak tahu harus bahas apa, Kak.”
“Hmmm ... bahas cinta sama aku aja. Hehhe ...”
“Kakak jangan bercanda, ini lagi di jalan atuh, nanti kita jatuh bagaimana?”
“Tenang aja Ana sayang, Mas Alfin mu ini bakalan jagain kamu kok.”
Itulah kata Alfin, membuat Ana bersemu merah. Bagaimana tidak, Alfin melihat dari balik kaca spion motor. Ingin rasanya Alfin mencium pipi Ana sekarang juga. Namun ia tahan, ini jalan raya. Banyak orang yang akan melihat kemesraan mereka. Toh, ia juga tidak perlu risau, Ana istrinya, dan ia adalah suami. Maka sah-sah saja jika ia melalukan itu. Tapi, pasti Ana bakal malu sekali jika bermesraan di depan umum. Di rumah dan di dalam kamar saja ngajak Ana buat bermesraan, Ana udah panas dingin. Hehehe. Batin Alfin.
Siang ini, setelah mereka berkeliling kota, tibalah mereka di dekat Danau. Pemandangan yang sangat indah buat pengantin baru seperti mereka. Air yang mengalir sangat tenang. Dedaunan yang melambai menyejukkan jiwa-jiwa cinta yang bermekaran di hati keduanya.
“Na, duduk sini, di samping aku,” perintah Alfin.
“Iya.”
Tiba-tiba Alfin merangkul Ana dengan tangannya, ia rentangkan ke pundak Ana. Menyalurkan rasa nyaman buat Ana. Ini baru permulaan sayang. Kamu akan bahagia bersamaku. Tidak ada penyesalan telah menerimaku dalam hatimu. Doa Alfin dalam hatinya.
“Hidup kita diubah oleh dua hal, lewat orang yang kita cintai dan buku yang kita baca.”
Benar saja, Alfin percaya apa yang ia baca dalam sebuah buku. Bahwa hidupnya mampu berubah dalam sekejap dengan cinta Ana yang hadir dalam bingkai hidupnya.
Seperti dalam firman Allah SWT, bahwa “Orang-orang yang beriman itu adalah orang-orang yang apabila disebutkan nama Allah maka bergetarlah hati mereka. Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah keimanan mereka. Dan mereka hanya bertawakal kepada Rabb mereka.” (QS. Al-Anfal: 2).
Sama dengan Alfin rasakan, saat seseorang menyebut nama Ana di dekatnya, hatinya terasa bergetar. Entah bagaimana ia ungkapkan isi hatinya. Hanya nama Ana saja yang ia dengar sama seperti Kalam Allah yang mampu menggetarkan jiwa dan hatinya. Sungguh besar nikmat Tuhan-Nya.***
KAMU SEDANG MEMBACA
Mimpi Sang Wanita
SpiritualBismillah Assalamualaikum Salam mimpi dari wanita penuh perjuangan Sahabat jannah, kisah ini bercerita tentang mimpi sang wanita. Mimpi ini berawal dari bully teman-temannya yang suka akan sosok ketua kelasnya. Namun, ada gadis pendiam namun cerdas...