Bab 17 Mimpi Bersama

38 4 0
                                    

Bismillah, Happy Reading😍

Jangan lupa vote, koment dan follow ya. Insya Allah membawa berkah dan bahagia bagi Ana yang penulisnya heheh😄😄😄
Salam Sayang dari Ana imut

😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍

Malam yang telah meninggalkan aku kembali dengan membawa seuntai janji di sepertiga malam menjadi saksi akan mimpi bersama yang aku bangun setelah Alfin mengucap kata sakral. Membuat janjinya kepada Allah yang telah menempatkan hatinya untukku kelak.

Saat ini aku dan Alfin sedang membaca kalam Allah. Aku teringat bahwa Al-Qur’an bukan makhluk seperti manusia, hewan dan tumbuhan. Bukan pula tumpukan kertas yang tak bermakna, tetapi Al-Qur’an adalah Kalamullah, ia adalah perkataan Allah. Seperti pada firman-Nya.

Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an ataukah hati mereka yang terkunci.” (Muhammad: 24).

Ana merasa dirinya sangat gelisah, entah kenapa saat mendengar kalam Allah, apakah hatinya akan tergetar saat mendengar lantunan ayat-ayat suci? Semua hanya hatinya yang tahu, yang jelas saat bersama Alfin membaca lantunan kalam Ilahi mampu membuatnya tenang.

Ana bersama Alfin sudah membuat mimpi bersama sejak ia menyatu dalam mahligai suci akan membuat pondok kecil untuk mengaji sambil menjadi ladang usaha kecil untuk dirinya.

Setelah bersatu dengan kalam Ilahi, kini Alfin sudah berbaring di pangkuan Ana. Rasanya ini adalah tempat terdamai menurutnya. Memegang tangan Ana secara erat, mengalirkan ketenangan pada Ana membuatnya memejamkan matanya sambil berzikir.

Sementara Ana hanya mengelus pipi Alfin yang membuat dirinya masih saja menganggap ini hanya mimpi. Dan jika semua ini adalah mimpi tolong jangan bangunkan dirinya, pintanya.

“Na, kamu mau punya anak berapa?” tanya Alfin dengan masih menutup matanya, ia tahu bahwa muka Ana pasti bersemu merah jika ditanya hal seperti itu.

“Kakak, maunya berapa?” ujar Ana sambil memainkan alis Alfin yang sangat lebat.

“Na, aku nanya sama kamu, karena aku pasti maunya banyak, tapi kan dirimu yang akan tersiksa. Belum kamu harus mengandung selama sembilan bulan. Kalau aku sih cuma buat aja tugasnya hehehe,” ujar Alfin sambil tertawa riah melihat mata Ana sudah berkedip seperti menahan amarah.

Ana yang diberi pertanyaan begitu ternyata bisa marah juga. Aku yang pertama kali melihat reaksinya kaget juga. Ana kan manusia biasa, bisa marah juga hehehe. Biarlah Ana marah, daripada tidak dapat jatah, pikirku sebelum Ana menyadari hasrat yang aku tahan dari tadi malam. Sebab, semalam aku melihat Ana lelah sekali, jadi gagal don buat penerus Ana dan Alfin.

Ana yang melihat gelagat anehku hanya tersenyum tipis. Entahlah, apa yang dipikirkannya sekarang. Yang penting aku bisa merasakan belaian Ana yang pemalu. Ya, Ana sangat pemalu dalam segala hal.

“Apakah Ana akan memuaskan hasrat yang ada dalam diriku?” pikirku yang masih dalam pangkuan Ana.

Tak lama aku berkata seperti itu, Ana langsung berdiri dan meninggalkan aku sendiri. Aku tidak tahu kemana Ana akan pergi? Dan kagetnya aku saat Ana dari kamar mandi dan mukanya sangat menawan, terlihat dari cucuran air yang masih bercucuran dari alisnya, menambah aura cantiknya yang mampu mengalihkan duniaku sejenak. Ahhh, aku serasa sekarang telah jadi penyair hebat, melukiskan gambaran kecantikan istriku sendiri.

“Kak, ayo mandi! Sudah mau pagi, masa tiduran mulu di ranjang,” pinta Ana saat mendekat ke arah Alfin.

“An, aku mau mandi kalau kamu yang mandiin aku ya,” rengek Alfin seperti minta dibelikan mainan kayak anak kecil yang merengek ke ibunya.

Ana yang mendengar permintaan Alfin hanya menghela napasnya seperkian detik. Jika ia menolak, maka ia akan menjadi istri durhaka saat suaminya meminta untuk dilayani. “Biarlah, sekali-kali tidak apa-apa kan,” batin Ana.

“Ayo Kak, sini Ana mandiin,” balas Ana.

“Yes,” jawab Alfin yang juga segera bangun dari ranjang, dan mengikuti Ana ke kamar mandi. Benar-benar kesempatan yang tak boleh disia-siakan ini. Bisa gagal kalau aku tidak service Ana dengan baik, pikirku dengan segala imajinasiku.

“Na, tolong sabungnya dong sayang,” pintaku sama Ana.

Ana yang terlihat sangat telaten memandikanku juga sangat malu, bahkan ia tak pernah mengangkat kepalanya untuk menatap wajahku. Padahal wajahku sangat menggoda. Apa Ana tidak mau menikmati tubuhku? Padahal ia sudah berhak, bahkan sangat berhak. Aku yang menatap Ana begitu juga jenuh melihat tingkahnya, dan tibalah pikiran jailku untuk menyiram tubuh Ana hingga terbasah. Ya, sekarang Ana terbasah karena ulahku. Heheheh, aku senang banget walau harus melihat ekspresi aneh Ana. Dan tanpa sadar Ana membuka baju yang ia pakai di hadapanku. Apa ia lupa kalau aku masih ada di sini? Entahlah, tapi aku tidak mau mubazir rezeki don, hehehe. Sekarang pikiranku sudah benar-benar kehilangan arah akibat melihat tubuh Ana yang hampir seluruhnya sudah membuat bagian bawahku menegang. Aku tidak tahu kenapa? Tapi, rasanya aku mau memangsa Ana sekarang juga. “Stop Alfin, jangan memuaskan nafsu birahimu, saat Ana sedang lelah.” Itulah kata yang mampu membuatku mengalah sejenak.

Dan setelah Ana sadar bahwa aku masih ada di dekatnya kini memalingkan wajahnya dari tatapanku. Hanya punggung bersihnya yang masih jelas terpampang di depan mataku. Aku yang menyadari kemaluan Ana langsung mendekapnya dari belakang. Memberikan aliran positif agar ia tenang. Dan aku mulai menggosok punggung Ana tanpa ada komando dari Ana sendiri.  Dan setelah aku menggosok punggung putih itu, aku segera memasangkan baju mandi ke tubuhnya. Dan setelah aku memasangkan baju mandi, barulah Ana melihat kembali bola mataku. Dan kudekap kembali tubuhnya yang sudah terbalut baju mandi.

“Na, kamu jangan malu terus don kalau aku mau kasih kamu pelayanan full,” kataku sambil menyisir rambut basahnya dengan posisi aku di belakangnya.

“Kak, aku tidak malu, sebab jantungku kalau dekat kak Alfin itu pasti tidak akan membuat jantung aku sehat, malah rasanya semakin aku mau mendekat ke Kakak, malah aku semakin mau pergi,” balas Ana yang sudah aku dekap dalam sekejap.

“Biarlah kisah mimpi indah ini menjadi asaku dalam setiap detik. Jika memang mimpi akan berhenti, aku ikhlas. Sebab, Allah akan memberikan yang terbaik untuk setiap umatnya.”

Mimpi Sang WanitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang