33. Puncak

31.2K 3.3K 814
                                    


.
.
.
.
.

Mas Jaehyun sudah berangkat kerja dari dua jam yang lalu. Tinggalah aku, Jena dan Jichan di rumah. Bi Lila? Dia sedang mengambil cuti. Katanya anaknya terkena demam berdarah di kampung. Jadi mau tidak mau dia harus pulang ke kampung halamannya.

"Jena makin gemuk aja siii," Aku gemas dan menciumi Jena yang berada di gendonganku.

"Minum susunya pinter ya? Makanya cepet gemuk," Aku mengajak Jena berbicara meskipun respon anak itu hanya sebatas senyuman.

Ting Tong!

"Tuh ada yang datang. Yuk kita buka pintu," Aku membawa Jena ke depan dan membukakan pintu untuk tamu yang baru saja memencet bel rumahku, "Nyari siap--Eh Yuta?"

Yuta tersenyum dan melambaikan tangan kanannya kepadaku, "Halo. Boleh kan aku main kesini lagi?"

Aku tersenyum kikuk, "Boleh kok. Ayo masuk," Kataku yang dibalas anggukan Yuta.

"Ini anak kamu Jia?" Tanya Yuta ketika melihat Jichan yang tengah bermain mobil-mobilan di depan televisi.

"Iya. Dia anak pertama aku, namanya Jichan."

"Dan yang kamu gendong itu anak kedua kamu?"

"Iya, dia Jena."

"Wah seriusan?" Katanya tak percaya, "Padahal kamu nggak keliatan kayak ibu dua anak loh. Mungkin saking cantiknya kamu ya. Jadi nggak keliatan kayak ibu-ibu biasanya," Sambung Yuta yang membuatku malu. Entahlah, rasanya sangat canggung karena Yuta yang memujiku seperti itu, "Oh iya Ji, aku bawain ini buat kamu," Yuta menyodorkanku kantung plastik hitam.

"Ini apa lagi Yut?" Tanyaku, "Kayaknya kamu suka banget ngasih sesuatu."

"Itu brownis. Tapi kali ini bikin sendiri, khusus buat kamu sama anak-anak kamu."

"Makasih ya. Jadi ngerepotin."

Yuta menggeleng, "Nggak ngerepotin kok. Oh iya, biar aku taruh di piring ya? Biar kamu sama anak-anak kamu bisa langsung makan," Yuta mengambil kantung plastik itu dariku dan membawanya ke dapur.

Sebenarnya aku sedikit risih dengan kehadiran Yuta. Ia berlagak seperti sudah mengenalku dengan dekat. Padahal kami berdua saja baru bertemu kemarin.

"Nih, kalian makan ya," Yuta meletakan piring yang diatasnya terdapat brownis yang sudah dipotong-potong.

Aku tersenyum kikuk, "Makasih," Balasku lalu mengambil sepotong brownis.

"Sini Jena biar sama aku," Yuta mengambil alih Jena dariku. Ia mengajak Jena dan Jichan bermain bersama.

"Anak kamu lucu-lucu banget," Ujar Yuta, "Sama kayak ibunya."

"Hah? E-engga ah," Oke. Aku benar-benar risih dengan sikap yang Yuta tunjukan.

Aku bukannya tidak suka dia memujiku, tapi cara Yuta berbicara itu menurutku sedikit aneh.

"Beneran tau. Oh iya Jia, aku nggak pernah liat suami kamu, dia tinggal di sini?"

Aku mengangguk. Yakali Mas Jaehyun tidak tinggal serumah denganku, "Maklum kalau kamu nggak pernah liat, dia orangnya sibuk."

"Pas dong ya kalau kayak gitu."

Aku mengernyitkan dahi, "A-apanya yang pas?''

"Pas. Kalau suami kamu sibuk, aku kan bisa nemenin kamu, Jichan, sama Jena main."

Aku tidak tahu harus bagaimana merespon perkataan Yuta.

Yuta cukup lama berada di rumahku. Ah, jika tidak ingat dia tetanggaku, mungkin aku sudah mengusirnya dengan alasan risih. Sekali lagi, Yuta itu benar-benar sok akrab denganku. Ia bahkan meminta nomor telponku, tapi aku tidak memberitahunya dengan alasan ponselku sedang rusak, "Nomor suami aku aja gimana?" Tawarku.

Seketika Yuta tersenyum canggung, ia menggaruk tengkuknya yang kuyakini tidak gatal, "Nggak usah deh."

Aku tertawa dalam hati. Rasanya benar-benar puas mengerjai orang sepertinya.

"SAYANGGGGGG!" Aku menoleh kearah pintu saat mendengar suara yang familiar.

Aku mengernyitkan dahi begitu melihat kedatangan Mas Jaehyun. Ia menghampiriku dan langsung memelukku, "Kok udah pulang?" Tanyaku bingung.

"Ya nggak apa-apa. Kantor-kantor aku kok," Jawab Mas Jaehyun dengan entengnya.

"Tapi kan kamu nggak boleh semena-mena gitu Mas. Kasian karyawan kamu yang lain."

"Iya Ji, aku minta maaf. Lagian aku bosen di kantor terus. Nggak enak, nggak ada yang bisa aku peluk."

"Ini siapa?" Tanya Mas Jaehyun yang sepertinya baru sadar kalau ada orang lain di rumah ini.

"Dia---"

"Saya Yuta. Tetangga baru kalian," Sela Yuta, "Jia, aku pulang dulu deh ya. Makasih buat makan siangnya," Ujar Yuta lalu pergi dari rumah ini.

Aku melotot. Kaget kenapa Yuta berterimakasih, padahal aku tidak memberikannya makan siang. Jangankan makan siang, aku bahkan tidak memberinya air minum.

Mas Jaehyun menatapku penuh tanya, "Kamu ngajak dia makan siang di sini?"

"Yuta kurang ajar emang," Gumamku pelan, sangat pelan.

"Bun jawab aku hei."

Aku menggeleng, "Aku nggak ngajak Yuta makan di sini kok Mas. Dia itu bohong," Jelasku, "Udah ya. Sekarang kamu ganti baju dulu, nanti aku siapin makan siang."

Mas Jaehyun menghela nafas, "Ya udah. Tapi awas ya kalau kamu sampai ada sesuatu sama Yuta. Aku nggak tinggal diam."

"Iya sayang. Udah sana ganti baju dulu."








******









"Ji, aku ngambil cuti buat tiga hari kedepan," Ujar Mas Jaehyun sembari memelukku. Kami berdua sedang bersantai di kamar. Dan anak-anak sudah tidur di kamar mereka.

"Kenapa?"

"Aku mau kita liburan berempat. Kan kita belum pernah tuh liburan berempat."

Aku mengangguk paham.

"Aku juga udah nyewa villa. Nggak jauh-jauh kok liburannya, cuma di puncak. Nggak apa-apa kan?"

"Ya nggak apa-apa. Asal villa nya kamu yang bayar," Kataku sambil menunjukan cengiran lebar.

"Yaiyalah aku yang bayar. Kan aku tulang punggung keluarga."

"Iya kamu tulang punggung keluarga. Kalau aku tulang rusuk kamu," Ucapku, "Apaansih gue cringe banget," Aku malah jijik sendiri karena sudah mengucapkan kalimat itu.

Mas Jaehyun tertawa, "Nggak apa-apa. Aku suka kok."

"Udah ah tidur Mas. Malu aku."

"Mau langsung tidur? Nggak mau ngapa-ngapain dulu?"

Aku memutar bola mata malas, "Enggak makasih. Nih, bekas kerjaan kamu aja masih ada di dada aku."

Mas Jaehyun tersenyum lalu mengecup bibirku sekilas, "Itu namanya mahakarya."









******








Aku meregangkan tubuhku begitu keluar dari mobil. Rasanya tubuhku pegal semua karena berjam-jam di dalam mobil, apalagi aku sambil memangku Jena. Ya, aku dan Mas Jaehyun baru saja sampai di puncak setelah melewati perjalanan yang lumayan macet.

"Suka nggak Ji?" Tanya Mas Jaehyun. Itu, dia menanyakan apakah aku suka dengan villa yang ia pesan.

Aku mengangguk, "Suka kok. Pemandangannya bagus. Hijau-hijau, bikin mata aku seger."

"Padahal liat aku baru mandi juga bisa bikin seger."

Aku memutar bola mata malas, "Itu mah lain lagi Mas. Udah ah, kita masuk yuk. Aku pegel banget gendong Jena."

"Kamu masuk duluan aja sama anak-anak. Aku mau ngeluarin barang-barang dulu dari mobil."

Aku menggangguk. Baru saja aku akan melangkah masuk ke dalam villa. Tapi langkahku terhenti saat ada seseorang yang memanggilku, "Jiae!"














"Yuta ?"

Nikah ; Jung Jaehyun [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang