Tujuh Belas

1.8K 30 44
                                    

Bianca Ianara Carrissa, lo mau nggak nikah ama gue?

Demi apa ... Kalimat itu masih nguing-nguing di telinga gue. Awalnya gue kirain Kwon Soonyoung cuma bercanda doang ngajakin gue nikah. Nggak taunya dia beneran serius.

Kaget? Buangeeet.

Gimana gue nggak kaget? Dalam sejarah hidup selama kita kenal. Soonyoung itu orangnya lempeng bae. Seriusnya Kwon Soonyoung bisa gue hitung pakek jari. Misal dari sepuluh jari, seriusnya Soonyoung cuma tiga doang. Sisanya ... ngebanyol nggak jelas.

"Cie ... adeknya Bang Wonwoo bentar lagi mau dilamar, euy. Akhirnya, si jomblo menemukan jodohnya juga," kata abang gue-- Jeon Wonwoo-- yang udah ganteng tapi mulut tetep baskom.

Kalok Kak Hayoung nggak datang tepat waktu, mungkin kotak make up Kak Cho udah melayang tepat di kakinya Bang Wonwoo.

"Udah kelar belum, Kak? Mereka udah datang tuh di luar."

"Udah kok, Dek."

"Sip, Kak. Berarti bisa kita bawa keluar sekarang kan, Kak?"

"Bisa banget, Dek."

Sementara Kak Cho beresin kotak make up nya. Gue mandangin diri gue bentar di cermin, sebelum nantinya digamit keluar ama Kak Cho dan Kak Hayoung buat acara lamaran gue.

Iyup. Ini malam acara lamaran gue ama Kwon Soonyoung. Selepas tragedi sore kemaren di alun-alun kota, dia beneran datang ke rumah gue lengkap ngebawa keluarganya.

Kapan keluarganya nyampe juga gue kagak tau. Yang jelas ... sekarang udah ada mama, papa, Chan plus Kwon Soonyoung lagi nungguin gue di ruang tamu.

"Gimana, Ca? Deg-degan kagak, nih?"

Pertanyaan yang harusnya nggak perlu kakak gue pertanyakan. Karna jawabannya udah jelas banget. Gue pasti deg-degan lah-- tapi nggak setengah modar kok. Masih bisa gue kontrol sekarang ini. Nggak tau kalok nanti.

"Kak, nanti yang nerima itu ... Bang Wonwoo, kan?" bisik gue ke Kak Cho.

"Iya lah, Dek. Masa iya Bang Junhui? Kan dia masih di Tangerang."

"Oh, iya. Hehe. Sorry, Kak."

"Dasar ..."

First time, gue bisa ngelihat langsung wajah mama, papa, dan Chan dalam satu waktu. Sayangnya, gue belum bisa speak banyak ke mereka, soalnya acara lamaran udah mau dimulai.

"Mas Wonwoo, seperti yang sudah disampaikan di awal tadi. Maksud kedatangan saya dan keluarga ke sini, yang pertama untuk silaturrahim. Dan yang kedua, menjadi wakil dari putra saya-- Kwon Soonyoung, untuk ngelamar nak Bianca. Sekiranya, Mas Wonwoo dan keluarga bisa menerima maksud sekaligus niatan mulia kami ini," jelas Om Brian ke keluarga gue yang diwakilin Bang Wonwoo.

"Terima kasih sebelumnya kepada Pak Brian sekeluarga, atas maksud dan niatan mulianya datang ke rumah kami. Saya pribadi, hanya sebagai wakil saja untuk adik saya-- Bianca. Perihal iya atau tidak nya, saya serahkan ke adik saya langsung."

Om Brian cuma manggut nanggepin jawaban Bang Wonwoo.

"Ayok, Dek. Bisa kasih jawabannya langsung ke keluarga Pak Brian," kata abang gue yang bikin semua mata beralih natap gue.

Haduh ... kok horror gini, sih. Jantung gue, astaga ...

Kak Cho dan Kak Hayoung langsung ngegenggam tangan kanan dan kiri gue barengan. Mereka ngerti banget kalok sekarang gue beneran deg-degan. Tangan gue aja sampe dingin.

Kok kerongkongan gue jadi susah nelen ludah, ih.

"Bismillahirrahmanirrahiim. Insyaa Allah, untuk lamaran ini ..."

My Perfect DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang