9

35.1K 1.6K 120
                                    

Nampak dari kejauhan, motor sport yang tadinya melaju begitu kencang, menghampiri dan berhenti.

Kinara seolah tak asing dengan motor dan orang yang turun sari motor itu. Ia tak bisa memperhatikan detail siapa laki-laki itu, sesekali ia melirik sambil tetap menahan lengan Ayu yang terus menjambaknya.

"Hentikan..!" Bentak laki-laki tadi

Ayu menoleh dan seketika melepaskan tangannya dari rambut Kinara. Begitupun Lastri dengan segera melepas jambakannya dari rambut Ayu.
Muka Ayu yang tadinya merah padam, berubah menjadi pucat seketika.

"Kelakuan macam apa ini mbak!?" Tanya Dimas yang terlihat marah.

"Aa a a aku ndak salah Dim, wanita ini yang salah..!" Tunjuk Ayu pada Kinara dengan suara yang tebata-bata.

Sesekali Dimas melirik pada Kinara yang menunduk sambil menghapus air mata di pipi putih miliknya.

Kembali, Dimas menatap nyalang pada Ayu.
"Pulang lah mbak, dan jangan pernah lagi berlaku buruk seperti barusan.!" Perintah Dimas pada Ayu yang merupakan kakak iparnya sendiri.

"Aku ndak salah Dim, perbuatanku benar. Ada yang mengadukan pada ku tentang kelakuan wanita penggoda ini" ucap Ayu masih tak mau kalah.

"Siapa?" Tanya Dimas dingin

"Dini, salah satu pekerja disini. Kemarin dia bilang kalau suami ku, memberikan kado pada wanita penggoda ini" celoteh Ayu.

"Benar itu?" Tanya Dimas pada Kinara.

Dengan kepala yang tetap setia menunduk, Kinara menjawab "benar, tetapi saya tidak menerimanya" . Terdengar suara Kinara yang terisak menahan tangis.

" Alahh, bohong, bukannya kamu yang minta kado sama suami ku? Dasar wanita murahan" ketus Ayu, sambil melayangkan tangannya hendak menampar Kinara. Mukanya begitu sarat akan amarah.

"Cukup!!" Bentak Dimas sambil menahan kuat tangan kakak iparnya itu.
"Sekarang Mbak Ayu pulang, akan aku laporkan pada Mas Danu dan Bapak tentang ini " kini, Kata-kata Dimas seolah mengancam.

Ayu begitu kesal dengan perlakuan Dimas yang seolah membela Kinara. Dengan muka yang begitu kesal ia menarik tangannya dan segera pergi meninggalkan perkebunan teh itu.

Lastri segera memeluk Kinara yang tak henti hentinya terisak.

"Hentikan tangisan mu itu, dan lanjutkan pekerjaan mu" ucap Dimas dingin.

Kinara menatap Dimas perlahan sembari menghapus air matanya.
"Terimakasih, anda telah membantu saya" ucap Kinara tulus dengan suara yang masih terisak.

"Aku tidak membantu mu, dan aku tidak membela siapa siapa disini. Aku hanya tak suka dengan keributan seperti tadi. Terlebih, ini terjadi di kebun teh milik bapak ku."

"Semua, kembali bekerja..!" Perintah Dimas pada semua pekerja nya yang ada di sana.
Dimas berbalik menuju motornya, meninggalkan Kinara dan para pekerja lain.

Seketika langkah kaki laki-laki itu terhenti, kembali berbalik kebelakang dan menatap semua orang yang ada di pandangannya.

"Dan satu lagi, untuk kalian yang mengadu domba kakak ipar ku dengan wanita tadi. Untuk kesalahan kali ini aku maaf kan. Dan lain kali, jangan pernah ulangi hal demikian. Untuk hal yang kalian tidak tau pasti kebenarannya, tak selayaknya kalian sampaikan, kalian PAHAM !!!" Ucap Dimas dengan suara lantang dan penuh penekanan.

Semua pekerja kebun teh yang ada di sana, mengangguk sambil menjawab pelan "Siap Den". Jawab mereka bersamaan.

Dimas pun berbalik, mengendarai motor merahnya, bergulir cepat meninggalkan tempat itu.
.............................................................................

Siang hari ini terlihat mendung, matahari tak bersinar terik seperti biasanya. Angin pun berhembus begitu kencang, menerpa kuat tubuh para pekerja pemetik daun teh yang nampak sedang beristirahat kala itu.

Di bawah pohon rindang di tengah hamparan kebun teh, Lastri masih tetap setia menemani Kinara.
"Kamu ndak kenapa-napa kan Nara?" Tanya Lastri dengan penuh kekhawatiran.
Sedari tadi, setelah kejadian tadi pagi nampak Kinara begitu murung. Jujur, Lastri amat khawatir terhadap sahabatnya itu.
Pertanyaan Lastri hanya di jawab anggukan oleh Kinara yang nampak masih setia melamun menatap hamparan kebun teh yang terbentang luas.

"Neng Nara gimana keadaannya, ndak apa apa kan?" Tanya bu Mina yang kini baru menghampiri Kinara sambil menggendong Yusuf yang nampak tertidur pulas.

Kinara menatap Bu Mina yang kini duduk di sebelah nya.
"Iya Bu, Nara ga kenapa napa" jawab Kinara sembari menunjukkan sedikit senyum tipisnya.

Siapapun pasti tau, saat ini Kinara hanya berpura-pura bersikap baik-baik saja. Nampak begitu jelas kesedihan dimata wanita cantik itu. Semua yang melihat, pasti dapat menangkap dari sorot matanya.

"Kalau saja ibuk tadi ndak telat datang ke sini, udah ibuk masukin kepala nya Neng Ayu ke dalam bakul bambu ini" celetuk Bu Mina kesal.

Tanpa sadar kinara tersenyum mendengar perkataan Bu Mina barusan.
"Bu, Kinara ga kenapa napa. Ibu lihat sendiri kan" sahut Kinara lembut.

Bu Mina tersenyum sambil mengelus pelan rambut gadis cantik di hadapannya ini.
"Semoga tuhan selalu mindungi mu Neng Nara"
Ucapnya tulus.

Tanpa jawaban, Kinara memeluk hangat Bu Mina. Ia tersenyum sambil memejamkan mata.
Lastri pun ikut memeluk Kinara dan Bu Mina, di bawah pohon rindang, dengan hembusan angin yang berhembus menenangkan.

Entah kenapa, dengan hal kecil ini Kinara merasa sangat nyaman.

............................................................................

Tut....tut......tut.........

"Hallo, ada apa Briyan?" Jawab Devan setelah menerima panggilan masuk dari Briyan

"Devan, ada kabar baik. Aku sudah tau dimana istrimu berada sekarang!" Ucap Briyan nampak antusias di sebrang sana.

"Kau bersungguh-sungguh?" Tanya Devan memastikan.

"Iya, bahkan aku tau tepat dimana lokasinya" balas Briyan lagi.

Devan tersenyum menahan sesuatu yang seoalah ingin membuncah keluar dari dalam dirinya.

"Bawa aku menemui nya secepat mungkin"
Perintah Devan dengan nada suara yang sulit di artikan.
Menahan sudut bibirnya yang sedari tadi ingin tersenyum lebar.
.
.
.
.
Bersambung

"Entah apa yang aku rasakan saat ini, mungkin aku cukup bahagia untuk bertemu dengan mu, Kinara"

-Devan-

(Not) Regret [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang