Chapter 27: He's my Rival

4.4K 353 21
                                    

HOLAAAA ❤️

Robert sudah up lagi 🖤🖤🖤

Sedih sih di chapter yang sebelumnya votenya kurang ☹️☹️ kalau ada  saran boleh dong dibagi hehehe

Semoga suka 🖤🖤🖤

HAPPY READING!

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN (BIAR AKU SEMANGAT TERUS BUAT UP SECEPATNYA 🖤🖤🖤)

Enjoyyyyy and Lope u ❣️

❄️❄️❄️❄️❄️

Robert menatap isi apartemen Gaby dengan tatapan kosong. Ia membayangkan beberapa waktu yang lalu Gaby masih berada di tempat ini. Tapi sekarang, wanitanya tiba-tiba menghilang.

Pandangan kosong Robert menjelajah setiap sudut apartemen Gaby. Namun jauh di dalam hatinya, ia sedang marah. Marah pada orang yang sudah berani menculik wanitanya. Menculik seseorang yang berharga untuknya.

“Tuan, orang-orang kita sudah mencari nona Gaby. CCTV juga sudah di pulihkan.” Alec mendekati Robert yang masih berdiri di ruang tengah apartemen Gaby.

“Kerahkan lebih banyak.” Ucap Robert datar. Alec mengangguk mengerti, kemudian menghubungi seseorang.

Robert kembali mengamati apartemen Gaby dengan tatapan kosongnya. Setelah itu, Ia masuk ke dalam kamar Gaby, menelisik setiap sudut kamar itu dengan datar. pandangannya kemudian berhenti pada sebuah note kecil yang ada di atas tempat tidur.

Robert mengambil note itu lalu membacanya. Lagi-lagi lelaki bernama Gabrian, keluhnya dalam hati.

Setelah meletakkan note itu, Robert kemudian menjatuhkan tubuhnya pada tempat tidur Gaby. Seketika hidungnya di penuhi aroma yang sangat-sangat ia sukai. Aroma bunga kamolil yang bercampur papermint membuat tubuh Robert merasa tenang.

Dengan perlahan, Robert memejamkan matanya. Menikmati aroma yang lembut sekaligus menyegarkan, aroma yang selalu berhasil membuatnya tenang. Membuatnya merindukan Gaby, wanitanya.

Seketika bayangan Gaby yang meninggalkannya muncul di kepalanya. Gaby yang meninggalkannya karena musuh-musuhnya sudah mengincarnya. Robert bergerak gelisah, bagaimana jika musuh-musuhnya menyakiti Gaby?

Seharusnya ia lebih berhati-hati. Apalagi setelah pesan instan itu ia baca dari ponsel Gaby. Seharusnya itu menjadi tanda kalau saat itu Gaby sudah berada dalam bahaya.

Ah! Pesan instan itu!

Dalam sekejap Robert membuka matanya. Ia bergerak mengambil posisi duduk sebelum berteriak memanggil Alec.

“Alec!” panggilnya dengan kencang. Tak butuh waktu lama dan Alec sudah berada di hadapannya. Robert memberikan ponsel Gaby pada Alec, namun lelaki itu menerimanya dengan raut wajah bingung.

Back up isi ponsel ini. Temukan nomor yang mengirim pesan mengancam lalu selidiki nomor itu. secepatnya! Dan juga selidiki tentang de Luca.” Robert ingat,  kalau Ia pernah berurusan dengan nomor itu sebelumnya. Lagipula saat itu, ia tidak ingin Gaby panik begitu membaca pesan itu, jadi ia menghapusnya.

Alec mengerti dan langsung membawa ponsel itu pergi. Beberapa anak buah Robert sudah bermunculan dan menunggu Robert di luar apartemen Gaby. Kecuali Jeremy yang duduk di sofa ruang tamu Gaby dengan diam, merenungi kebodohan dan kelalaiannya.

Robert kembali memejamkan matanya dan membaringkan tubuhnya di tempat tidur Gaby. Ia ingat kalau ia pernah tidur di tempat tidur ini sebelumya.

Kala itu, ia mendapat kabar yang mengatakan Gaby berubah pucat setelah mendengar kalau ia tidak memberi kabar sama sekali pada Jeremy. Dengan panik, ia langsung terbang ke London untuk menemui Gaby saat itu juga.

D E S T I N YTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang