Chapter 33 : Don't hurt her more.

4.7K 359 15
                                    

HOLAAA!

ROBERT UP SETELAH SEKIAN LAMA!!

MOHON MAAF BIKIN KALIAN NUNGGU LAMA, MAAF BANGET YA :(

SEMOGA KALIAN SUKA CHAPTER INI! NGGAK TERLALU PANJANG, TAPI CUKUP BIKIN MEWEK (KALO ENGGAK BERARTI AKU YANG LEMAH)

HAPPY READING 💕💕

ENJOYYYYY 🖤

❄️❄️❄️❄️❄️

Robert berlari di lorong rumah sakit. Tidak mempedulikan beberapa perawat yang menegurnya karena langkah kakinya yang berisik dan mengganggu pasien. Ia terus berlari, mengabaikan teguran perawat menuju kamar yang diberitahukan Jeremy padanya beberapa waktu yang lalu.

Jantung Robert semakin berdetak tak karuan kala menatap Jeremy yang menampilkan raut wajah ketakutan, sedih dan panik sekaligus. Tapi tatapan itu berubah kala melihat Jack. Ia menatap sahabat wanitanya itu dengan tidak suka. Sedangkan yang ditatap menelan ludah kasar karena takut.

Tapi saat ini Robert tidak boleh marah. Selain karena ini adalah rumah sakit, seperti yang dikatakan tadi bahwa Jack adalah sahabat Gaby, wanitanya.

“Bagaimana keadaannya?” Robert menatap Jeremy menunggu jawaban.

“Masih ditangani oleh Gabrian.”

“Sudah berapa lama ia di dalam?”

“Sudah sekitar setengah jam.”

Robert memejamkan matanya dan meremas rambutnya frustasi. Kata seandainya mengalir di kepalanya. Seandainya ia tidak egois, seandainya ia tidak membiarkan Gaby pergi, seandainya ia mengakui kebenarannya, seandainya, seandainya dan seandainya bermunculan di kepala Robert.

Ini adalah kesalahannya. Terlepas dari Gaby memang memiliki penyakit jantung, dia memang memiliki peran besar membuat keadaan Gaby semakin memburuk.

Dasar bodoh! Maki Robert pada dirinya sendiri.

Kekalutannya semakin menjadi-jadi kala kedua orang tua Gaby sudah berlari tergopoh-gopoh menghampiri mereka.

“Bagaimana keadaan putriku?” Jimmy menatap Robert penuh harap, berharap menerima kabar baik.

Robert menundukkan kepalanya. “Masih ditangani Gabrian.” Ia malu menatap kedua orang tua Gaby yang terlihat sangat rapuh. Detik selanjutnya ia mendengar suara Margareth, mama Gaby menangis.

Sial! Sial! Sial! Teriak Robert. Seandainya ia mengaku kalau ia sudah mengetahui kebenarannya sedari awal, kalau kedua pasang suami istri ini adalah orang tua Gaby, mungkin saat ini ia dan Gaby sudah menikah dan bahagia!

FUCK!!

Bugh!! Tanpa sadar Robert melayangkan tinjunya pada tembok membuat semua orang yang ada di sana terkejut, berbeda dengan Jack yang ketakutan. Sedari dulu Jack memang sangat takut pada Robert.

Jimmy menghampiri Robert. “Bisa kita bicara sebentar?”

Robert menatap Jimmy datar, kemudian mengangguk. Mereka berjalan menuju sudut lorong yang cukup sepi. Duduk di kursi tunggu yang ada di sana.

Beberapa menit berlalu dan mereka berdua masih diam. Suasana hening.

“Gaby putriku satu-satunya." Jimmy memulai perkataannya. "Kami semua memanjakannya sejak kecil, terlebih lagi Gabrian. Gabrian selalu mengurus apapun yang diperlukan Gaby, memberikan apapun yang dia mau, dan melakukan apapun yang dia suruh. Gabrian begitu menyayanginya.” Jimmy menerawang menatap tembok dengan pandangan kosong. “Hingga ia berusia tiga belas tahun, dan tiba-tiba ia di diagnosa mengalami gagal jantung.”

D E S T I N YTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang