Chapter 38 : A little new hope is gone.

4.8K 322 25
                                    

HOLAAA ❤️
ROBERT UP ❤️

ENJOYYY! SELAMAT MEMBACA 🖤

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN YANG BANYAK YA 😚😚

SAYANG KALIAN ❤️❤️

❄️❄️❄️❄️❄️


Tidak ada yang lebih menyakitkan ketika kau harus melihat seseorang yang begitu kau cintai memilih untuk memejamkan matanya dengan damai. Memilih mimpinya yang tak berkesudahan untuk menemaninya, dan tidak membiarkan kenyataan menghampirinya.

Entahlah, Robert tidak bisa berasumsi apapun lagi ketika ia menatap istrinya masih memejamkan matanya erat. Seakan tidak ingin melihatnya atau sekedar meliriknya.

Sejak Robert kembali dari pulau rumah singgah, tujuannya hanya ada satu yaitu di sisi istrinya. Ah, ya pulau itu Gaby beri nama Kasih, karena katanya pulau itu hanya akan memberikan cinta dan kasih sayang. Hati istrinya sangat mulia kan?

Robert mengecup punggung tangan Gaby dengan lembut lalu memandang wajah lelap istrinya itu dengan sendu. “Sayang, berapa lama lagi kau ingin tertidur, hmm?” tanyanya lelah. Sungguh, Robert tidak pernah serapuh ini seumur hidupnya.

“Apa yang kau mimpikan sampai-sampai tidak ingin bangun seperti ini, hmm? Aku benar-benar merindukanmu, sayang. Bangunlah, kumohon....” pinta Robert serak. Lagi dan lagi ia kembali menangis. “Aku sangat merindukanmu..”

Robert menjatuhkan kepalanya pada tiang brankar Gaby. Ia sudah kehilangan orientasi hidupnya sejak Gaby dinyatakan koma dan tidak merespon jantung barunya. Ia benar-benar merasa kosong dan hampa.

Perasaan hampa dan kosong ini adalah alasan kenapa ia rela memberikan hidupnya pada istrinya. Ia tidak ingin hidup dengan perasaan seperti ini selamanya. Tapi lihat sekarang, takdir ternyata mempermainkannya karena ia tetap hidup dengan perasaan hampa.
Robert menegakkan tubuhnya dan buru-buru menghapus air matanya setelah ia mendengar seseorang mengetuk pintu. Ia menatap Gabrian dengan beberapa dokter berjalan mendekati Gaby dan diikuti beberapa perawat.

Ia sempat bersitatap dengan Gabrian beberapa saat sebelum lelaki itu lebih dulu memalingkan wajahnya.

Robert kembali menatap Gaby yang sedang diperiksa oleh dokter-dokter itu. Mereka mencoba mendengarkan detak jantung istrinya dengan stetoskop. Tapi raut wajah Robert berubah serius ketika kernyitan muncul di wajah dokter itu.

Mereka bahkan bergantian memakai stetoskop itu dan mendengarkan detak jantung istrinya. Robert tidak bisa membaca ekspresi mereka. Mereka hanya menghembuskan napas gusar. Begitu juga dengan Gabrian yang terlihat semakin murung.

“Ada apa? Apa yang terjadi?!” tanya Robert ketika ia sadar kalau ada sesuatu yang salah.

Seseorang dari mereka mendekati Robert. “Tuan Michael, bisa kita berbicara di luar?”

“Apa ini berita buruk?” geram Robert. Ia menatap Gabrian yang terihat sangat murung. Sudah pasti ini berita buruk. Sial! Robert tidak sanggup untuk mendengarkannya.

Tapi akhirnya ia mengangguk dan mengikuti dokter-dokter itu keluar, kecuali Gabrian yang tetap tinggal di dalam ruangan istrinya. Robert menolak untuk berbicara jauh dari ruangan istrinya karena ia ingin selalu dekat dengan Gaby. Jadi mereka berdiri di depan pintu ruangan Gaby.

Robert menatap dokter-dokter yang dia perkirakan berusia lebih dari setengah abad itu dengan tajam. Antara siap dan tidak siap dengan apa yang akan ia dengar, tapi Robert berusaha agar tetap tegar.

“Sebelumnya kami ingin minta maaf Tuan Michael ka—”

“Tidak usah bertele-tele! Katakan saja!” Robert memotong kalimat dokter itu dan menggeram menahan emosinya. Dokter itu menelah ludahnya gugup dan sedikit takut.

D E S T I N YTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang