#29 Upaya menghindar

25 5 0
                                    

Malam ini, gue menyadari satu kesalahan udah gue perbuat. Berterimakasih kepada Rio rasanya bukan suatu langkah yang tepat untuk dilakukan karena akan memberi efek jangka panjang nantinya. Gue gak memikirkan itu sama sekali pada awalnya, tapi apa boleh buat? Udah terlanjur.

Sekarang, gue lagi mencari - cari cara yang tepat buat menghindar dari Rio besok. Gue gak mau Nael punya prasangka buruk ke gue karena Rio mengantarkan gue ke sekolah besok pagi. Gue memutuskan untuk main ke kamar Kak Dini buat curhat soal ini.

" Kak " , panggil gue serta mengetuk pintu kamarnya.

" Masuk" , jawab Kak Dini sambil membuka pintu kamarnya. Lalu mempersilahkan gue untuk masuk. Dia sedang sibuk dengan tugas kuliahnya. Jadi, gue gak mau curhat lama - lama.

" Kak besok Rio jemput gue"

" Kok bisa?"

" Kemaren dia nyelamatin gue pas dompet gue di copet. Gue ucap terimakasih di chat, dia malah nawarin gue berangkat bareng tanpa peduliin keputusan gue."

" Yah gimana tuh kelanjutannya"

" Dan gue masih canggung buat minta maaf ke Nael. Lagipula, tadi Nael gue hubungin tapi gak ngangkat"

" Yaudahsih terima aja. Rio juga ganteng kok. Gak malu - maluin. Lagian besok gue harus berangkat pagi dan bawa mobil. Papa juga bawa mobil deh kayaknya buat dinas. Emang jam enam pagi udah ada ojek online yang nerima orderan lo? Belom kan?", jawab Kak Dini dengan penjelasan yang super panjang ; yang sebenarnya sih gak menyelesaikan masalah.

Gue langsung pamit dan masuk ke kamar gue lagi. Pokoknya, besok gue harus pasang alarm dan bangun super pagi biar bisa berangkat lebih awal pake sepeda. Sebenernya ada satu motor di garasi, tapi gue gak bisa nyetirnya. Jadi, motor itu dipake buat bibi pergi ke pasar doang deh. Sementara itu, gue memutuskan untuk naik sepeda ke sekolah besok pagi dan bersiap mulai pukul empat.

* * * * *

Sekarang sudah pagi, tetapi langit masih gelap. Wajar saja, gue bangun jam empat pagi, hehe. Gue langsung mengambil handuk dan bersiap untuk mandi. Setelah itu, gue harus mempersiapkan bekal untuk dibawa nanti ke sekolah karena uang saku gue hari ini sudah terpakai untuk membeli buku Sherlock Holmes yang sudah gue incar sejak lama.

Detik demi detik terus berlalu, dan gue masih dihantui oleh rasa ragu, lebih condong ke takut sih sebenernya. Gue sebenernya gak masalah kalo gue harus berangkat sama Rio, cuman gue takut aja kalo Nael berprasangka ini itu ke gue. Kalo dia bisa paham ya gue bersyukur, tapi kalo kondisinya kayak gini, mana mungkin dia paham? Apalagi kita bener - bener gak ada komunikasi hingga detik ini. Apa yang bisa diharapkan sekarang? Hanya satu. Kepercayaan.
Kepercayaan dari seorang Nathanael Pranoto Hadi.

Gue mulai melangkahkan kaki ke arah dapur, untuk mempersiapkan sarapan di pagi hari, serta bekal untuk dibawa ke sekolah. Sebelumnya juga, gue menengok ke kamar Kak Dini dan melihatnya masih tertidur pulas di ranjangnya. Karena itu, gue berinisiatif untuk memasak panganan untuk ia sarapan.

Mami Kirana sedang pergi kerumah nenek yang ada di Yogyakarta. Jadi, gue dan Kak Dini harus mengerjakan tugas kami masing - masing tanpa bantuannya selama seminggu penuh. Sementara itu, Papa Joseph akan melanjutkan dinasnya lagi di Makassar selama dua minggu lamanya. Kami benar - benar ditinggal berdua di rumah ini. Karena tidak sempat pergi ke pasar untuk berbelanja, gue cuman bisa menyediakan sandwich yang gue berikan tambahan seperti smoked beef dan keju pagi ini untuk sarapan kami berdua.

Gue juga menuangkan segelas susu untuk melengkapi sarapan kami pagi ini. Berhubung Kak Dini masih tertidur pulas di kamar, gue mengantarkan sarapannya ke kamar dan langsung berniat melarikan diri ke sekolah pagi ini secepat mungkin agar Rio tidak jadi berangkat bersama gue.

Setelah mengantarkan sarapan ke kamar Kak Dini, gue sambil mengunyah panganan langsung meraih tas dan menyangkutkannya ke salah satu pundak. Gue tutup pintu rapat - rapat dan gue terkejut.

" Loh?!"

" Hehe, iya . Ini udah jam setengah enam pagi, Dena. Saya kira kamu belum bangun. Mau saya bangunin tadinya, tapi kalau kamu udah siap. Ayo kita berangkat"

" Sejak kapan manggil dirinya saya?"

" Sejak saya jatuh cinta sama wanita di depan mata saya. "

Gue tertegun dan terbujur kaku. Gue udah gak bisa berkutik lagi. Ini baru jam setengah enam pagi dan dia sudah hadir di depan rumah. Satu hal yang aneh terjadi di pagi ini, Rio hadir dengan sikap yang sangat hangat pagi ini, tidak seperti biasanya yang menyombongkan diri dan merendahkan orang lain. Dia beda kali ini.

Tampilannya rapih, tidak urakkan seperti Nael. Maksud gue disini urakkan ialah gaya busananya. Nael yang biasanya memakai seragam sekolah tanpa dasi dengan kemeja dikeluarkan dan celana yang pas dengan ukuran kakinya dilengkapi dengan sepatu converse andalannya sungguh bertolak belakang dengan Rio yang hari ini tampil di depan mata gue.

Biasanya, Rio juga tampil seperti Nael. Akan tetapi, entah mengapa hari ini Rio tampil berbeda sekali. Gak seperti seharusnya. Kemejanya dimasukkan, rapih sekali. Dia juga memakai ikat pinggang untuk merapihkan kemeja yang masuk ke celana abunya. Rambutnya disisir ke arah kanan klimis dan bervolume. Seperti cowok yang dikagumi perempuan seantero sma ini.

" Saya gak suka ya kamu bengong begitu. Nanti kalo kesambet setan gimana? Saya gak mau tanggung jawab loh", ucap Rio

" Engga. Shock aja, gitu"

" Ya terus, tunggu apalagi? Ayo naik mobil saya"

" Sekarang? "

" Besok, Dena"

" Gue ta---

" Naik ayo cepetan" , ucap Rio sambil menyuruhku naik ke mobil sedan berwarna silver yang terpampang nyata di depan rumah gue. Gue masih gak sudi dianter Rio ke sekolah. Gue maunya Nael yang nganter, pake vespa yellow submarinenya, pake helm yang Nael kasih ke gue, itu cukup.

Gue membuka aplikasi ojek online dan mulai mencari driver yang akan menerima orderannya. Lima belas menit berlalu, dan tidak ada driver yang menerima orderan gue pagi ini. Dengan terpaksa, gue harus berangkat bareng Rio. Terpaksa lohya, inget.

* * * * *

Gue tiba disekolah pukul enam lewat lima belas menit. Pada jam tersebut, banyak siswa - siswi yang baru datang dan masih memarkirkan motornya di parkiran. Ketika gue sampai, semua orang yang berada di parkiran berbisik sambil menebak - nebak dari kejauhan. Mobil Rio sangat di kenal oleh warga SMAN 901 Jakarta. Bagaimana tidak, sejak masa orientasi siswa saja (katanya) , Ia sudah membawa mobil ke sekolah.

Saat Rio membukakan jendela dan menyapa tukang kebun sekolah yang sedang membersihkan tanaman di sekitar area parkir, siswa - siswi SMA gue semakin mendekati diri ke arah mobil si ketua osis super rese dan brengsek ini.

" Ih, cewek mana tuh yang dia bawa?"

" Tumben ya"

" Kesambet apasih Kak Rio"

"Pasti itu pacar barunya"

Kata demi kata di rangkai menjadi sebuah kalimat pernyataan sekaligus pertanyaan yang dikeluarkan oleh beberapa siswa. Sepertinya mereka heran karena Rio tidak pernah menaikki mobil berdua sepanjang ia bersekolah disini.
Mungkin, karena dalam sejarahnya seorang ketua osis tidak penah mempublikasikan kisah asmaranya di depan khalayak ramai, batin gue.

" Udah sampe. Kamu mau saya antar?"

" Makasih. Gak perlu, duluan", tolak gue secara mentah kepada Rio. Karena gue yakin, dibalik kebaikkannya pasti ada niat busuknya yang belum kecium sama indra pelacak gue. Gue langsung lari ke kelas dan mengumpat, gak mau keluar kelas sama sekali karena takut anak - anak yang bertemu di parkiran tadi pagi memperhatikan gue dan kabar ini sampai ke telinga Nael. Semoga anak - anak di SMA ini tidak ada yang mengenali gue, gue kan anak kelas sepuluh yang terhitung baru, dan gue merasa diri gue tidak cukup terkenal di kalangan kakak kelas, apalagi yang seangkatan. Hehe.

PROBLEMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang