#38 Gue bukan dukun, Den!!

7 0 0
                                    

Hari demi hari pun berganti, gue membuka kaca jendela kamar yang tertutup rapat dengan untaian kelambu yang terpasang disana. Menghirup oksigen adalah suatu anugerah besar yang menurut gue sangat berarti. Hidup pakai oksigen gratis, bayangin coba orang - orang yang gak bias menikmati kayak kita, harus membeli tabung oksigen yang isinya enam meter kubik dengan harga satu juta rupiah ke atas. Jangan lupa bersyukur ya guys!

Ohiya, ngomong - ngomong chat dari Nael dua minggu lalu masih belum gue bales loh. Lagian gue bingung mau jawab apa. Jadinya ya gue diemin begitu aja, gue mau tau usaha dia seberapa buat minta maaf sama gue. Lagipula, kalo dia keliatannya biasa aja berarti Nael ada apa - apa dong sama Elisa?; Ah yaudahlah, mendingan gue mandi biar gak telat sekolah.

* * * * *

Kringggggggggggggg

" Bel sekolah tuh, ayo masuk masuk!!"

" Ayo masuk"

" Eh itu ada apa rame banget"

" Ayo tontonin yokk"

" Ayo ayooo"

"Pak, ini ada apasih?", tanya Nael kepada Pak Bon yang sedang berjaga di gerbang depan.

"Katanya sih ada yang ribut, coba aja ke dalem deh, nanti juga tau"

" Ah bapak mah rahasiaan mulu sama saya"

" Yaampun nak, ada - ada aja kamu ini. Mau diparkirin dimana itu mobill? Tumben si kuning ga dibawa lagi. Sehat dia?"

" Lagi dirawat paak, yaudah saya nitip mobil ya pak nanti tolong sekalian di parkirin. Saya kasih steak deh buat makan nanti siang. Okay?"

" Siapp, laksanakan!!"

* * * * *

" Eh udah dong"

" Maju lo bangsat!"

"Maju satu satu jangan keroyokan, kunyuk!"

"Bilang aja lo gak punya temen susah amat sih"

Bugh

" Ini belom seberapa ya, inget baik - baik. Lo udah gue tandain"

" Lo pikir lo raja? Timbang di tonjok aja bacotnya kayak cewek. Minggir lu sana! Gak bisa banget terima kenyataan kalo kita bertujuh hidupnya lebih bahagia dari lo, iya?"

" Kampret."

Nael dating ke lobby sekolah dipenuhi rasa penasaran dan mimik muka yang super duper kebingungan. Pasalnya, semua kawannya sedang berkelahi melawan Rio yang cumin berdiri seorang diri. Darren yang melangkah maju didepan bak Pangeran Diponegoro yang memimpin perang gerilya pun patut diacungi jempol, Pukulan tangannya melesat pas di tulang pipi Rio. Sakit sekali kalau dirasakan. Sementara Rio hanya membalasnya dengan kata - kata karena tersulut amarah. Lagipula, kalau ia maju menghadapi kawan - kawan Nael, enam lawan satu, sudah pasti dia kalah. Ya kan?

"Lo pada kenapasih?", tanya Nael kepada teman -temannya yang masih mengatur dinamika pernafasannya pasca berkelahi dengan Rio.

" Heh. Jaga cewek lo. Udah berapa hari lo ga bareng Dena? Bareng Elisa terus. Sampe Rio yang bilang mau rebut Dena dengan mudahnya ke kita"

"SERIUS?!"

"IYA, AMBIL TUH ELISA", tegas Darren sambal mendorong kecil pundak Nael dan berlalu meninggalkan tempat itu.

" Salah gue apasi woi"

"Masih nanya?", ucap Aris menanggapi kalimat yang dikeluarkan dari mulut Nael barusan. Aris mengajak kawan -kawannya untuk meninggalkan lokasi pula, sama seperti yang dilakukan Darren beberapa menit yang lalu. Nael tertegun, diam membatu, kebingungan akan apa yang terjadi. Menurut perasaannya, ia tak melakukan kesalahan sama sekali. Tapi kalo soal bales chat, emang gue dan Nael udah gak chattingan selama dua minggu gitu. Guenya gengsi, Naelnya ga peka. Amsyong lah.

PROBLEMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang