#32 Perihal Malam

12 2 0
                                    

Malam - pekat
Malam - dekat
Malam - penat
Malam - erat

Malam - jerat
Malam - hambat
Malam - hayat
Malam - sekat

Malam - kreasi
Malam - imajinasi
Malam - inspirasi
Malam - berambisi

Malam - solusi
Malam - intuisi
Malam - aksi
Malam - serasi

Sudah ku jabarkan sepanjang ini perihal malam dan kau pun masih bertanya mengapa aku cinta pada malam?

Semua diksi di awal hanyalah gambaran tentang diri gue yang cinta dengan keindahan malam hari. Bukan hanya bintang yang berkerlap - kerlip, bulan yang bercahaya, ataupun benda langitnya yang membuat seluruh indra gue terkesima, tetapi karena malam adalah waktu dimana gue mendapatkan semua yang gue mau.

Waktu dimana gue mendapat ketenangan untuk rehat sejenak dari segala problematika yang ada, waktu untuk mencari segala inspirasi yang menghasilkan suatu kreasi, yang mana gue bisa menghasilkan semangat untuk menjalani hidup dengan penuh gairah.

Nael sangat mengerti kalau pacarnya cinta sekali akan malam. Oleh karena itu, dia pasti melakukan hal yang gak pernah gue prediksi, dan hal itu menjadi rutinitas kami semasa pacaran ini. Nael mengajak gue videocall setiap malam untuk bersama - sama pergi ke arah balkon rumah dan melihat langit di kala malam.
Akan tetapi, kegiatan itu sudah bukan lagi menjadi rutinitas kami. Semenjak kejadian di perpustakaan, Nael sudah tidak lagi mengabari, menyapa saat berpapasan saja dia tidak sudi.

Entah harus berapa lama lagi kesalahpahaman ini akan berakhir. Rasanya hampa tanpa Nael. Sosok dingin yang juga menampakkan sisi humorisnya, keramahannya, juga kerendahan hatinya yang membuat gue rindu dibuatnya. Senyumnya yang memiliki ciri khas tersendiri bagi gue menjadi salah satu hal yang paling gue rindu dari seorang Nathanael Pranoto Hadi.

Dengan terpaksa, gue harus menjalani hari - hari dengan polosnya. Tidak ada seseorang yang sanggup memberi warna kembali di hidup gue ini. Seminggu tanpa kabar dari Nael, gue masih maklum karena menyadari kesalahan yang gue buat. Sebulan tanpa kabar dari Nael, gue pun masih menyalahkan diri gue sendiri karena memang kesalahpahaman ini ditimbulkan karena kesalahan gue. Coba aja waktu itu gue tolak mentah tawaran Rio, pasti semua ini gak akan terjadi. Gue yang tadinya pengen kalo Nael minta maaf soal kejadian di kantin malah membuat Nael berpikir sebaliknya. Payah.

Gue berusaha untuk tetap kuat, walaupun gue gak menerima kabar dari Nael sekali pun, setidaknya gue harus memastikan kalo Nael dalam keadaan baik - baik saja.

* * * * *

" Mahh, Dena berangkat dulu yaa!", ucap gue kepada Mamkir, meminta izin untuk berangkat ke sekolah. Oiya, mulai sekarang gue sudah belajar mandiri. Maksudnya, sejak gue berantem sama Nael, Mamkir memutuskan untuk membelikan gue motor untuk dibawa ke sekolah. Biar gak macet dan gak telat katanya. Lagipula, mobil yang satunya dibawa sama Kak Dini buat ke kampusnya. Satu kemajuan yang pesat, kan?

Oiya, kendaraan baru gue sama persis loh tipeya dengan vespa Nael. Semenjak jadi pacar Nael, gue terobsesi dengan vespa sampai akhirnya gue membujuk Mamkir dan Papa Joseph untuk membelikan gue vespa. Hanya saja, perbedaan vespa kami terletak di design body vespanya. Punya Nael di design mirip dengan album band kecintaannya, " Yellow Submarine" karya The beatles, sementara gue hitam polos tanpa noda sedikit pun.

Lima belas menit kira - kira waktu yang gue habiskan untuk menempuh perjalanan dari rumah ke sekolah. Tak lupa, saat sampai gerbang sekolah, gue menyapa Pak Kumis serta Pak Bon dan memberikan mereka sedikit makanan untuk sarapan, tadi Mamkir masak berlebih jadi gue bungkusin buat Pak Bon dan Pak Kumis.

PROBLEMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang