kamu seperti awan, aku berjalan mendekatimu, tapi kamu berjalan untuk mendekati yang lain, sesederhana itu, perasaanku tidak terbalas.
^
Saat cowok dengan julukan 'Playboy' berhasil berubah hanya karna satu cewek.ane...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kalau hanya duka atau bahagia, itu bukan cinta namanya.Karna cinta, adalah ketika luka menjadi tawa, dan tawa berganti luka.
☁☁☁☁☁
"RICA TUNGGU!" Arin terus mengikuti Rica, langkahnya melebar agar bisa sejajar dengan Rica.
"Rica." Arin berhasil mencekal tangan Rica. Rica menoleh, menatap Arin dengan sorot sendu, sorot mata yang tidak pernah Arin pikirkan bisa ada dalam diri Rica.
Rica menghambur ke pelukan Arin, memeluk Arin tanpa suara, Arin membalas, ia mengusap rambut kemerahan milik Rica.
"Kenapa Rica?" Arin merasakan Rica menggeleng, kemudian mempererat pelukannya.
"Rica!" Arin dan Rica kompak menoleh, menatap Farel yang berdiri dengan nafas terengah.
Rica berusaha melepas pelukan Arin, namun, Arin menahannya, "jangan pergi, Rica."
Farel berjalan mendekat, matanya masih mengawasi gerak gerik Rica.
"Mau apa lo?" Nada Arin terdengar tinggi, pertama kalinya bagi Farel mendengar nada tinggi keluar dari mulut Arin.
"Rica, kakak perlu ngomong."
"Ngga.. Ngga! Ngga mau!" Rica berontak, kemudian berhasil lepas dari pelukan Arin, dan berlari menjauh.
"Rica!"
"Rin!" Langkah Arin terinterupsi oleh panggilan Farel. Arin berbalik, menatap Farel dengan sorot yang sangat sulit diartikan.
"Apa!" Arin mendekat, "mending lo kejar Rica!" Arin berjalan melewati Farel, namun lagi lagi, langkahnya terhenti, Farel mencekal tangannya.
"Gue mau ngomong sama lo."
Arin mundur, menghempas dengan kasar tangan Farel, menahan sekuat tenaga agar air matanya tidak lolos. Ia tidak mau menjadi Arin yang lemah.
"Lo!" Farel membentak, membuat Arin terkejut, tubuhnya bergetar hebat, "ini gara gara lo!"
"Apa? Salah gue apa?" Arin membalas gemetaran.
"Gue tau, lo yang udah cuci otak Rica supaya dia ngga suka Niken dan nuduh kaya tadi!"
Arin tercengang, ia mundur beberapa langkah dari hadapan Farel, matanya menatap Farel dengan sorot tidak percaya, tangannya mengepal kuat hingga kukunya memutih, matanya mulai memanas.
"Apa untungnya buat gue nglakuin itu? APA!" Arin berteriak.
"Karna lo suka sama gue, dan lo ngga suka gue sama Niken." Jawab Farel, matanya menajam seperti elang, sorot jenaka sudah hilang dari matanya.
Arin menggeleng tidak percaya, "gue ngga serendah itu buat nglakuin hal yang ngga menguntungkan buat gue!"
"Ngga usah ngelak rin, mending lo jujur sama gue sekarang!" Farel berkata tegas.