kamu seperti awan, aku berjalan mendekatimu, tapi kamu berjalan untuk mendekati yang lain, sesederhana itu, perasaanku tidak terbalas.
^
Saat cowok dengan julukan 'Playboy' berhasil berubah hanya karna satu cewek.ane...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tidak ada yang salah dengan berkorban demi kebaikan.
☁☁☁☁☁☁
"Kamu kemana aja si? Aku telfon ngga diangkat angkat!" Kesal Niken di sebrang sana.
"Kenapa?"
"Kok malah tanya kenapa, aku tanya kamu darimana aja!"
"Aku lagi banyak pikiran, kamu mau apa?" Ujar Farel terdengar frustasi.
"Aku mau ke mall, belanja, kan aku udah bilang make up aku habis!"
"Ngga harus sekarang kan? Aku lagi banyak pikiran, Niken."
"Ngga bisa, besok dipake, jadi harus sekarang, kamu dimana? Jemput aku sekarang."
Farel mendengus, ia menghela nafas tidak percaya, "kamu ngga ngertiin aku."
"Kamu yang ngga ngertiin aku!" Balas Niken sengit.
"Aku lagi banyak pikiran gini kamu malah terus terusan ngajak ke mall."
"Kamu banyak pikiran kenapa si? Mikirin Arin? Inget rel, aku tuh pacar kamu, Arin bukan siapa siapa kamu, buat apa kamu mikirin dia."
"Cukup Niken, kita putus." Farel membanting asal handphone nya, ia memukul stir mobil, mengacak rambutnya frustasi.
"Gue harus temuin Arin." Final Farel.
☁☁☁☁☁
"Tante, Arin ada?" Tanya Farel saat Vera baru saja membuka pintu untuknya.
"Oh, Arin, pergi sama Rica, sama Mike juga tadi."
"Kalo boleh tau, kemana ya tan kira kira?"
"Aduh, kurang tau tante,tapi tadi dengar Rica nyebut kata bioskop si."
Farel mengangguk, ia tersenyum simpul,"iya udah kalo gitu saya pamit, makasih ya tan."Farel menyalimi tangan Vera.
"Hati-hati Farel."
☁☁☁☁☁
"Seru banget ya kak film nya!" Seru Rica saat keluar dari bioskop.
"Iya, seru banget." Balas Arin.
"Rica, mau es krim?" Tawar Mike, tentu saja disambut antusias oleh Rica. Merekapun akhirnya mampir pada salah satu kedai es krim.
"Habis ini mau kemana lagi?" Tanya Mike.
"Pulang aja."
"Ih kok pulang? Baru juga jam segini! Rica ngga mau pulang!" Rengek Rica.
"Lho, katanya besok mau balik ke Amerika?jadi harus pulang ya, istirahat."Arin berusaha membujuk Rica, meskipun sangat sulit, namun akhirnya Rica mau pulang setelah es krimnya habis.
Ditengah obrolan mereka, ponsel Mike berbunyi, Mike meminta izin kepada Arin dan Rica untuk mengangkat telfon yang masuk.
" Kenapa?"tanya Mike to the point.
"Lo harus cepet jadian!" Tegas seseorang di sebrang sana."
"Kenapa?" Tanya Mike lagi.
"Turutin aja."
Setelah itu sambungan telefon terputus.
☁☁☁☁☁
Mata Rica menatap kosong ke depan, ke arah sofa ruang tamunya. Farel, sedang tertidur pulas. Rica menghela nafas berat. Sebenarnya ia tidak tega pada kakaknya, tapi bagaimana lagi? Rica tidak mungkin membiarkan kakaknya tetap bersama orang yang salah. Dan ini, adalah cara Rica melindungi kakaknya. Melindungi orang yang selalu melindunginya.
Rica memilih tetap melangkah melewati kakaknya, bisa bisa runtuh dinding kemarahannya jika terus melihat Farel.
"Rica... "
Rica berhenti, ia menoleh pada sofa. Farel tidak terbangun? Ya, sepertinya Farel mengigo. Hal itu membuat Rica tertegun, Farel menyebut nama Rica?
Rica berbalik, ia mendekat, kemudian berjongkok didepan Farel. Matanya mulai berkaca, tapi sekuat tenaga masih Rica tahan.
Pagi harinya, Rica membantu mempersiapkan sarapan, Farel masih belum juga bangun.
Beberapa saat kemudian, Farel terbangun, dan langsung teringat keberadaan Rica, ia beranjak, berlari cepat menuju tangga untuk sampai di kamar Rica, "den, sarapan dulu," Itu suara bibi.
"Rica mana bi?"
"Non Rica, itu di dapur den." Farel bernafas lega, ternyata Rica sudah pulang.
Mata Farel terfokus pada gerak gerik Rica, ia tengah sibuk mengupas buah-buahan, sesekali mulutnya bersenandung mengikuti lagu Korea yang sedang ia putar. Farel terdiam, ragu antara meneruskan langkah, atau kembali saja. Ia takut kedatangannya akan merusak suasana hari Rica. Akhirnya, Farel Beringsut mundur. Bibirnya mengulas senyum tipis.
☁☁☁☁☁
"Gimana, kalian udah jadian?"
Mike menghela nafas, "belum, dia masih bingung sama perasaannya."
"Persetan sama perasaan dia, gimanapun caranya, kalian harus jadian, ngerti!"
Mike menggosok pangkal hidungnya,ia sendiri, masih bingung dengan perasaan, dan permainan yang sedang ia lakukan, "perasaan ngga bisa dipaksain, ken"
" Maksud lo?"terdengar suara geraman marah, "oh, sekarang lo belain dia? Atau lo mau semua u-" Mike memutus begitu saja sambungan telepon yang masih terdengar kicauan mengesalkan dari sebrang sana.
Mike duduk ditepi ranjangnya, menatap lantai yang kosong. Mike tau, ia sedang tidak bisa berbuat apa-apa sekarang.
☁☁☁☁☁
Maap ya, segini dulu, habis ini, siap siap untuk segala konfliknya Yup, hahahaa
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.