32 •• Selesai

1.5K 82 0
                                        

"Semuanya udah selesai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Semuanya udah selesai."

☁️☁️☁️☁️

Apa  yang diharapkan? Apa yang diharapkan dari hati Yang terlanjur mati? Rasanya memuakkan. Memuakkan saat seseorang yang dicintai justu hadir saat kau telah berhenti, saat kau memilih untuk mengakhiri. Benar,kan?

"Rin, berenti sebentar. Sebentar aja," Farel masih terus meminta, motornya tetap bejalan pelan mengiringi langkah Arin yang semakin cepat. Meski Arin masih saja membisu, tak mengeluarkan sepatah katapun, Farel tidak akan menyerah. Ini ternyata menyiksanya.

"Rin?"

"Arin?"

"Kita perlu bicara, Rin." Farel menghela napas berat, ia tahu ini salahnya, tapi hukuman ini terlalu berat baginya. Sungguh, Farel sudah menahan dengan sepenuh hati. Tapi, tidak ada yang bisa selamanya membohongi perasaan,kan? Apalagi, perasaan sendiri. Farel sadar, sesuatu telah hilang dari hidupnya, meninggalkan lubang menganga yang cukup dalam. Tentu saja dalam, sama dalamnya seperti kenangan yang diberikan. Sama dalamnya dengan segala rasa sakit atau bahagia yang dilewatkan.

"Arin gue sayang sama lo!" Teriak Farel pada akhirnya.

Langkah Arin berhenti, tapi kepalanya tidak menoleh sama sekali. Tidak masalah, Farel hanya ingin Arin mendengarkannya kali ini.

"Udah cukup, cukup Rin. Gue ngga sanggup lo jauh dari
gue, rasanya sebagian dari diri gue menghilang."

"Gue sadar sekarang kalo lo udah jadi sebagian dari hidup gue. Lo udah jadi bagian yang ngisi perasaan gue. Dan lo udah jadi alasan atas sedih Dan bahagia yang gue rasain."

"Gue.. gue sayang sama lo."

Langkah Arin kembali melaju, mengabaikan suara Farel Dan segala ungkapannya. Terbawa angin yang tak terlihat bagi Arin.

"Lo bilang lo sayang sama gue Rin!" Farel kembali berteriak, "lo bilang sendiri lo suka sama gue!" Dan kali ini, ia berhasil menghentikan kembali langkah Arin.

Arin sudah tidak tahan. Ia menghapus air matanya. Menoleh cepat ke arah Farel, yang menatapnya kecewa.

Arin tersenyum hambar, merasa lucu dengan sosok didepannya saat ini. Senyum singkat itu, menghancurkan hati Farel. Bukan senyum Manis Yang dulu sering Farel lihat, senyum ceria yang menyenangkan saat dilihat, tapi senyum hambar tanpa perasaan.

Arin kembali berjalan, tanpa mengatakan sepatah katapun.

"Lo ngga bisa mengabaikan gue kaya gini, Rin!" Farel masih tidak menyerah.

"Shafarina Quize!"

Lagi, Arin berhenti.

"Kenapa?"

Farel menatap raut wajah tanpa ekspresi Arin dengan bingung. Pertanyaanya tak bisa ia mengerti.

"Kenapa gue ngga bisa mengabaikan lo? Kenapa?!" Arin mulai merasa amarahnya kembali naik, rasa sakitnya kembali terasa.

"Lo bilang gue sayang sama lo?iya?" Arin tersenyum lagi, "Dan lo bilang gue ngga bisa mengabaikan lo?" Perlahan, Arin berjalan mendekat ke arah Farel Yang sudah turun Dari motornya. Bergeming, mendengarkan apapun yang akan Arin ungkapkan.

"Point pertama, lo bener. Gue sayang sama lo. Tapi, apa yang lo lakuin waktu gue ungkapin itu semua?"

"Lo mengabaikan gue, Rel," ucap Arin pelan, tapi menusuk. Bagi Farel,maupun baginya yang kini mulai meneteskan air mata lagi.

"Apa sekarang lo ngerti rasanya? Saat orang yang lo cinta justru ngebiarin ungkapan perasaan yang udah lo siapin dengan segala keberanian. Saat orang yang lo cinta justru berusaha menghilang dari hidup lo, menjauh, bahkan benci! Sekarang lo tau?"

Isakan mulai terdengar, sedangkan Farel masih memperhatikan dengan tenang. Meski hatinya hancur tak karuan.

"Dan dengan gampangnya, lo larang gue buat ngga peduliin ucapan lo itu?"

"Rin.." Farel menanggil dengan nada tenang, "ini bukan lo."

"Lo bener, ini bukan gue. Dan lo yang udah ngubah gue. Lo Rel!"

"Karna ada saatnya, orang yang selalu tersenyum bahkan saat hatinya ngga lagi utuh itu muak. Ada saatnya semuanya berubah. Ada saatnya orang yang selalu diabaikan juga akan mengabaikan. Semua itu ada saatnya, Rel."

"Lo tau kenapa? Karna rasa sakit adalah senjata yang bisa ngendaliin seseorang. Yang bisa ngubah orang itu menjadi lebih baik atau jadi buruk sekalipun."

"Dan disini, lo. Lo yang udah nyiptain rasa sakit itu. Jadi lebih baik lo terima apa yang seharusnya lo dapet."

"Semuanya udah selesai." Arin kembali melangkah pergi, tapi Farel berhasil mencekal tangannya.

"Ngga Rin, ini belum selesai," Tegas Farel.

Arin menghempaskan tangan Farel yang mencekal tangannya, "Apa lagi? Gue muak!" Arin kembali melangkah, menyusuri jalan dan meninggalkan langkahnya. Langkahnya yang sempat terasa Indah, yang sempat sangat menyenangkan. Kini, beeganti dengan langkah baru yang penuh pilu.

"Semuanya belum selesai , Rin." Gumam Farel, menatap punggung Arin yang semakin menghilang,dibawah lampu jalan yang temaram.

☁️☁️☁️☁️☁️

AWAN {End}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang