Epilog

2.8K 88 4
                                    

Shafarina Quize

Langit yang Indah itu tidak selalu biru, mendung sering sekali datang. Senja yang menakjubkan itu hanya hadir sekilas. Pelangi sangat jarang datang, tapi ia terlihat begitu menawan. Bintang dan bulan tidak hadir setiap malam, tapi mereka selalu menjadi teman yang menenangkan.

Bagiku, seperti itulah hidup. Tentang bahagia maupun duka, semuanya hanya fase yang harus dijalani, untuk kemudian di lewati. Hari ini hanyalah akan menjadi kemarin di esok hari. Dan kemudian menjadi masa lalu. Terus begitu.

Mengenal Mike dan Farel Dalam satu waktu membuatku banyak belajar. Tentang rasa percaya maupun penghianatan. Hari itu, hari saat aku tau semuanya, hatiku benar-benar mati. Aku dibohongi. Aku bahkan sempat tidak percaya pada lelaki lagi.

Farel, meninggalkanku karna pacarnya. Mike yang aku anggap paling mengerti melebihi siapapun, tenyata hanya memainkan perannya sebagai pesuruh.

Aku membencinya, aku membenci mereka berdua. Sosok yang tadinya amat penting, kemudian berubah menjadi luka yang terukir dalam. Aku memutuskan semua hubunganku dengan mereka saat itu. Aku melepaskan semuanya.

Namun, disuatu hari aku menemukan surat didepan rumahku.

Arin, hari ini aku menunggumu.

Itulah isi surat yang tertulis. Tidak butuh waktu lama bagiku, aku langsung tau siapa pengirim surat itu. Seseorang yang pasti sedang menungguku di danau komplek.

Aku sempat ragu harus datang atau tidak. Semenjak kejadian itu, aku selalu menghindarinya sebaik mungkin. Tapi, persahabatan bertahun-tahun bukanlah sesuatu yang sebentar dan mudah dijalani. Banyak kenangan yang sudah terlanjur dilalui, haruskah hilang hanya karna rasa benci?

Sore itu, aku memutuskan menemui si pemilik surat.

Dibawah langit senja, kami berbincang. Meminta maaf satu sama lain, berusaha mendewasakan diri.

Sore itu, aku kembali berbincang soal senja, kali ini bersama sosok yang berbeda. Aku tidak lagi bertanya banyak hal, karena aku sudah menemukan semua jawabannya saat membicarakan ini bersama Mike. Oh ya, ngomong-ngomong soal Mike, dia menghilang begitu saja. Aku tidak pernah melihatnya lagi di sekolah. Tapi biarlah, aku juga tidak ingin mengingat luka itu lagi.

Alih-alih mendefinisikan perilah senja, orang disampingku  ini malah mengumpat. Katanya, senja itu buruk. Buruk karena ia Indah, namun hanya sesaat. Buruk karena setiap kali ia datang, maka akan ada rasa kehilangan. Buruk karena kedatangannya seringkali membawa kenangan.Begitu katanya.

"Awan." Ucapnya, dibawah indahnya jingga senja, ia malah menatap awan.

"Lo pernah coba ngejar awan?" Aku menyerngit mendengar pertanyaanya. Untuk apa juga aku mengejar awan?

Belum sempat kujawab, ia kembali menyeletuk. "Semakin lo ngejar Awan, semakin jauh Awan itu. Tapi saat lo berhenti berlari, Awan itu juga akan berhenti menghindar."

Aku memiringkan kepala. Ia menengok ke arahku. Tersenyum sekilas. "Artinya, kadang lebih baik lo diem dan tetep memandangnya dari jauh. Karna semakin lo kejar, sesuatu itu akan semakin menjauh."

"Ngga semua, hanya beberapa hal aja," tutupnya, kemudian menatap langit lagi.

Dibawah awan itu, aku tersadar. Bahwa seharusnya, tak buru-buru aku mengucapkan kata 'suka' padanya dulu, karena efeknya, dia memang semakin jauh.

Tapi kini, kami sama-sama saling tahu, bahwa ada rasa baru yang tumbuh. Yang memilih untuk tetap bersembunyi dulu. Sampai Kami siap untuk menerimanya. Menerima rasa Kami yang sebenarnya telah sama.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 07, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AWAN {End}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang