Tidak pernah benar-benar paham dengan kamu.<><><>
Gadis itu masih dipenuhi kekesalan yang luar biasa. Sila dengan langkah panjangnya keluar dari gerbang sekolah. Bodo amat, sudah meninggalkan Mesya disana padahal dia yang mengajak. Merasa bersalah juga. Tapi ada Bagas disana.Sila pikir, Bagas akan menjadi laki-laki baik untuk Mesya.
Sila duduk di halte bis depan sekolah. Tangannya terlipat di perut. Nafasnya masih tidak beraturan karena benar-benar kesal dengan perilaku Indra yanh aneh itu.
Caper?
Caper model apa?
Tebar pesona?
Seperti apa?
Sila tidak pernah merasa dia cari perhatian atau yang lainnya. Dia adalah Sila, dia tidak perlu mendapat perhatian siapapun. Dia bisa sendiri.
Indra salah bisa berpikir itu tentang dirinya.Kenapa dia harus peduli pada ucapan Indra. Bukannya sejak awal Indra selalu berkata sesuatu seenaknya sendiri.
"Mati! Gue pulang naik apa?" Sila akan menghubungi Mesya. Tapi dia urung, setelahnya berpikir cara lain untuk sampai ke rumah.
Dia menelepon mamanya dan sibuk. Seandainya di depan sekolah setidaknya ada satu siswa atau siswi, Sila yakin dia sudah pulang dan meminta tebengan siapapun itu. Sayangnya, di hadapannya tidak ada apa-apa selain kendaraan yang melewati jalanan depan sekolah. Menghentikan salah satu dari mereka, mana mungkin.
Sila menelepon Viana, tepat saat Mesya diboncengan motor Bagas melambaikan tangan ke arahnya dan tersenyum diikuti motor Bagas yang sudah melaju kencang dan Sila segera mematikan telepon yang masih tersambung dengan Viana yang sedang sibuk membuat kue.
"Gue pulang pake apaan?"
"Kayaknya jalan satu-satunya cuma jalan kaki deh!"
"Betis gue bakal jadi apaan ini?" gerutunya.
"Sila bisa dong!"
"4 km? Duh!"
Sila mulai berdiri dan berjalan di trotoar. Beberapa kali dia ditawari angkutan umum, tapi gadis itu menolak. Tentu saja, dia tidak punya uang sepeserpun. Bisa kena amuk massa kalau gak bayar ongkos.
Matahari sore hari ini cukup menyengat. Seandainya dia tidak menemui Indra untuk mengembalikan topi, pasti dia tidak akan terlambat untuk mendapatkan tebengan untuk pulang ke rumah. Laki-laki itu benar-benar membuat hidupnya sengsara.
Sepertinya ucapan ketika pertama kali mereka bertemu waktu itu. Masih berlaku sampai sekarang.
Tapi, dia juga yang menyuruhnya untuk melupakan dan tidak mengungkit hal itu lagi.
TINN..TINN...TINN...
Sila mempercepat jalannya ketika di belakangnya ada tiga motor dengan knalpot berisik mulai membunyikan klakson yang memekakkan telinga. Sila menoleh lagi, dengan takut. Anak-anak dengan seragam yang berbeda dengannya. Ketiga orang itu tersenyum, seolah mendapatkan mangsanya.
"Berhenti dong!"
"Cewek!"
"Hai Sila!"
Sila berusaha menulikan telinganya. Berusaha tidak mendengar panggilan cowok-cowok itu. Dia sudah mulai berlari di trotoar, dia tidak tahu kenapa laki-laki itu tahu namanya. Darimana mereka tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
INDRASILA
Teen FictionVasila Maheswari, siswi baru di SMA Kencana. Siswi ramah yang selalu ceria. Semula, dia pikir sekolah di SMA Kencana adalah hal luar biasa mengingat sekolah itu adalah salah satu favorit di Jakarta. Tetapi apa yang dia pikirkan berubah total ketika...