Kita itu gak ada ikatan apa-apa. Wajar kalau sama siapa aja.~ Vasila Maheswari
<><><>
Pagi ini Sila sudah siap dengan seragam sekolahnya. Dia turun dari tangga mendapati mamanya sedang mengoleskan selai coklat di atas roti.
"Pagi mah!" Sila mengecup pipi mamanya singkat. Setelahnya duduk di depan mamanya. Hesti meletakkan roti itu di piring Sila dan membuat lagi untuknya.
"Mah, tawaran buat kursus mobil masih berlaku?" tanya Sila sambil memotong rotinya. Hari minggu masih lama. Lebih baik bicara sekarang saja. Mumpung dia bisa ngobrol dengan mamanya.
Sila hanya ingin lebih mudah saja, dia juga tidak memaksa kalaupun tidak boleh. Hari kedepan, lebih banyak tugas lagi belum lagi ada acara sekolah yang dia terlibat ke dalam kepanitiaan.
"Ya boleh dong sayang, kamu mulai kapan terserah kamu. 3 bulan lagi kamu 17 tahun kan?" Sila tersenyum.
"Makasih banyak ya mah!"
"Kamu mau apa aja bilang sama mama, oke!" Sila mengangguk, Hesti meminum kopinya mengambil tasnya di sebelah piring. Memutari meja, mencium pucuk rambut Sila.
"Mama berangkat dulu! Kamu hati-hati!" Hesti berlalu pergi, Sila mendengar deru mobil yang menjauh. Sila menumpuk piring kotor di wastafel. Mengambil tasnya dan berangkat ke sekolah.
Sila seperti biasa naik bis untuk sampai ke sekolahnya. Membayar ongkos dan turun setelah sampai di halte depan sekolah.
Dia harus siap, siap bertemu Indra ketika dia memilih berhenti dengan laki-laki itu.
Sila masuk ke kelasnya, menyapa teman-temannya tidak semangat kemudian duduk di bangkunya sendiri. Bermain ponselnya.
Bel masuk berbunyi.
"Ayo ganti baju!"
Kelas Sila hari ini memang pelajaran olah raga. Semua cewek yang ada di kelas mulai keluar dengan membawa baju olah raga masing-masing untuk pergi ke ruang ganti, yang cowok santai karena berganti baju di kelas. Sudah kebiasaan seperti itu.
Mereka sudah berganti pakaian olah raga masing-masing.
Sila dan teman-temannya kembali ke kelas menaruh seragam.
Mereka semua bergegas ke lapangan karena Pak Dani guru olah raga sekolah sudah meniupkan peluitnya agar mereka cepat berbaris. Setelah semuanya di absen dan lengkap. Pak Dani menyuruh mereka untuk olah raga sendiri dan pemanasan terlebih dulu. Ya, karena dia akan melatih tim basket yang akan mengikuti lomba untuk acara sekolah sekitar 3 minggu lagi.
Jika seperti ini, para siswi sudah asyik sendiri untuk duduk-duduk di pinggir lapangan. Sedangkan siswa sudah mulai berjalan pergi ke lapangan futsal dan mengambil bola.
"Itu kok malah duduk-duduk! Ayo dong yang semangat, basket atau lari-lari. Generasi muda harus sehat!" Pak Dani menepuk-nepuk tangannya memperingati siswi di kelas Sila.
"Yah Pak, lagi panas ini!" jawab Mesya mengeluh. Dari pagi sinar matahari memang sudah terik. Pak Dani hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah anak didiknya yang malas.
"Ayo berdiri! Ayo! Bapak mau melatih dulu, kalian jangan susah dong! Itu lho kayak temen laki-laki mu udah pada lari mainan bola."
"Yah pak!"
"Sambil nunggu mereka ganti baju, kalian main basket dulu! Kiara, Sila tolong ambil bola basket 2 aja di lapangan in door."
SMA Kencana memang luas sekali, favorit juga. Apa-apa tersedia, banyak memiliki lapangan untuk olah raga. Lapangan basket yang ada di dalam biasanya digunakan untuk lomba, semacam gor tapi tidak terlalu besar juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
INDRASILA
Roman pour AdolescentsVasila Maheswari, siswi baru di SMA Kencana. Siswi ramah yang selalu ceria. Semula, dia pikir sekolah di SMA Kencana adalah hal luar biasa mengingat sekolah itu adalah salah satu favorit di Jakarta. Tetapi apa yang dia pikirkan berubah total ketika...