— Cintaiku selamanya jangan pernah berhenti aku butuh dirimu ,
kasih terindahku.-////-
"Sust, tolong Dira ditanganin dengan cepat" kata Biru saat sudah merebahkan tubuh Dira diatas kasur roda rumah sakit.
"Iya , baik pak" ucap sang suster saat kasur roda itu masuk kedalam ruang ICU.
Biru mengusap wajahnya gusar. Lalu mengambil ponselnya dan menelfon Bilal.
"Bang" kata Biru saat telfon baru saja tersambung.
"Kenapa Bi, Dira kemaren kenapa engga pulang?ada sama elo kan?. Ayah pulang nyariin dia"
"Dira masuk rumah sakit, Bang"
"Hah?gila lu ya. Bokap gue lagi pulanh bisa bisa abis kalau tau Dira masuk rumah sakit. Cepet shareloc dimana rumah sakitnya"
Selanjutnya telefon diputus sepihak oleh Bilal. Biru meninju tembok rumah sakit, darah segar mengalir keluar dari tulang tangannya.
"Anjing, rusak semuanya rusak" teriak Biru membuat sekelilingnya menatap Biru dengan tatapan aneh.
-//-
Sudah satu jam Biru menunggu dokter keluar dari ruangan yang sedang Dira tempati.
"Kenapa bisa gini , monyet" ucap seseorang yang dengan kasar langsung meninju Biru.
Laki-laki ini bangkit, hendak melawan namun gagal saat melihat lawannya.
Bilal.
"Gue udah percaya sama lu. gue engga ragu sama sekali sama lu dan apa yang lu perbuat?" Bentak Bilal yang hendak meninju wajah Biru namun tertahan.
"Sudah, cukup Oktaf" suara berat itu membuat Bilal menurunkan tangannya. Ayah Dira.
"Maaf, om" kata Biru yang langsung salim kepada ayah Dira.
"Panggil saya Ayah Dira , saja" kata ayah Dira yang kemudian menepuk pundak Biru dua kali.
Pintu ruang ICU terbuka , dokter keluar dari sana.
"Ada keluarga Randira?" Tanya dokter itu yang membuat ayah Dira menghampiri disusul Bilal dan Biru
"Randira cuma kecapean dan sedang banyak fikiran yang membuat Randira drop " kata sang Dokter "paling besok gadis ini sudah sadar"
"Tidak ada gejala seriuskan dok?" Tanya Ayah Dira , dokter menggeleng.
,"tidak ada, tapi Dira tetap harus dirawat sampai 3hari kedepan untuk kami lihat perkembangannya"
Ayah Dira mengangguk
"Kebetulan Dira sudah boleh dijenguk walau hanya boleh satu orang"
"Terimakasih Dok" kata Ayah Dira mengulum senyum
"Baik, Kalau begitu saya permisi dulu" ujar sang Dokter yang langsung berlalu pergi.
"Ayah masuk dulu liat keadaan , Tsabita" ujar ayah Dira.
Hanya Biru dan Bilal diluar membuat mereka merajut diam.
"Sorry bang, gue engga maksud bikin Dira gini" Biru coba memberanikan diri membuka obrolan. Laki-laki ini lalu terduduk disamping Bilal.
"Lu tau kenapa tadi bokap manggil Dira dengan sebutan Tsabita?" Bukannya menjawab permintaan maaf Biru,Bilal malah melemparkan pertanyaan.
Biru menggeleng.
"Tsadewi Biqaila Tarum, nama panjang Bunda yang disingkat jadi Tsabita. Semenjak almarhum Bunda meninggal, bokap suka manggil Dira itu Tsabita biar serasa lagi manggil Bunda....
.....bahkan wajah Dira, sifat Dira, ketawanya Dira, cara Dira berfikir 80% mirip Bunda itu yang nyebabin gue sama bokap sayangnya bukan main ke Dira....
....Dira itu udah kaya duplikat Bunda yang bikin gue sama bokap engga bisa liat dia kenapa-kenapa saking takutnya untuk kehilangan lagi. Paham gue tadi nonjok lu karna apakan?"
Biru menunduk lalu mengangguk.
"Bagus kalo paham rasanya,gue cuma engga mau kehilangan orang penting dalam hidup gue untuk ke dua kalinya" Bilal lalu menoleh kearah Biru dan mengulum senyumnya " mohon jangan diulang buat ade gue gini"
"Gue dimaafin bang?" Tanya Biru.
Bilal mengangguk.
-///-
Ayah Dira baru keluar dari ruangan Dira setelah 30 menit didalam.
"Bilal,mau masuk?" Tanya sang Ayah. Bilal menggeleng.
"Biru duluan aja, dia lebih berhak"
Biru tak percaya dengan apa yang didengarnya "eh gimana bang?"
"Udah sono, masuk duluan, gapapa."
Biru mengangguk lalu masuk kedalam ruangan.
"Hai"
Biru menyapa Dira yang masih belum sadar. Alat-alat rumah sakit banyak yang terpasang pada gadis itu. Biru mencium pucuk kepala Dira.
"Aku jenguk kamu nih" bisik Biru "bangun yuk, Dira. Aku kangen" tambah laki-laki itu yang kemudian terduduk dan menggengam jemari Dira.
"Jangan buat aku takut , Dira" Biru membuang nafas beratnya "pas aku lagi di pecundangi dunia aku cuma punya kamu,Juno sama Husen yang bisa nerima aku apa adanya"
"Bangun , Dira. Banyak yang butuh kamu juga selain aku"
Tangan Dira bergerak , mata gadis ini mulai terbuka. Biru melihat ini dengan tatapan tak percaya.
"Bi.. bi.." ucap Dira terbata-bata.
"Iyaa , Diraa. Aku"
"Bol...eh tolo...ng pang....gilin Bila..l?" Ujar Dira yang langsung dilakukan oleh Biru. Laki-laki ini memanggil Bilal.
10 menit setelah Bilal diruangan Dira, Bilal kembali keluar.
"Kata Dira, dia engga mau liat lu dulu"
Kata-kata Bilal barusan mampu meruntuhkan setengah dari dunia Biru. Laki-laki ini terduduk dikursi rumah sakit dan mengambil ponselnya.
Biru Wiranda
Bawain intisari atau anggur merah sebotol ke rooftop rumah sakit bokap gua gua tunggu.Pesan yang dikirimkan Biru ke roomchat grup dirinya bersama Juno dan Husen.

KAMU SEDANG MEMBACA
Biru Dan Randira
Teen FictionDari pertemuan Biru dan Randira didepan pintu ruang BK , Dari Dira yang mengobati luka di tangan Biru membuat seorang Biru semakin jatuh cinta dengan Dira. "Sampe ketemu diketidak sengajaan yang lainnya yaaa" "Gapapa anggep aja ini ketidak sengajaan...