Siebenundzwanzig - Warte Auf Mich

955 126 28
                                    


🎶Now Playing : Wait For Me - Ikon

Nanti ketika aku pergi, tunggulah aku
Nanti ketika aku tak disini, tetap tunggu aku
Nanti ketika aku tak lagi di sisimu untuk waktu yang lama, teruslah menungguku
Karena aku pasti akan kembali
Aku akan berjalan ke arahmu
Aku akan memelukmu
Memberikan mu kecupan sayang, dan mengatakan semuanya akan baik-baik saja
Aku hanya pergi sementara, bukan untuk selamanya
Teruslah menungguku agar aku bisa menemukan mu
Ditempat yang sama
Perasaan yang sama
Teruslah menungguku agar aku bisa menemukan mu
Karena aku pergi, hanya untuk kembali



Buku-buku jari kian memutih kala kepalan tak terasa makin mengeras, gigi menggertak tertahan mengeluarkan geraman amarah. Rahang mengencang begitupun seluruh siklus darah yang makin lama makin terasa berdesir menyulut emosi. Terlebih ketika kalimat-kalimat menyebalkan keluar dari bibir seseorang yang tak kalah menyebalkan baginya.

"Papa dengar dari Mama mu, bahwa kau berciuman dengan seorang laki-laki?," Intonasi suara itu benar-benar tenang, namun hanya dengan begitupun mampu membuat nyalinya nyaris ciut, sejak dahulu Ia selalu merasa terintimidasi dari penuturan lembut tapi mematikan itu.

"Itu bukan urusanmu," Ia menjawab tanpa memandang, ukiran klasik pada lantai di kediamannya itu kini lebih menarik perhatian.

"Jadi benar? Apa hubungan mu dengan nya? Sejauh apa?," Kedua jemari yang mengepal diatas paha itu kembali mencengkram, ada luapan emosi yang harus Ia tahan saat ini.

"Sudah kubilang itu bukan urusanmu," kali ini nada suaranya lebih dalam, mempertegas bahwa Ia tak dapat digoyahkan.

"Itu urusan ku, kau itu anakku. Satu-satunya penerus harta warisan keluarga Bang. Maka dari itu kau harus patuh akan perintah ku," Ia mendecih, kekehan sarkastik meluncur diiringi lirikan tajam penuh kilatan pada manik cokelatnya yang tak dapat dijelaskan.

"Aku bukan anakmu," kalimat yang terlontar dari bibirnya itu menuai kerutan keras pada dahi pria paruh baya yang sering Ia sebut 'Papa', begitupun tatapan tak suka dari seseorang yang akrab disapa 'Mama' olehnya.

"Chan! Jaga ucapanmu!," Bentakkan yang tak berarti apapun itu Ia balas dengan kekehan remeh, segala ketakutan yang tadi sempat singgah kini entah menguap kemana. Kini Ia merasa punya sesuatu untuk diperdebatkan tanpa takut untuk terpojokkan. "Aku salah? Baiklah," ujarnya sambil menodong dirinya sendiri.

"Kau pikir Papa tidak tau siapa orang yang kau cintai itu? Kau juga seharusnya tau Chan kalau Papa tidak suka dibantah, seharusnya kau tidak banyak tingkah," sang Papa berkata angkuh, lagi-lagi tawa penuh sarkastik memenuhi gendang telinga.

"Papa juga harusnya tau bahwa aku bukan lagi bocah yang bisa kau kekang seenaknya, aku bukan lagi Chan kecil malang yang bodoh karena selalu percaya akan kata-katamu Papa. Lebih baik kau urusi segala uang-uang dan rekan hidupmu ini, jangan hiraukan aku seperti yang kau lakukan sejak dulu," Bangchan bangkit dari duduknya, memandang objek pria paruh baya namun masih tampan dan gagah untuk ukuran sesuainya juga pada seorang wanita paruh baya yang selalu saja jadi wanita paling cantik dalam hidupnya. Jauh di lubuk hatinya, ada secercah harapan bahwa mereka adalah orang tuanya, bukan hanya orang tua sebagai identitas saja, namun orang tua yang sesungguhnya. Yang sejak dulu tak pernah Ia dapatkan sama sekalipun, setelah Ia kehilangan dunianya.

"Papa tidak akan tinggal diam, ini baru peringatan Chan. Jika kau bertindak lebih jauh, kau akan tau akibatnya," itulah yang Papa nya katakan sebelum Ia membalik tubuhnya enggan melakukan kontak mata lebih lama.

"Papa tau apa penyebab Kakak pergi? Itu karena kegoisanmu. Aku bersumpah, aku membencimu untuknya," setelah mengatakan itu, kakinya melangkah keluar ruangan yang dulu selalu jadi tempat favoritnya ketika Ia rindu pelukan sang kepala keluarga. Namun sekarang, ruangan itu adalah tempat yang paling Ia benci, seluruh penjuru dari rumah mewah bak mansion itu sangat Ia benci.

💮

Langkah tiap langkah kaki itu meninggalkan jejak diatas jalanan, begitu beraturan hingga tak menimbulkan rasa sesak karena kelelahan. Sedangkan matanya menatap fokus pada layar benda pipih berbentuk persegi panjang yang selalu hinggap di saku atau di dalam tas nya. Ia sedang menanti panggilan atau setidaknya pesan dari yang terkasih, karena sejak kemarin tak ada kabar apapun Ia dapatkan dari seseorang yang baru dua hari resmi menjadi pemilik hatinya itu.

Saking tak fokus pada apapun, tiba-tiba---BRUGHHH!!

Tubuhnya yang tak siap itu hampir saja menyapa permukaan jalan jika saja tangan seseorang tidak menyangga punggungnya, pupilnya melebar sebab Ia cukup terkejut akan kejadian itu. Iris pekat indahnya menangkap sosok asing tengah menatap khawatir padanya, yang mana adalah seseorang yang entah baru Ia tabrak atau menabraknya.

"Kau tak apa?," Kelopak matanya berkedip-kedip ketika mendengar suara orang itu bertanya padanya, mencoba mengembalikan kesadaran yang sempat terpental jauh entah kemana.

"Y-ya.., terima kasih," merasa tidak enak karena terlalu nyaman pada posisi yang sama, Ia segera melepaskan diri. Sedikit memikirkan apakah orang tersebut merasa keberatan karena menopang berat tubuhnya.

"Maaf aku tidak lihat, kau tidak apa-apa?," Ia bertanya tidak enak, sebab Ia merasa ini  salahnya karena tidak memperhatikan jalan dan malah fokus pada ponsel sialannya. Tunggu dulu, ponselnya kemana? Matanya melebar kala menyadari benda pipih yang tadi berada ditangannya kini lenyap, kepalanya menoleh kesana-kemari mencari keberadaan benda pintar itu.

"Mencari apa?," Seseorang yang menabraknya bertanya ketika mendapati dirinya yang kebingungan. "Ponselku, dimana?,"

'Crackkkk!!'

Suara itu menarik perhatian dirinya pada bawah kaki seseorang yang tak Ia kenal itu, begitupun sosok tersebut ikut menundukkan kepalanya untuk melihat benda apa yang baru saja Ia injak. Ia mengangkat kakinya, dan seketika bibir keduanya melebar ingin berteriak namun tak mampu mengeluarkan suara apapun saat sadar benda apa yang baru saja mengeluarkan bunyi aneh itu.

"Ponselku....," Lirihnya menatapi sedih wujud smartphone nya yang bagian layarnya retak hampir seluruh bagian, benar-benar setengah remuk. Kepalanya terasa pening seketika.

"Sorry, aku tidak sengaja. Ya Tuhan,", pria tersebut menunduk untuk mengambil benda malang itu, sedangkan Ia mengerucutkan bibirnya menahan tangis. Meratapi benda pipih itu tampak mengenaskan.

"Apakah ini rusak? Ya Tuhan bagaimana ini," pria tersebut melihat bolak-balik ponsel tersebut, mencoba menyalakan benda tersebut siapa tahu keajaiban datang padanya.

"Jelas saja itu ruusaakkk...,", Ujarnya melihat ponsel tersebut, bagaimana Ia bisa mencari tahu kabar tentang kekasihnya kalau benda itu rusak.

"Benda yang malang, baiklah-baiklah akan aku perbaiki. Berikan padaku," ponselnya kembali diambil alih dari tangannya, ekor matanya mengikuti ponselnya yang berpindah tangan.

"Tidak perlu, aku akan beli yang baru saja,", ujarnya karena menyadari bahwa ponselnya sudah sekarat. "Kalau begitu biar aku ganti, ini kesalahan ku," ujar pria itu lagi, Changbin menggeleng tak mau.

"Tak apa, aku akan beli sendiri saja,", Ia kembali ingin mengambil ponselnya itu, berniat untuk memberikan penghormatan terakhir pada benda tersebut. Namun tak bisa sebab pria itu malah menarik tangan, tak membiarkan dirinya mengambil benda tersebut.

"Siapa namamu?,"

"Tidak perlu, akan aku beli sendiri saja!,"

"Siapa namamu?," Ia mendengus, mendelik tak suka pada sikap pemaksa dari pria yang Ia rasa lebih tua darinya beberapa tahun. "Changbin!," Jawabnya ketus. Pria tersebut tersenyum tipis, Changbin sedikit terperangah ketika mendapati senyum tersebut nampak tak asing dimatanya.

"Baiklah, Changbin kau tidak sibuk kan? Sekarang ikut aku, akan aku ganti ponselmu," ujar pria yang tak dikenalnya itu. Changbin ingin menolak namun Ia ingat uang nya untuk membayar kuliah, namun tak mungkin semudah itu Ia mengiyakan.

"Baiklah, jangan lama karena aku ada urusan lain," ujar Changbin kemudian.

Sedangkan pria yang tak dikenalnya itu terkekeh, sifat Changbin itu mengingatkan dirinya pada seseorang. Oh tidak, tiba-tiba Ia merindu.

-tbc-

Clue untuk cast terakhir : sangat baik dan sempurna....

31 Juli 2019

[6]Home | ChanBin | Chan x Changbin [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang