Vierunddreißig - Gegen Ende

844 96 13
                                    

🎶 Now Playing : Lullaby - Onew (Shinee)


Pernah berpikir bahwa semua kerja keras yang kau lakukan pasti akan terbayarkan dengan baik? Pernahkah pula kau berharap bahwa yang namanya hasil tak pernah mengkhianati proses? Layaknya pepatah sehabis hujan terbitlah pelangi. Atau pepatah lain tentang bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian. Mungkin Changbin sedang berada di fase itu. Fase dimana Ia memanen segala yang Ia tanam. Kemudian menikmati hasil panennya dengan baik.

Changbin beruntung. Tuhan masih berbaik mengulurkan tangan membantunya. Dewi Fortuna masih menembakkan panah keberuntungan padanya. Barangkali Ia akan menangis bahagia dengan apa yang terjadi padanya.

Bangchan yang akan menikahinya ketika segala sesuatu telah selesai nantinya. Meski pada akhirnya semua itu hanya angan belaka, setidaknya Ia dan Bangchan pernah mengukir rasa bersama. Meski masih belum ada orasi persetujuan dari orang tua Bangchan. Setidaknya, Changbin bersyukur karena Ia masih punya harapan. Changbin tahu, Ia pasti akan menemukan titik puncak kehidupannya. Dimana pada saat itu Ia akan bersimpuh penuh rahmat sebab segala sesuatu yang telah diberikan padanya. Ia yakin, tidak akan ada yang Ia sesali, setidaknya untuk saat ini.

"Mari kita cari tahu apa yang membuat kekasih ku ini terus tersenyum sepanjang hari. Apa yang membuat mu begitu senang?" Sebuah rangkulan hangat pada pinggangnya itu menyita perhatian, ketika aroma familiar itu merasuk indera penciuman, yang dipeluk menggeleng sebagai respon.

"Tidak ada, aku hanya merasa sangat baik saja." Changbin memutar tubuhnya, kemudian membawa dirinya untuk memeluk tubuh tegap itu. Tubuh kekasihnya, Bangchan.

"Pasti ada hubungannya denganku." Bangchan membalas pelukan hangat itu, yang kian menghangatkan hatinya pula. Diberinya kecupan ringan pada pucuk kepala sang terkasih. "Cih, percaya diri sekali anda Tuan Bang."

"Memangnya aku salah?" Bangchan membawa Changbin agar menatapnya, kemudian yang lebih muda terkekeh pelan. Suasana apartemen kecil itu benar-benar syarat akan aroma cinta.

"Kau sepenuhnya benar." Usakan gemas pada pucuk legam itu tak terelakkan, Bangchan merasa puas akan perkataan Changbin. "Such a cutie you are."

"Oh ya, kau tidak mau bertanya apapun tentangku dan Kak Henry? Kau tidak penasaran?" Changbin menggeleng, "Tidak, aku memang sengaja agar kau menjelaskannya sendiri padaku. Toh itu semua tidak ada sangkut pautnya denganku, tidak pantas jika aku menuntut penjelasan padamu." Salah satu dari sekian banyak daya tarik Changbin yang disukai oleh Bangchan. Changbin selalu bertindak sesuai porsinya. Tak pernah ikut campur akan urusan orang lain, selalu menjadi pihak penengah. Kebaikan apa yang Ia lakukan di kehidupan sebelumnya karena mendapatkan seseorang seperti Changbin.

"Semuanya akan jelas hari ini. Kak Henry memintaku untuk datang kerumah orang tuaku. Selain menjelaskan semuanya, aku ingin meminta izin mereka sekali lagi untuk menikahi mu. Meskipun aku tidak menyukai, setidaknya aku harus mengatakannya pada mereka." Mendengar itu tak elak membuat Changbin terdiam seketika. Berbagai ragam opini menakutkan muncul dikepalanya, tentang bagaimana respon dari orang tua Bangchan.

Bangchan melihat wajah yang tampak tegang itu, kemudian Ia tersenyum lembut sembari mengelus pipi gembul milik sang kekasih yang terasa halus "Tenang saja, semuanya akan berjalan baik-baik saja."

Meskipun Bangchan tak kalah gugupnya dari Changbin, setidaknya Ia tak boleh terlihat goyah. Ia ingin Changbin yakin bahwa Ia tak pernah main-main.


🌸


"Tidak, sekalipun aku mati tidak akan pernah aku mengizinkan mu untuk menikahi orang ini." Tolakan mentah-mentah oleh sang Papa itu hanya dibalas dengusan sebal oleh Bangchan setelah Ia mengutarakan maksud kedatangannya dengan Changbin.

"Yang Papa maksud 'orang ini' itu siapa? Orang ini punya nama, dan namanya Seo Changbin. Calon pasangan hidupku." tanpa takut Bangchan membalas perkataan Papanya, sekali lagi agar Changbin semakin percaya padanya. Yang Ia butuhkan sesungguhnya bukan izin dari dua orang yang mengaku sebagai orang tuanya ini, melainkan kepercayaan itu sendiri.

"Dan ada satu aturan penting yang kalian lupakan soal kehidupanku. Yaitu kalian bebas ingin menjadikan ku seperti apa, menentukan sekolah dan pekerjaanku, mengatur tentang segalanya. Tapi, yang paling aku tegaskan adalah jangan pernah ikut campur akan urusan percintaan ku. Mau dengan siapapun aku berkencan, tidur, apalagi menikah. Kalian tak punya hak apapun akan hal itu." Changbin tak mampu bertindak, Ia hanya bungkam sembari mendengarkan sekaligus merasa heran. Bagaimana bisa si brengsek gadungan yang tengah menggenggam erat jemarinya ini jadi sangat mengagumkan? Kenapa setiap kata yang keluar dari bibir Bangchan bagaikan sebuah visi menakjubkan bagi Changbin?

"Kau anakku Chan. Aku Papamu."

"Aku memang anakmu, tapi selama ini aku tidak pernah tuh merasa punya orang tua. Bukankah anakmu adalah uang-uang itu? Cih, giliran sekarang saja baru menganggap ku anak. Tidak sadarkah kalian telah melenyapkan kehidupan salah satu anak yang kalian lupakan? Orang tua macam apa yang mematahkan sayap anaknya sendiri." Tutur Bangchan sarkastik. Changbin makin gugup sebab Bangchan melangkah terlalu jauh.

"Kalau kau tetap membantah semua fasilitas yang Papa berikan padamu akan Papa sita. Tidak ada tahta apalagi harta." Bangchan malah tergelak mendengar omongan kosong itu.

"Changbin itu tahta dan hartaku. Ambil saja semuanya, aku sama sekali tidak butuh. Aku meminta izin pada kalian hanya sebagai formalitas." Nampak Mama Bangchan menggertakkan giginya geram. Changbin sudah tak punya tenaga untuk mengangkat kepalanya. Ia tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya dan Bangchan nantinya.

"Omong kosong--"

"Maaf, tapi omong kosong kami lebih baik daripada hartamu. Papa." Kontan ketika suara itu menginterupsi seluruh atensi tertuju pada pintu masuk dimana disana terdapat dua orang pria berbeda usia tengah berdiri sambil berpegangan tangan. Tak ada yang tidak terkejut kecuali Bangchan tentunya.

Sedang Changbin semakin bingung ketika mendapati seorang lelaki yang Ia ketahui bernama Henry itu tengah berpegangan tangan dengan Seungmin. Kim Seungmin. Seungmin yang Ia kenal.

"Chan, tunggu diluar. Ada yang harus dibenahi disini." Titah Henry, seraya membawa Seungmin berjalan disampingnya dengan elegan. Sama sekali tak tampak keraguan disana. Seakan semua ini telah dinanti sejak lama.

Bangchan mengangguk patuh, menyeringai ketika mendapati wajah kedua orang tuanya menegang. Tentu saja terkejut ketika melihat kembali anak mereka yang telah pergi selama sepuluh tahun lamanya tanpa kabar. Yang kembali memperlihatkan diri dengan perasaan tangguh yang sama seperti sepuluh tahun silam. Mungkin sudah saatnya untuk menyadarkan pasangan suami istri itu. Yang menelantarkan kedua anaknya demi eksistensi dan misi semata.




-tbc-

Hampir selesai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hampir selesai...

01 Oktober 2018

[6]Home | ChanBin | Chan x Changbin [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang