Hangyul's POV
Balik ke apartemen jam delapan malam mungkin waktu tercepat gue pulang di akhir pekan. Tapi yang gue temuin pas buka pintu adalah Chaerin yang rambutnya awut- awutan dengan tissue dimana- mana disertai isakan tangis. Gue mematung sebentar di depan pintu, dan dia berusaha menutupi wajahnya. Oke, kayaknya dia emang kenapa- kenapa. Gue sedikit membuang ego dan menuangkan air putih di dua gelas, lalu duduk di meja makan bersamanya.
Gak ada satu pun perbincangan diantara kami, bahkan kalimat 'hai' pun gak keluar dari mulut kami berdua. Paling gak, dia gak sendirian karena gue tahu betul dia butuh seseorang. Gue dengan cepat chat Minju buat dateng kesini, kalo bisa sekalian nginep.
Gue juga gak nyaman kalau harus mendengarkan masalah pribadi Chaerin, karena, lagi, gue dan dia baru kenal seminggu. Rasanya gak layak kalau gue ikut campur masalah pribadi dia.
Sepuluh menit kemudian, bel apartemen bunyi. Minju dateng dan langsung melihat sahabatnya yang kaya orang depresi.
"Lo gak ngasih dia alkohol kan?"
Gue menggeleng. "Cuma air putih. Gue ke kamar ya," ujar gue sambil memasang earphone dan berjalan ke kamar.
Chaerin's POV
"Ah anjing, kok lu dateng sih?" kata gue sambil sedikit mengulas senyum ke Minju. Gue udah gak nangis kok, malah gue nangis cuma dua menit, kali? Gue lemes aja gitu.
"Lo kenapa?" tanya Minju sambil duduk di kursi depan gue. Gue diem, gak bales omongan Minju.
"Rin, cerita sama gue dong. Gue merasa ga guna jadi temen lo."
Gue menghela nafas panjang lalu menguncir rambut gue yang acak-acakkan. "Eunsang nelfon gue jir. Pusing gue."
"Dia bilang apa?"
"Dia minta maaf."
Gue memperhatikan gelas yang tadi dikasih Hangyul. Airnya masih penuh, belum gue minum. Kalau dipikir- pikir, Hangyul kesurupan apa sampe mau kasih gue minum? Sampai- sampai nelfonin Minju buat datang.
"Rin, jangan sedih lagi. Gue jadi nyesel bantuin Eunsang nembak lo." Sekarang malah Minju yang manyun. Gue ketawa kecil. Minju emang salah satu orang yang bantuin Eunsang nembak gue waktu gue ulang tahun. Minju ngegagalin semua orang yang mau ngasih surprise ke gue, jadi cuma Eunsang yang ngasih surprise, itupun jam sebelas malem, pas ulang tahun gue mau kelar plus, gue disogok pake chitato dua bungkus gede. Good old days.
"Gue sebenernya cuma pengen gue temenan lagi, Ju, sama dia. Kalo kaya gini kan gue kayak lost contact gitu," ujar gue. Minju memaksakan sebuah senyum. "Serius ya, kalau ada apa- apa lo harus cerita ke gue."
"Yes, Sir! Oh, janji ya kalo lo sama Yohan gabakal kayak gue dan Eunsang," kata gue sambil senyum gigi ke Minju. Pipi Minju langsung berubah merah.
"Iya," katanya pelan.
Dan malam itu, gue bener- bener menumpahkan segala keluhan gue ke Minju, sahabat gue yang paling betah dan tahan ngehadepin sifat gue yang gak jelas ini.
Hangyul's POV
Tumben banget hari Sabtu gue hangun jam setengah tujuh pagi, dan udah ada Minju yang kayanya siap- siap mau pulang.
"Oit. Mau pulang lo?" tanya gue.
Minju menatap gue sambil merapihkan isi tasnya. "Iya, dijemput Yohan," ujarnya pelan sambil sesekali merapihkan rambutnya yang berantakkan.
"Chaerin mana?" tanya gue diliputi dengan gengsi. YA GENGSI LAH, DUH. "Masih tidur, by the way, Gyul. Gue boleh minta tolong gak sama lo?"
"Sure, why?"
"Please banget keep an eye on Chaerin. Jangan biarin dia minum alkohol dulu, dia kebiasaan banget kalau ada masalah pasti lari ke alkohol," ujarnya. Gue mengangguk pelan. Inimah namanya gue awasin anak kecil. Tapi ya namanya juga amanat, dan kalo Chaerin kenapa- kenapa-amit-amit-gue gabakal mau tanggung jawab.
Gak lama kemudian, Minju pulang, disusul dengan Chaerin yang bangun dengan mata yang kelihatannya gak sembab. Baguslah. Dia berjalan ke arah kulkas dan berusaha mengambil Jack Daniel's yang emang gue stock di apartemen. Sontak, gue langsung berdiri di depan kulkas.
"Minju udah pulang?" Gue mengangguk.
"Terus lo ngapain di depan kulkas gini sih? Awas kek, gue mau minum." dia mendorong sedikit badan gue, dan bener aja dia ngambil Jack Daniel's.
"HANGYUL, APASIH?" teriak Chaerin saat gue merebut Jack Daniel's yang tinggal ⅞ dari tangannya dan meneguknya habis.
"Lo gak boleh minum alkohol."
Dia menautkan alisnya, wajahnya membentuk ekspresi gak sukanya sambil mengambil susu kotak rasa mocha.
"Dan lo gak punya hak buat ngelarang gue," katanya.
"Sumpah ya, Chaerin. Ini Minju yang suruh. Kalo lo kenapa- napa, gue gamau tanggung jawab," ujar gue sambil ikut duduk di meja makan.
"Gue juga ga butuh tanggung jawab lo, Lee Hangyul."
Gue mengepalkan kedua tangan gue. Untung dia cewek, untung dia cewek. "Gue berusaha baik," ujar gue pelan sambil memaksakan senyum terulas di bibir gue. Gue gak percaya kalo wanita di depan gue adalah orang yang sama dengan wanita yang semalem bertingkah kaya orang depresi.
"Thankyou, then. I appreciate it," kata dia sambil memutar bola matanya malas
"Lo kemana hari ini, Gyul?"
"Lo mau tau banget?" kata gue sambil menyeruput kopi yang barusan gue bikin. Chaerin memutar bola matanya malas. "Please deh, gue juga berusaha baik, ya."
"Loh, siapa duluan yang jutek?" balas gue.
"OKAY, FINE. I'M SORRY. PUAS?" katanya dengan suara yang agak tinggi. Asik juga rasanya bisa ngejailin orang selain adek gue, a.k.a si lumba- lumba, Dohyon.
"Gue hari ini jalan sama Hyerin. Kenapa?"
"Nanya aja. Tolong bawa makanan pas pulang, gue gamau masak dan gamau pesen."
"Anjing, emangnya gue siapa lo, sih?"
"You are my.. Roomate." katanya sambil berjalan pergi menuju kamarnya. Gue cuma geleng- geleng kepala melihat tingkahnya. Tolong ya, kenapa gue jadi dibabuin gini?
KAMU SEDANG MEMBACA
✔meeting lee hangyul
Romancejadi roomate hangyul? mending mati. was 1st in #hangyul was 3rd in #X1 was 4th in #namdohyon