bonus chapter; 2

573 75 1
                                    

Asal kalian tahu, akhirnya gue harus pulang weekend ini. Bokap gue yang minta, dan gue gak berani nolak. Ternyata, dalang di balik bokap yang nyuruh gue pulang adalah MINJU YANG NGADU KE NYOKAP KALAU GUE GAK MAU BALIK. Kesel sih, tapi ya kalau dipikir- pikir, buat apa juga gue di apartemen sendiri? Malah menyedihkan jatuhnya.

Ini Jumat sore, dan Hangyul sama Kendra yang nganterin gue balik. Hihihi, lucu banget.

"Chaerin gemes deh," ujar Hangyul yang lagi menunggu lampu merah berubah jadi hijau. Gue memandangnya bingung. "Ha? Lo mau apa cepetan, gak usah muji- muji," respons gue.

"Ih enggak. Aku mau laporan aja, gak bisa nganterin kamu ke event. Aku harus nyetirin ayah sama mama," katanya sambil cengengesen. Gue menggeleng, "Harus banget laporan?"

"Aku takut kamu marah."

"Astaga, Gyul. Enggak. Nggak bakal. Family on top, right?" tanya gue sambil mengangkat alis. Ia tersenyum lega. "Right."

"Oh iya. Ini beneran sekeluarga besar kamu ikut?"

"Gak tahu sih jadinya gimana."

"Hmm. Semoga Jeno sama Kak Jaehyun gak ada."

Sampai depan rumah, Hangyul langsung menghentikan Kendra. Gue bisa melihat Keumdong yang ada di balkon kamar melambaikan tangannya ke arah gue. Mungkin dia bingung, ini siapa, kok pake mobil nyentrik banget. Yaa, manusiawi. Mobilnya juga beda dari yang Hangyul bawa ke rumah waktu itu.

"Mau mampir?" tanya gue sambil merapihkan beberapa barang yang tercecer di kursi penumpang. Gue cuma bawa tote bag yang isinya beberapa laporan praktikum, binder, dan some important stuffs.

Hangyul menggeleng. "Enggak, gak usah."

"Oke—eh, Gyul, buka dulu ini pintunya," pinta gue yang baru ngeh kalau pintu mobil masih kekunci. "Kita bakal gak ketemu loh dua hari. Emang gak kangen?" katanya tiba- tiba dengan nada yang mengesalkan.

"Hah...."

"Cium, kek! Apa, kek!" serunya sambil cemberut. Astaga gemes bangetttttt :(
Gue lalu mencubit kedua pipi Hangyul dan memainkannya. "Uuuuu, bayi. Alay ah! Nanti ketemu lagi. Kalo kangen aku bisa telpon. Ya?"

Dengan berat hati, Hangyul mengangguk pasrah dan ia malah mengalihkan pandangannya ke bagian belakang gue. "Rin, itu Papa sama Keumdong keluar," katanya. Gue nengok, dan bener aja, Papa ada di pekarangan rumah dengan kaus dan kacamatanya. Di sebelahnya ada Keumdong yang kayaknya baru pulang basket.

"Aku keluar deh, Rin," katanya sambil membuka pintu mobil.

"Om—Hai Donghyun!"

"Udah lama gak ketemu ya, Hangyul," ujar Bokap gue sambil membalas jabatan tangannya Hangyul.

"Hehe, iya Om."

"Gimana apartemennya? Nyaman?"

"Eh iyaa, makasih banyak Om udah dicariin unit. Betah kok, Om," balasnya. Dasar cari muka. HEHE GAK DENG. AMPUN.

"Kak Hangyul mobilnya baru?" tanya Keumdong tiba- tiba. "Hehe.. Iya. Bagus gak, Donghyun?"

Keumdong malah menatap gue. Gue udah mengancam dia dengan tatapan 'gak usah ngomong macem- macem lo bocil' dan dia malah nyengir gak jelas.

"PAPA! INI LOH MOBIL YANG KAKAK MAU!" teriaknya. Astaga. Bener kan. kalau gue gak sayang sama Keumdong... udah gue apain itu bocah.

"Keumdong."

"Heheheh."

Bokap gue tersenyum. "Jadi gak usah dibeliin ya? Pake aja punya Hangyul. Iya nggak? Eh tapi jangan dikasih nyetir, masih nggak bener."

✔meeting lee hangyulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang