Bab 9

1.7K 224 3
                                    

"Iya kan Rin? Bener gak gue?"

"Hah, apanya coba? Gausah sok tau makanya."

"Lah jadi bener a—"

"Udah ya Gyul, gue mau tidur ah. Ngantuk," ujar gue sambil berjalan meninggalkannya dan masuk ke dalam kamar. Slipper ungu gue lepas dah gue membaringkan tubuh di atas kasur terempuk di dunia.

Beberapa kali gue mengerjapkan mata membayangkan kalimat Hangyul tadi. Apa iya gue suka sama Kak Wooseok? Darimananya? Emang keliatan banget?

Ya emang sih, Kak Wooseok itu.. idaman. Tapi bukannya selama ini tuh gue cuma mengagumi doang ya? Ya kayak jadi fans aja gitu. Beda, kan, sama suka? Iya kan? Ya kan? Plis jawab iya.

"AAAAAAAA" teriak gue pelan sambil menutup wajah dengan bantal. Jangan sampai Hangyul denger gue teriak gini, atau gue bisa di–cap gila sama manusia satu itu.

"Masa gue suka sama Kak Wooseok? Apaan sih nih?"

Gue mengacak rambut pelan.

"Halah, keliatan banget lah, Kak Wooseok suka sama lu, dan it seems lu juga suka dia. Iya ga?"

Pipi gue mendadak panas. MASA IYA KAK WOOSEOK SUKA SAMA GUE? GUE YANG KENTANG INI??? WOI, beda kasta anjir, gila.

"AAAAA" gue merubah posisi gue menjadi duduk sembari memikirkan ke siapa gue harus menceritakan tenyang hal ini. Bukan ke Minju lah yang jelas, pasti bakal awkward banget malah aneh.

Gue memikirkan sekelebat nama calon- calon orang yang bisa gue curhati dan menyeleksinya satu- satu.

Hangyul. Sisa Hangyul?

Harus banget cerita ke Hangyul? Aduh.

💫💫

Suara ketukan di pintu membangunkan gue. Gue mengacak rambut, lalu melihat layar ponsel gue untuk melihat jam.

06.30

"Chaerin, bangun woy!" teriak seseorang di balik daun pintu yang bisa gue pastikan itu Hangyul.

"PERGI AH GYUL, NGANTUK ANJIR."

"GEREJA BEGO, INI HARI MINGGU."

"GUE GEREJA SORE, UDAH LAH DIEM."

Abis itu, suara bacot Hangyul menghilang dan gue berasumsi dia ke gereja sendiri tanpa gue. Lanjutnya, gue memeluk kembali guling yang dibalut sprei warna biru dan menyembunyikan lagi kepala gue ke selimut.

Sepuluh menit, lima belas menit.

Sumpah, udah gabisa tidur.

Dengan perasaan kesal, gue memutuskan untuk keluar kamar dan berniat untuk menyeduh caramel latte yang dibawain Minju kemaren.

"Loh, gue kira lu tidur lagi, Rin," ujar sesosok pria yang sekarang lagi mengoleskan selai di roti tawarnya dengan masih menggunakan piyamanya.

"Udah gabisa. Terus, lu ga kok ga pergi?"

"Bareng lu aja deh, sore. Lagian lu masih punya utang sama gue."

Gue mengerutkan dahi. "Utang?"

"To tell me about your story, duh." ujarnya sambil memberikan gue sepiring roti dengan selai kacang—strawberry di dalamnya.

✔meeting lee hangyulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang