Bab 16

1.3K 191 14
                                    

"Dia cuma bangun bentar, ngelantur, terus tidur lagi. Cuma sempet minum air putih," ujar gue ke Seungyoun yang lagi sibuk makanin Fruit Loops di depan kulkas.

"Lo kelas jam berapa?" tanyanya.

"Jam sepuluh. Kenapa?"

Netra Seungyoun bergerak ke arah jam tangannya dan berdecak.

"Elah, masih satu jam lagi. Sarapan dulu, lah."

Oknum tersebut sekarang malah ngambil mangkok dan nuangin fruit loops dan susu kedalamnya. Setelahnya mengoper hidangan itu ke gue.

"Hangyul ngelantur apa?" tanyanya cepat. Suaranya tegas dan langsung menuju sasaran, seolah sudah menerka apa yang sahabatnya katakan.

"Dia nyuruh gue pulang, terus—"
Gue mengelus tengkuk leher, berusaha mengingat apa saja yang ia katakan. Segala- galanya yang terjadi kemarin malam.

Termasuk saat bibir kami bertemu.

That was my first kiss dan gue nggak bisa nggak mikirin itu.

"Terus?" suara Seungyoun menginterupsi. Kedua sudut bibirnya naik, seolah menyadari pipi gue yang memerah.

"Duh, ntar tanya Hangyul aja deh kalau udah bangun."

💫💫

Berjalan sendirian di kampus itu rasanya sedikit aneh, apalagi bukan di fakultas sendiri. Gue entah mengapa berjalan perlahan menyusuri perpustakaan, lalu duduk di salah satu kursi di luarnya. Pikiran gue melayang entah kemana, memikirkan sesuatu yang mencegah gue untuk pulang.

Haruskah pulang ke apartemen? Atau lanjut nginep dirumah Minju?

Tenang aja. Minju merestui gue nginep, bahkan sebulan pun dia enggak akan protes.

Terakhir, soal ciuman itu..

Gue harus apa? Dan apa maksudnya?

Kalau kalian pikir masalah gue dan Hangyul sudah selesai kemarin, kalian salah.

Pertama, Hangyul kemarin mabuk. Dan semua yang dia katakan itu enggak sadar. Mungkin dia memang mau gue pulang, tapi tidak sekarang. Gue bahkan gak tau dia udah maafin gue atau belum.

Kedua, gue masih merasa bersalah. Bahkan gue belum bisa melontarkan kata maaf.

Gue menggoyangkan kaki, hingga akhirnya ada sebuah tepukan di bahu kanan.

"Lah, nggak pulang?" perempuan itu membenarkan surai cokelatnya, namun berantakkan lagi karena angin yang berhembus cukup kencang.

"Enggak, Yen. Bingung mau pulang kemana."

Yena hanya tersenyum seolah melihat gue dengan tatapan kasihan. Ia lalu dengan cepat merubah arah perbincangan kami, menjadi topik yang bisa membuat gue tertawa.

Kayak kemarin, Minhee kehilangan kunci kosnya, ternyata ada di kotak pensil Yena, dan hal bodoh lainnya.

Dari arah belakang, ada gerombolan mahasiswa yang datang ke arah kami. Wajahnya tidak terlihat, namun mereka sangat berisik. Ada beberapa perempuan, namun dominan laki- laki. Mereka duduk jarak tiga meja dari gue dan Yena.

"Loh, Chaerin?" Aah, ternyata Minju dan teman- temannya. Gue tersenyum dah melambaikan tangan sambil berusaha mengenali wajah- wajah yang duduk satu meja dengan Minju.

✔meeting lee hangyulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang