Bab 6

1.9K 267 5
                                    

Gue kembali bertemu malam sabtu, malam yang udah gue tunggu- tunggu selama seminggu ini. Malam dimana gue bisa begadang, bisa tidur sampe siang, bahkan kalau gue lagi kumat, bisa berburu Midnight Sale sama Minju. Tapi buat hari ini, gue mau me time aja, mampir ke starbucks yang ada di lobby, lalu baca novel sampai mampus, diakhiri maskeran cantik. Itu surgawi banget, guys. Gak bohong.

Sudah kira- kira tigapuluh halaman yang sudah gue lewati. Sesekali gue meneguk asian dolce latte panas yang sebelumnya gue pesan. Kata Minju, gue aneh banget karena suka asian dolce latte, atau americano yang pahit, tapi gue selalu jawab 'biar kebiasa buat ngehadepin hidup yang pahit.' Kalau dipikir- pikir, dulu gue juga ga tahan sama pahitnya americano, yang ngajarin—lebih tepatnya, maksa—tuh Eunsang, karena waktu itu lagi begadang bikin proposal, dan dia cuma bisa bikin americano. Tadinya gue ga mau, tapi dia maksa gue karena mata gue udah sayu banget. Bahkan gue dimarahin. "Kalau proposal gak kelar, pokoknya gue gak mau temenin lo ke ruang wakasek mohon- mohon perpanjangan waktu," ujarnya. Padahal Eunsang gak setega itu.

Eunsang tuh selalu ngajarin gue sesuatu yang gue benci, tapi lama kelamaan gue jadi bisa ngehadepin semuanya. Mungkin, dia juga lagi ngajarin sesuatu ke gue lewat dia yang pergi ke Canada.

Ditengah chorus kedua lagu 'Aku Tenang'–nya Fourtwnty, pintu apartemen terbuka. Tadinya gue mau ngatain Hangyul karena sekarang baru jam setengah duabelas tapi udah pulang, tapi niat itu gue gagalkan ketika melihat Hyerin yang juga pulang sama Hangyul. Gue menautkan kedua alis gue dan menatap Hangyul dalam- dalam. Hangyul cuma menatap gue sebentar dan memberi kode gue buat masuk ke kamar dengan matanya. Hyerin sepertinya mabuk, dan Hangyul sekarang mengeluarkan sebotol Hennessy dari tasnya.

Ini gak baik.

Gue langsung mematikan speaker, mengabil kopi gue, dan masuk ke kamar sambil sedikit membanting pintu. Oke, gue sebenernya takut mereka ngapa- ngapain. Atas izin siapa Hangyul bisa bawa cewek ke apartemen? Gue berusaha menghilangkan pikiran negatif dengan ngelanjutin acara me time gue dengan maskeran. Persetan dengan Lee Hangyul, maskeran tetep jalan, lah.

Sudah hampir setengah jam, masker gue udah kering daritadi tapi gue gak berani keluar buat cuci muka karena suara haha–hihi nya Hangyul dan Hyerin masih kedengeran. Tapi kalo gak cuci muka, kulit gue 'ntar kering banget, dong? Jadi, daripada gue mengorbankan kulit gue jadi rusak, gue memutuskan buat cuci muka di wastafel dan sambil nguping mereka.

"Tuangin lagi, Gyul, Hennessy nya," ujar Hyerin yang gue yakin mabuk berat. Tadi aja gue sekilas lihat wajahnya yang sepenuhnya merah. Sekarang mereka ketawa- ketawa gak jelas, ya tipe orang mabuk, gimana sih?

Gue mengeringkan wajah sambil melirik ke arah meja makan, menyadari bahwa mereka berdua mau masuk ke kamar Hangyul.

Hangyul gila, ya?

Gue takut banget sih, kalau ada kejadian apa- apa. Apalagi kalau nantinya berhubungan sama polisi, terus gue jadi saksi.

AAA GUE GAMAU MASUK PENJARA.

Gue mencoba menelfon Minju, paling nggak minta saran gue harus apa. Tapi nihil, gak diangkat. Minju udah tidur.

Gue meremas tangan gue dan berusaha menemukan seseorang yang bisa gue mintain bantuan.

Yohan? Duh, belom terlalu deket.

Dohyun? Yakali anjir.

Keumdong? Ga guna.

Kak Wooseok? Mungkin...

Wooseok

kakk|

|oit

gabut ga kak?|
sorry ganggu malem2|

|gabut kok

minju udh tidur ka?|

|oh, iya udah

kak|

|apaan
|lo kenapa?

gue bingung bgt|
soal hangyul ka|

|dia ngapain?
|lo gapapa?

dia bawa hyerin ke apart|
gue takut kaak|
wkwk:(|

|mereka dimana?

di.. kamar|

|aduh
|lo jangan keluar dulu

iya kak|

|boleh telfon?

oh yaudah kak|

💫💫

JUJUR, gue deg degan banget karena Kak Wooseok mau telfon gue, dan ini sebenernya aneh, gak sih? Kan gue sama Kak Wooseok gak ada apa- apa...

Ditengah keadaan gue yang sedang menenangkan jantung, Kak Wooseok nelfon gue.

Oke, Chaerin. Jangan katakan hal bodoh.

"Halo Kak?"

"Chaerin, lo dimana?"

"Ya... di... apartment? Where am I supposed to be?" jawab gue dengan bodohnya. Duh, kebiasaan.

Di ujung telefon, Kak Wooseok menghela nafas.
"I know, dimananya?"

"OH SORRY. Gue di kamar, Kak. Gak berani keluar."

"Hm. Jangan keluar."

"Gak berminat juga Kak. Tapi gue takut banget. Gimana dong?"

"Mau gue kesana?"

"Iih, jangan lah Kak. Lo mau ngapain juga disini? Gabut yang ada." ujar gue, yang dibalas oleh hembusan nafas pelannya Kak Wooseok.

"—Bikinin green tea latte," katanya pelan.

Gue akui, gue bener- bener salting. Bayangin gitu Kak Wooseok dengan suaranya yang super soft ngomong gitu. Mau mati.

"Gue udah gosok gigi, mau bobo."

"Yaudah gue bikininnya besok pagi," lanjutnya dengan nada yang tenang. Gue meneguk saliva kasar.

"Kak serius g—"

brukk

Belum sempat gue melanjutkan kalimat, terdengar suara pintu di banting dari arah kamar Hangyul, diiringi dengan suara tangisan perempuan. Ada yang nggak beres.

"Kedengeran ya kak?" tanya gue ke Kak Wooseok.

"Iya. Janji sama gue, lo tidur. Gausah keluar. Besok pagi Minju kesana,"

"—bareng gue juga."

💫💫

besok uTS WOI MAU NANGIS

✔meeting lee hangyulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang