Bab 27

950 150 10
                                    

Hampir semuanya berubah. Gue ulangi, hanya hampir.

Hangyul sibuk dengan prokernya. Nggak masalah, karena gue emang sangat- sangat males ketemu dia.

Dibilang mehindar, yaa sedikit. Tapi kami juga jarang bertemu karena gue lagi sibuk- sibuknya diklat HIMA ditambah praktikum yang menumpuk. Gue sering putar arah kalau sudah lihat Hangyul dari kejauhan dan sengaja bilang ada kesibukan lain biar nggak pulang sama dia.

Alasannya?

Masih alasan tentang Sakura. Mereka sering bertemu dan iya gue cemburu. Bodohnya, Hangyul entah kenapa nggak sadar dan gue juga dengan bodohnya males banget cerita ke Hangyul. Gue mencoba menerima saran Minju, yaitu dengan gue ngomong ke Hangyul.

Tapi kapan?

Dia sibuk, gue sibuk.

Terakhir kali dianter Hangyul pulang itu minggu lalu. Ceritanya gue ada kumpul HIMA, tapi nggak cerita Hangyul yang juga ada rapat, ditambah gak dapet ojek online karena sudah hampir jam sembilan malam waktu itu. Alhasil, gue menyerah dan telpon Hangyul. Lalu dimarahin karena nggak ngabarin dia. Mana ada Sakura pula.

Ya, Hangyul mana tega biarin Sakura pulang malam sendiri? Lagipula apartemen kami berdekatan.

Coba kalo gak ada gue. Pulang berdua tuh, mereka.

Getaran dari benda persegi di tangan kanan gue berhasil mengalihkan sepenuhnya perhatian gue dari tumpukan kertas di meja.

Hangyul yang telpon. BUAT APA COBA? Maksud gue tuh ya, astaga, dia bisa jalan kesini langsung.

"Kenapa?" tanya gue malas. Tapi deg degan, dikit.

"Kesini."

"Ngapain?"

"Kesini aja."

"O...ke?"

"Nggak aku kunci dari dalam," katanya sambil mengakhiri perbincangan. Ya udah. Dengan langkah malas- malasan, gue langsung ke unitnya Hangyul dan langsung masuk dengan akses fingerprint.

"Hangyul?"

Pria itu ada di sofa. Ia berjalan mendekati gue dengan tampang sayunya. Gue melipat tangan di depan dada, "Ngapain? Aku masih ada tu—Hangyul?"

Hangyul meluk gue kenceeeeeeng banget. Gue balas pelukannya dia walau gue agak ragu dan, ya, sedikit takut.

"Capek."

Gue menatap lamat- lamat matanya. Astaga, kantung matanya benar- benar membesar dan hitam. Kulitnya menjadi pucat. Kenapa gue gak sadar? Apa karena gue menjauh?

Ia memaksakan senyumnya.

"Hehe, kangen."

"Kenapa gini?" tanya gue.

Ia hanya meringis. "Rapatnya intens banget sih beberapa hari ini. Sampai subuh."

"Siapa suruh jadi koordinator acara?"

"Cari pengalaman."

"Kalo kaya gini gimana?" tanya gue dengan pandangan yang melemah.

"Boleh masakin?"

"Mau apa?"

"Cream soup."

.

.

Hangyul kalau lagi capek tuh... Clingy banget. Beneran daritadi dia nempel ke gue mulu, walau sambil nugas sih. Terus ternyata tugas dia juga numpuk banget. Ya udah, sebagai tetangga yang baik, gue temenin aja sampai selesai.

✔meeting lee hangyulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang