34 • maybe

748 132 19
                                    

          Melebihi Taehyung, Mino adalah pihak yang paling tersiksa saat ini. Selain karena ialah yang paling dekat dengan Heera, ia memiliki ikatan batin sendiri dengan adik satu-satunya itu. Jadi ketika Heera sakit, ia sangat tahu dan juga pernah merasakan betapa sakitnya Heera. Karena itulah ia begitu menjaga Heera. Walaupun tindakan nyatanya tak begitu terlihat mata.

          Jujur, Mino merindukan senyuman tulus Heera beberapa hari yang lalu. Senyuman itu sangat nyaman dilihat dan terus terasa hangat di hatinya. Ia senang melihat senyum tulus itu.

          Tapi untuk saat ini sepertinya tidak mungkin. Heera butuh bantuannya. Gadis itu tak boleh sendirian saat ini. Lebih tepatnya, ia tidak boleh lengah sampai membiarkan Heera sendirian dan melakukan sesuatu yang diluar dugaan.

          "Minum sedikit saja."

          Mino duduk di tepi ranjang. Menyodorkan segelas air putih yang sejak tadi belum disentuh sama sekali oleh adiknya.

          Mino meringis melihat penampilan Heera. Gadis itu sudah tidak bergerak dari tempat tidurnya selama 2 hari. Makan hanya satu atau dua suap, minum juga hanya beberapa teguk. Bahkan Mino sudah melihat pipi Heera semakin menirus, mata sayu, dan rambut yang tak teratur itu.

          Hatinya jauh dari kata baik-baik saja melihat pemandangan ini.

          Heera menggelengkan kepalanya, menolak tawaran Mino untuk minum.

          "Satu teguk saja, bibirmu sudah kering." Heera tetap menggelengkan kepalanya. Ia justru mencengkeram selimutnya semakin kencang. Mino menyadarinya, jadi ia berhenti memaksa Heera, sebelum adiknya itu kembali memecahkan gelas seperti kemarin.

          Mino meletakkan gelas itu di atas meja nakas. Ia menghela nafas menatap adiknya yang begitu berantakan.

          "Mana senyummu? Aku ingin melihatnya." Pertanyaan bodoh memang. Heera hanya melirik sebentar ke arah Mino dengan tatapan tajam dan sinisnya. Setelah itu ia kembali memalingkan pandangan.

          Mino terkekeh kecil. "Padahal baru kemarin aku senang melihat tersenyum seperti itu." Satu helaan nafas kembali berhembus. "Aku kira kau sudah sembuh," lanjutnya.

          Mino yakin Heera bisa mendengarnya dengan jelas, walaupun ia berucap dengan suara yang kelewat pelan. Karena suasana di sekitar mereka sangat sunyi. Hanya terdengar suara jarum jam.

          Benar, Heera memang mendengarnya. Gadis itu memejamkan matanya setelah kalimat terakhir Mino selesai. "Aku pikir juga begitu," batinnya.

          Tanpa mengeluarkan suara sama sekali, Heera membaringkan tubuhnya. Mino membantu Heera membenarkan posisi selimutnya. Sebisa mungkin Mino tak membuat Heera merasa terganggu. Biasanya Heera akan sangat marah ketika ia merasa terganggu.

          Dua hari terakhir, emosi Heera semakin tak terbaca. Terkadang, Heera hanya akan diam ketika ia marah atau kesal. Tapi kemarin, Heera mengutarakan amarahnya dengan menghancurkan semua barang yang ia lihat. Seperti orang kerasukan. Mino sendiri takut melihatnya.

          Ia tersiksa dengan keadaan Heera yang kembali seperti dulu lagi.

          Beberapa menit lamanya, ia mulai mendengar suara hembusan nafas Heera yang teratur. Ia yakin Heera pasti sudah terlelap. Jadi perlahan-lahan, ia berjalan mendekati pintu kamar Heera. Ia harus menjaga ketenangan agar Heera tak terjaga.

          ting tong

          Tepat setelah ia menutup pintu, bel rumahnya berbunyi. Ia tahu siapa yang menekan tombolnya. Jadi segera saja, ia berlari menuruni anak tangga dan membukakan pintu untuk tamu itu.

TRAUMA | kth ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang