3. Hi, Burger!

1.2K 84 9
                                    

"MANTUL! KITA SEKELAS LAGI DONG!!" sorak Tinky mengapit leher Erik dan Jefri, memeluk keduanya, saking bahagianya dia.

"Ck, gue sekelas ama kalian juga kali." Fanny mendumel melihat mereka yang berpelukan macam teletubis.

"Ululu... Bebep Fanny minta di peluk juga toh. Cini, cini." Tinky meraih tubuh kurus itu, memeluknya juga.

Mereka berempat berpelukan sampai berputar-putar mengabaikan teman-teman sekolahnya yang mengernyit dan refleks menjauh. Tidak mau terkena mereka yang berputar. Hanya mereka bertiga sih yang semangat berpelukan, Jefri keliatannya suram, terseret paksa saja diantaranya. Mau bagaimana lagi Tinky sangat erat memeluknya.

"Kok bisa ya kita selama tiga tahun berturut-turut sekelas mulu?"

"Iya, ampe bosen gue liat muka kalian bertiga lagi," sinis Jefri merasa malu diliatin orang-orang kayak bocah saja. Tidak tahu tempat.

"Takdir namanya," kata Fanny tersenyum mengejek.

"Ck." Jefri melengos.

Erik langsung meloloskan dirinya lalu mengandeng tangan Tinky.

"Yok rebutan kursi gaesss!!!" teriaknya saat berlari mendahului bersama Tinky yang terseok karena kaget ditarik tiba-tiba.

Tinky menjulurkan lidahnya, mengolok Fanny. "Wleee. Siapa cepat dia dapat dong," ledeknya.

"Aaaa... Tunguin gue dong!" Fanny tak mau ketinggalan, ikutan berlari menyusul keduanya.

Mau tidak mau Jefri melangkah menyusul ketiganya yang sudah tidak terlihat dipandangannya menuju XII IPA 1, kelas mereka.

"Lah napa kalian di sini?" tanya Erik heran melihat kumpulan orang yang berada di depan kelas.

"Pintunya belum kebuka. Kuncinya lagi dicari sama Mang Antok," jawab gadis berkacamata.

"Lah kok bisa?" tanya Tinky tak habis pikir.

"Iya, tadi kata anak kelas lain ada anak OSIS yang pinjem kunci ke Mang Antok pagi-pagi buta sampe sekarang entah kuncinya dimana."

"Ya ampun lama banget. Gue kira kalian udah ngadem di kelas taunya terdampar di sini."

"Asyik nih rebutan kursinya rame," celetuk Erik menaik-turunkan alisnya pada Tinky dan juga Fanny yang baru sampai.

"Apaan!" seru keduanya kompak.

"Aduh maaf ya anak-anak gara-gara Mamang kalian jadi nggak bisa masuk." lelaki yang usianya kurang lebih empat puluh empat tahun meminta maaf sembari membuka pintu kelas.

"Akhirnya," seru semuanya lega.

Erik sudah siap siaga di belakang Mang Antok dengan kedua tangan yang direntangkan, menjaga agar yang lain tidak masuk lebih dulu sebelum dirinya.

Tinky mendorong pemuda itu sampai terbentur Mang Antok agar Erik terjatuh. Namun usahanya gagal. Tepat pintu di buka. Erik sudah masuk ke dalam kelas. Langsung semuanya menyerbu masuk.

Erik sudah menempatkan dirinya di kursi paling belakang di barisan paling ujung. Jauh dari jangkauan guru. Fanny memilih duduk di kursi nomor dua. Jefri yang baru datang duduk di depan Erik.

Tempat mereka menuntut ilmu ini termasuk sekolah elit yang berada di kota Palembang. Jadi, isi murid di setiap kelas hanya berjumlah dua puluh orang saja. Duduknya pun sendirian tidak ada teman semeja.

"Anjir kenapa jadi mencar gini dah." Erik memperhatikan letak posisi duduk teman-temannya yang jauh terkecuali Jefri.

Erik dan Jefri saling pandang kemudian melongo melihat Tinky. Erik langsung bangkit menghampirinya.

Amare (TAMAT) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang