29. Genggam Tanganku

1K 84 17
                                    

Malam harinya, Fanny tidak bisa tidur dengan tenang. Badannya bergerak tak karuan. Bantal yang digunakannnya ia tarik menutupi kedua telinga. Kakinya menendang-nendang di atas kasur.

"Aaaargh! Kenapa gue selalu berakhir bego sih di depan Burger? Kenapa Ya Allah? Kenapa?!" racaunya menggila seorang diri di kamar.

"Niatnya tuh mau bersikap mahalan dikit. Dengan dalih pake nama temen gitu. Jadi jatuhnya kan lempar kode  sembunyi perasaan. Nggak murahan terus. Nggak turun dong harga diri. Sialnya si kupret Fae malah mempermalukan dirinya lagi!"

Mana tadi saat pembelajaran rasanya Fanny ingin berlari saja ke kamar karena Jonathan sekali dua kali menyinggungnya. Malu banget.

"Bunbun, tolong tenggelamkan Fanny!"

"Fanny, diem! Udah malem jangan sompral!"

Tanpa disangka, Muna malah menjawab teriakan Fanny dari luar membuatnya langsung merapatkan bibir. Dan memejamkan mata. Bersiap terjun ke alam mimpi.

***

"Nyonya sultan dari kerajaan brunei baru bangun? Sana Nya makan dulu. Mbok cantik ini sudah siapin sarapan paginya loh. Ada roti bakar dan nasi goreng juga. Tinggal dimakan aja nggak perlu repot lagi. Monggo dicicipin," sindir Muna saat melihat Fanny yang mengeliat di ujung sofa baru turun dari lantai atas.

Fanny meringis, "hehe Bunbun. Jadi malu nih," cengengesnya.

"Tau neh Kak Pani. Bangunnya siang banget. Mentang libur juga. Jam 11 baru keluar dari goa."

"Kamu juga sama. Nggak usah sok ngomporin orang," delik Muna.

"Hehe, maaf Nda."

Kedua gadis ini sebenarnya sebelum adzan shubuh sudah bangun tetapi setelah melaksanakan kewajiban beribadah lanjut ke alam kapuk lagi. Sampai matahari sudah sampai ke atas baru bangun. Beda dengan Muna dan Bi Inem yang langsung mandi pagi setelahnya baru ke dapur.

"Yeu! Sama aja taunya!" Fanny menoyor kepala adiknya.

"Bunda mau ke dapur dulu. Mau ngajakin Bu Inem ngobrol aja."

"Ikuuut." Fae mengamit lengan Bundanya. Keduanya melenggang pergi dari hadapan Fanny.

Hari ini minggu. Suatu fakta yang membuat hati Fanny lega bukan kepalang. Selain senang terbebas dari yang namanya buku. Ia juga bernapas lega tidak akan bertemu Jonathan untuk satu hari saja. Walau besok bertemu kembali, tentunya. Karena besok sudah mulai masuk sekolah seperti biasa.

Rambutnya ia kuncir asalan. Sampai tinggi dia atas kepala. Beberapa anak rambut banyak berjatuhan disisinya. Memakai piyama panjang motif doraemon. Tampilannya jauh dari kesan rapi. Dan tentunya ia belum mandi pagi dong. Weekend merdeka!

Toples keripik kentang berada dipelukannya. Rebahan sembari menonton serial kartun dipagi hari. Ditemani cemilan adalah suatu kebahagian tersendiri baginya. Sebelum adik laknatnya mengacaukan semuanya dengan menepis kakinya yang berselonjoran di lantai dengan tangan.

"Tepian dikit dong! Gue mau nonton juga." Fae ikutan berbaring di sana membuat kaki Fanny menjadi menekuk begitupun dengannya.

"Lo kenapa nggak di dapur aja bareng Bunbun dan Bu Inem sih?"

"Nggak mao. Mereka lagi ngomongin kerajinan kak La Luna kan diriku yang pemalas ini jadi tersungging. Sindiran halusnya kerasa banget. Nusuk ke paru-paru."

"Lebay!"

Fanny melirik adiknya sebal. Tak mau kalah. Ia pun menjajarkan kedua kakinya lagi. Menindih kaki bahkan perut Fae. Dasarnya Fae keras kepala dan tak mau mengalah juga. Jadilah aksi saling tindih-menindih kaki yang mereka lakukan saat ini.

Amare (TAMAT) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang