5. Bully

1K 98 19
                                    

Fanny beserta rombongannya berjalan menuju kantin sekolah. Gadis berambut panjang itu memainkan ujung rambutnya sambil merangkul temannya yang asik dengan ponsel.

Beda dengan Jefri yang berusaha memasang wajah sok cool biar kelihatan ganteng katanya. Lain halnya dengan cowok sableng di sebelahnya yang tebar pesona pada adik kelas X. Matanya sudah jelalatan mencari yang bening-bening.

"Hai," sapa Erik menatap cewek bongsor yang rambutnya berwarna agak kekuningan. Sepertinya keturunan bule tuh anak.

Gadis cantik itu sedikit terperanjat dengan sapaan Erik yang ditujukan pada dirinya.  "Hai juga Kak," balasnya tersenyum.

"Manis banget dah senyumnya," celetuk Erik membuat gadis itu tersipu malu sambil memakan Es Krimnya.

Mata Erik langsung beralih ke cewek lain saat mendengar suara tawa merdunya tadi. "Eh, ada Jelita." lelaki itu sudah menjauhkan diri dari rombongannya ke gadis yang sedang mengantri membeli Siomay.

"Hai, Rik. Beli apa?" tanyanya.

"Biasa nongki di pojok noh. Lo tau lah kalau kita ke kantin beli apa pastinya," jawabnya sekenanya membuat Jelita tersenyum geli. Dia paham betul apa yang jadi jajan favorit mereka kalau sudah ke kantin.

"Lengket mulu ya kalian berempat dari kelas sepuluh. Eh, kelas dua belasnya sekelas lagi."

"Iya kena kutukan kali. Jadi kayak kembar siam selalu barengan."

Erik ini hamble anaknya. Mudah bergaul lagi. Jika sudah bersama dengannya jangan takut kehabisan bahan pembicaraan karena dia punya segudang kata dan kalimat dari bibirnya yang akan diucapkan.

"Makin Cantik aja nih Jenita Janet."

"Apasih lo nama gue Jelita tau. Bukan Jenita Janet."

"Abisnya mirip penyanyi dangdut."

Sedangkan ketiga temannya tak ambil pusing dengan kelakuan Erik. Mereka memanggil si mbak kantin yang umurnya masih muda.

"Ce biasa," kata Fanny berteriak melambaikan tangannya dengan tujuannya agar terlihat oleh wanita muda yang bermata sipit. Usut punya usut Mbak satu ini ada keturunan china gitu. Makanya dipanggil Cece. Namanya itu Kadang ditambahi dengan embel Cece sipit oleh si Erik. Nah, Mbak ini juga sudah menikah loh. Suaminya juga tidak kalah ganteng. Dia berjualan agar tidak bosan saja karena sering ditinggal pergi. Belum punya anak wong baru beberapa bulan kok nikahnya.

Fanny mengamati sesorang yang baru memasuki kantin seorang diri dengan telinga yang disumpal headset. Suasana kantin mendadak bising dan gaduh karena kemunculan sosok ini yang membuat kaum hawa gempar akan ketampanan dan kharismanya yang menguar.

Para cewek-cewek tenganga melihatnya. Syok mereka. Karena sebelumnya mereka tak pernah melihatnya. Siapa dia? Anak pindahan?

Ayo sini pindah juga ke hati ini cuy.

Jeritan tertahan dilakukan oleh ciwi-ciwi.

Bahkan diantara mereka ada yang tetiba kena asma. Pasokan oksigen berkurang saat melihat senyuman kecil dari cowok asing itu.

Lebay memang.

Dasar cewek.

Jonathan, lelaki itu bingung mau duduk di mana. Perihalnya semua tempat sudah penuh, kalau kursi ada sih yang kosong. Tapi dia tidak kenal siapa mereka. Masa main duduk saja.

Dia tersenyum kecil saat melihat seorang gadis yang tertawa bahagia bersama kedua teman lainnya. Dia melangkahkan kakinya mendekati meja itu.

"Hai, Jo." Jelita bangkit dari kursinya. Senyum manis segera ditampilkannya. Gadis itu mengkode satu temannya, duduk di sebelahnya untuk pindah ke kursi yang berhadapan dengannya. Memberikan ruang kosong untuk cowok itu yang akan mendudukinya.

Amare (TAMAT) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang