Siapapun akan berasumsi bahwa gadis yang tengah mengaduk-aduk minuman itu sedang murung. Tangan mungil itu juga terhitung sudah empat kali menyendokan cabai untuk dimasukkan ke dalam mangkok baksonya. Dua buah jeruk ikut menemani sebagai perasa yang menyegarkan.
Fanny gadis yang diperhatikan banyak orang secara diam-diam itu terlihat melipat kedua tangannya di meja kantin. Memandang tak minat pada makanan yang tersaji di depan mata. Perut yang tadinya cukup lapar mendadak kenyang.
Walau sudah beberapa jam berlalu tak membuat mereka cepat melupakan kejadian di lapangan dengan mudah. Dan mengaitkan hal ini pada kejadian saat itu.
Itulah hebatnya jika ungkapan kasih ditolak oleh seseorang. Mau melakukan apapun serasa tak ada semangatnya, pikir mereka mengenai Fanny.
Keempat orang terdekatnya entah sekarang ada di mana. Ia di tinggal sendirian di sini di tengah keramaian kantin yang saling berdesakan membeli makanan----berebut mencari tempat duduk.
Ajaibnya walau meja ini hanya di tempati ia sendirian. Namun, tak ada satu orang pun yang minat bergabung dengannya. Malahan lebih memilih dibungkus saja dan akan dimakan di luar kantin. Jika tidak kedapatan tempat duduk.
Karena jenuh, Fanny pun mengganti posisi kedua tangannya menjadi menopang wajah muramnya. Dengan bibir yang dimanyunkan. Masih menatap jenuh pada pesanannya.
Ia merutuki atas kehilangan Fae, Tinky, Jefri dan Erik yang tak ada di sampingnya. Membuatnya bosan setengah mati saja. Cenga-cengo tak karuan.
"SURPRISEEE!!!"
Mendengar gebrakan meja super kuat serta teriakan menggelegar bagaikan petir itu membuat tubuh Fanny hampir saja terpental dari kursi. Ia lagi melamun malah dikagetin. Sialan!
Spontan Fanny berdiri lalu berkacak pinggang menatap kelima remaja yang amat ngeselin ini. Kedua matanya menghunus menatap mereka satu persatu yang malah menyengir lebar. Seakan tak bersalah.
Dilihatnya Fae memegang kue, Jefri membawa kamera, Erik mengapit semacam kado diketiaknya karena tangannya tengah mengenggam semacam terompet kecil. Sedangkan ada beberapa balon di tangan Tinky dan satu topi di La Luna. Di masing-masing kepala mereka juga ada topi berbentuk tumpeng, segitiga.
La Luna memakaikan kepala Fanny dengan topi persis yang mereka pakai membuat Fanny hanya bisa melongo. Tak tanggung-tanggung gadis polos ini ikut serta-merta juga.
Semua pasang mata yang mengamati mereka menjadi paham. Beranggapan bahwa Fanny sedang berulang tahun. Makanya diginiin. Nah, mungkinkah tembakan di lapangan itu adalah sebuah prank untuk mengerjai Fanny seperti banyak yang dilakukan oleh manusia jaman sekarang. Mereka semua langsung mengerubungi Fanny ingin bersalaman. Gadis itu hanya diam saja tak banyak komentar.
"SELAMAT PATAH HATI!" setelah tak ada lagi yang bersalaman. Fae, Tinky, Jefri, Erik dan La Luna berteriak cukup keras.
Kemudian mereka dengan kompak menyanyikan lagu bernada "Selamat Ulang Tahun" bersama dengan lirik sedikit ada perubahan yang membuat Fanny dongkol.
"Selamat patah hati."
"Selamat patah, selamat patah, selamat pataaah hatiiiiiiiihhh!!!!" nyanyi Erik terakhir kali. Menutup acara menyanyi mereka.
"Ayo Kak, ditiup lilinnya."
Fae maju ke hadapan Fanny yang ternganga. Dia menyodorkan sebuah donat rasa Strawberry dengan bolongan tengahnya di beri lilin ukuran gede warna putih. Itu loh lilin yang suka dicari ketika lampu padam!
"Ayo dong Pani! Ditiup, ditiup, ditiuuup!!!" pekik Tinky antusias sembari mengangguk mantap.
APA-APAAN INI, HEI?!
KAMU SEDANG MEMBACA
Amare (TAMAT) ✔
Teen FictionFollow akun kepenulisan saya sebelum membaca. Spin-off dari "Bad Girl In Pesantren" Judul cerita sebelumnya adalah "Cewek Mercon" *** Stefanny Almeera adalah nama lengkapnya. Bersekolah di SMA Cendikia High School Palembang. Gadis cantik dengan mulu...