30. Kau Target Selanjutnya!

607 81 8
                                    

Fanny berjalan riang menuju kelasnya usai memoles maskara pada kedua matanya. Baginya kecantikan mata nomor satu. Tujuannya datang sepagi ini bukan untuk piket kelas melainkan ingin membuat PR dari Pak Lukman di sekolah. Sangat teladan sekali ya.

Ini bukan hari pertama masuk sekolah. Sudah terlewati sebelas hari.

"Male!"

"Woy Maleficent palsu!" teriak Erik.

Fanny merasakan pundaknya seperti dilempari batu dari belakang.

"Lo yang lempar?"

"Yoi! Datang pagi mau buat PR ya lo?"

"Iya dong!"

"Parah!"

"Kayak lo nggak aja."

"Iya atuh Mamas Erik mana bisa ngerjain tugas sendirian di rumah." Erik merangkul Fanny.

"Gue heran sama lo, Pea! Males iya. Tapi kok bisa otak lo pinter. Anaknya dukun ya lo?"

"Bazeeeng aja lo kalo ngemeng. Ponakan Albert Enstensien lah."

"Ngaku-ngaku lo. Dia tau lo napas di bumi aja nggak."

"Nggak percaya nggak masalah. Kantin kuy!" ajak Erik.

"Nggak."

"Kenapa?"

"Gue dah sarapan pagi di rumah."

"Makan apa lo?"

"Makan roti."

"Jeje sama Tintin mana?"

"Masih di rumah. Gue duluan."

"Adek lo?"

"Ya berangkat bareng mereka lah naek angkot."

"Lo sendiri?"

"Naek angkot tapi bukan angkot langganan kayak biasanya."

Erik sedikit mendorong tubuh Fanny setibanya di kursi gadis itu membuat Fanny melotot kaget. Hampir saja dirinya terjerembab. Pertama yang diceknya adalah laci meja. Pasti kosong. Jelaslah. Orang dia datangnya masih pagi buta. Satpam sekolah saja baru datang.  Namun, tangannya malah mendapatkan secarik kertas. Niatnya mau langsung dibuang karena pasti tidak penting. Semacam kertas coretan mungkin. Tak sengaja matanya malah meliriknya dan membaca tulisan besar itu.

"Apaansih ini?"

Seingatnya, saat terakhir sekolah kemarin. Semua telah dibersihkan. Tanpa terkecuali. Kenapa tiba-tiba ada benda ini? Soalnya kertas itu terlihat bersih, rapi, tulisannya pun seperti baru  ditulis. Fanny tak mau ambil pusing dilemparkannya kertas itu ke kotak sampah dekat pintu kelas. Dan lemparannya berhasil masuk dengan baik.

"Palingan juga bukan apa-apa." Fanny memilih untuk segera membuat PR dan mencari jawabannya di google ketimbang membaca di buku. Dasar siswi pintar dan rajin. Website Brainly jadi jalan ninjanya mengerjakan tugas. Praktis.

***

Tadinya tersenyum lebar. Begitu datangnya si jenglot. Senyuman itu pudar bagai pakaian murahan. Orang itu nempel mulu ke Jonathan kek noda.

"Jo, gue mau cerita, boleh? Fan, gabung bentar ya."

"Serah!" jawabnya tak mau peduli.

Niat hati tak ingin mendengarkan percakapan mereka. Apa boleh buat pendengarannya masih berfungsi dengan normal.

"Gue akhir-akhir ini ketakutan, Jo." Jelita merunduk, menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga dan memilin jemari di pangkuannya.

"Kenapa?"

Amare (TAMAT) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang