Siapa bilang kelas akhir ini adalah akhir dari segala pembelajaran. Justru otak malah semakin kriting. Belajar lebih banyak secara mandiri lagi. Berbekal ilmu di sekolah saja tidak cukup. Beruntung orangtua Fanny memberikannya kelas privat di rumah sebagai belajar tambahan. Di mana hal itu bukan membuatnya mati kebosanan malah bersemangat sebab pujaan hatilah yang menjadi gurunya. Beda dengan Jefri dan Tinky yang dimasukkan ke bimbel. Kalo Erik tidak, belajar secara mandiri. Otaknya ajaib sih. Tidak bisa ditebak. Bisa jadi orang-orang akan mengganggap cowok itu bodoh jika melihat kesehariannya tetapi siapa disangka ternyata dia memiliki otak yang genius di dalamnya.
Tidak terasa waktu berlalu dengan cepat. Minggu depan sudah memasuki waktu ujian bagi kelas XII. Membuat anak muda ini memutuskan untuk kongkow sebelum pikiran dan waktu mereka tersita untuk sekolah. Fanny dan lainnya kini berada di warteg terdekat.
Fanny mencomot bakwan jagung dan cabai rawit. Memakannya sampai habis. Si narsisme Jefri menebar senyuman bersama La Luna di ponselnya. Tinky, Erik dan Fae malah rebutan makan satu pempek telor yang tersisa di piring. Padahal di rumahnya sendiri Bunda sudah membuatkan banyak pempek bahkan rujak mie. Alasannya seru jika makan rebutan seperti itu. Ya, kalau masalah cek-cok dan baku hantam itu memang yang paling disukai adiknya. Biang kerok sih. Astaghfirullah, sudah jadi ughtea juga.
"Orang Palembang itu hebat-hebat ya," ucap Tinky.
"Betol, roket aja kita makan." Erik mengacungkan satu gorengan sejenis risol yang isinya kentang, wortel dan ayam suir dengan gandum sebagai kulitnya. Orang Palembang menyebutnya Roket bukan Risol.
"Jangan lupakan menu favorit gue. Kapal selam aja dimakan." Fae mengangkat satu pempek telor berukuran jumbo di piringnya. Pempek paling besar dari yang lainnya ini diberi nama Pempek Kapal Selam. Mantep slur.
"Gue pempek kulit aja deh." Tinky melahap makanan kecil, berbentuk pipih itu.
"Cocok sama lo, Nyai. Sama-sama itam," ejek Jefri.
"Bazeng kau! Gue seputih susu ya kulitnya."
Mendengar kata 'Susu' membuat telinga Fae berdenging seketika. "Plis jangan menyebut Susu diantara kita," dengkusnya membuat mereka mengernyit.
"Nggak jelas lo!"
"Tau nih Pae."
"Huuu!"
Fanny terkekeh mendengar sorakan yang tertuju untuk adiknya karena Fanny tau sejarah asmara Fae itu seperti apa. Jelas kata susu terdapat kenangan tersendiri bagi gadis berjiwa lelaki itu.
"Yash! Model juga kita lahap."
Fanny menarik semangkok makanan khas Palembang itu. Hampir sama dengan bakso hanya saja bahan utamanya terbuat dari ikan bukan daging sapi. Dengan telor satu atau tahu sebagai isi di dalamnya, berbentuk bulat. Model ini pun ada kembarannya yaitu tekwan. Kalo tekwan bentuknya kecil macam kelereng dengan jumlah banyak. Sedangkan model bulat besar. Namun kuah dan daging yang digunakan sama. Fanny Menuangkan tiga sendok cabe ke dalamnya. Tak lupa jeruk dimasukkan biar segar.
"Kanibal dong, haha."
"Kak! Lagi chattingan sama siapa?"
"Pacar."
"Ngaco lo, ah, Pan! Mana ada lo pacar," kata Erik.
"Ada dong!"
"Tobat Pan tobat. Mau ujian juga. Masih sibuk aja sesenangan."
"Suka-suka gue!"
"Parah lo."
"Ini hiburan menjelang ujian, haha."
"Dih, sok cakep banget lo."
"Ajaklah pacar lo dimari." Erik menaik-turunkan alisnya. Sontak saja Fae paham. Mengangguk setuju. "Ajak Kak ajak! Ide bagus tuh dari Kak Pea."
KAMU SEDANG MEMBACA
Amare (TAMAT) ✔
Teen FictionFollow akun kepenulisan saya sebelum membaca. Spin-off dari "Bad Girl In Pesantren" Judul cerita sebelumnya adalah "Cewek Mercon" *** Stefanny Almeera adalah nama lengkapnya. Bersekolah di SMA Cendikia High School Palembang. Gadis cantik dengan mulu...