18. Ayo, bersaing

620 66 6
                                    

Jonathan tersenyum tipis melihat kedatangan Jelita ke kelasnya. Ia berdiri dari tempatnya. Membiarkan kursinya ditempati oleh gadis cantik itu.

"Makasih ya." Jelita tersenyum manis. Lelaki itu menganggukan kepalanya.

"Ini gue bawain lo makanan Jo. Di makan nih." Jelita membuka bekal makanannya. Yang terdapat dua roti isi. Ia mengarahkan salah satunya ke mulut Jonathan.

"Jelita," gumamnya.

"Ya?"

"Lo nggak capek bawain gue bekal terus?"

"Nggaklah. Lo juga baru beberapa bulan pindah ke sekolah ini. Untuk selamanya pun gue nggak akan pernah bosan untuk melakukan ini semua."

"Lo terlalu berlebihan."

"Nggak papa Jo. Gue kan pacar lo."

"Lo aja yang makan."

"Kenapa? Lo nggak suka dengan menu kali ini?"

"Perhatikan saja dulu diri sendiri."

"Maksud lo, Jo?"

"Lo sering bekalin gue sedangkan lo sendiri selalu makan di kantin."

"Ah, itu."

Mendadak Jelita jadi terdiam sendiri. Benar juga apa kata Jonathan. Seharusnya dia membawa bekal untuk dirinya juga bukan hanya untuk lelaki itu saja. Pasti Jonathan merasa tak enak hati terhadapnya.

"Makanlah Jelita."

Jelita yang tadinya merunduk kini menatap lelaki itu. "Lo, gimana?"

"Gue belum lapar."

"Baiklah. Akan gue makan."

Jonathan berdeham sembari memperhatikan gerak-gerik Jelita yang mulai memakan roti buatannya sendiri dengan perlahan. Cara makannya terlihat anggun.

"Jo," panggilnya setelah satu roti berhasil masuk ke dalam perutnya.

"Ada apa?"

"Kemarin lo sibuk banget ya?"

"Ada tugas kelompok."

"Ponsel lo ditinggal di rumah?"

"Buatnya di rumah gue."

"Siapa aja anggotanya?" tanya Jelita khawatir. Matanya melirik kursi kosong di sebelahnya. "Nggak sekelompok dengan Fanny, kan?"

"Sekelompok."

Jelita merapatkan bibirnya kembali. Ia merunduk. Tangannya menutup kotak bekal miliknya.

"Ada apa, Jelita?" tanya Jonathan lembut saat melihat ekspresi murung terpancar dari gadis itu.

"Nggak papa," jawabnya tersenyum.

"Jangan bohong. Katakan saja."

"Hanya dua anggota saja perkelompoknya kah?" tanya Jelita kemudian.

"Banyak."

Gadis feminim itu menghembukan napas lega.

"Syukurlah."

"Jonathan!" panggil Jefri menepuk sekilas meja lelaki itu. "Lo dipanggil Pak Lukman. Disuruh ke ruang guru sekarang juga."

"Hm."

Jefri memandang tak suka padanya. Gitu amat responnya. Ia pun segera berlalu ke meja La Luna. Setelah melihat Jonathan keluar kelas usai bercakap ringan pada Jelita.

Jelita mengenggam erat ponsel Jonathan. Sepertinya lelaki itu lupa memasukkannya ke dalam saku celana. Baiklah, ia akan menyimpannya sementara waktu.

Amare (TAMAT) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang