9. Memulai Strategi

854 82 14
                                    

"Gue setuju," dukung Erik.

"Lo kenapa jadi sejalan dengan pikiran tak sehat Fanny sih!"

"Bibit PHO juga nih," tambah Jefri.

"Bukan." Erik meralat perkataann Jefri. "Bibit uang."

"Nggak jelas."

"Gue ganteng? Jelas itu."

"Serah!"

Mereka bertiga sedang duduk di teras rumah Fanny.

"Fan lo nggak ada niatan buat ngejamu kita gitu?" tanya Erik yang melihat Fanny keluar dengan tangan kosong.

"Emangnya lo mau apa?"

Ditanya mau apa membuat Erik sumringah. "Nggak muluk-muluk. Gue cuma mau minta beliin motor aja kok."

Fanny mengernyit, "lo kira gue buka give away gitu?"

"Kali aja."

"Sinting."

"Ya gue emang sinting Fan maka dari itu lo beliin gue motor. Biar gue waras."

"Apa hubungannya?"

"Karena kebanyakan goes sepeda kinerja otak gue jadi konslet kayak rantai sepeda. Butuh istirahat yang cukup. Kalo pake motor kan enak. Tinggal belok sana belok sini aja."

"Gue aja naik angkot masih mendingan lo naik sepeda!"

"Yaah gitu amat lo sama rakyat jelata macam gue."

"Bisa nggak sih lo nggak usah sebutin nama itu cewek? Muak gue dengernya. Jelita. Jelita," sewotnya menghempaskan diri ke kursi jati kesayangan Bundanya.

"Gue ngomongnya jelata! Bukan Jelita. Butuh Aqua neng?"

Tinky menyentil dahi Erik kuat hingga membuat lelaki itu meringis. "Diem kek! Pusing kepala gue dengerin congor lo berdua dari tadi siang nyerocos mulu!" teriak Tinky melerai keduanya.

"Fanny tuh."

"Gue disalahin. Lo tu yang salah. Gue cewek wajar dong bawel. Lah, lo?" Fanny menaikan sebelah alisnya.

"Gue cowok tulen."

"Baru tahu. Gue kira banci."

Erik melempari mulut Fanny dengan kacang di tangannya. "Mulut lo. Licin bener."

"Iya dong. Tiap hari disiram pake minyak."

"Nah, nanti gue lempari Korek Api biar meledak sekalian."

"Ish!"

"Kenapa mulut gue jahat? Emang."

"Erik!!" teriak Fanny emosi. Ia menjambak rambut lelaki itu dari belakang. "Ngeselin banget sih!"

Kepala Erik tertarik ke belakang dengan kuat. "Lo kenapa lagi sih?  Salah mulu perasaan gue. Ngatain lo salah. Ngatain diri sendiri juga salah. Mau lo apa sih nenek lampir?!"

"Apa mesti gue siram pake air dulu baru mereka diam?" tanya Jefri datar sembari meletakan kedua kakinya ke atas kursi.

"Perlu dicoba," sahut Tinky menyetujuinya.

"ERIIIK!" bentak Fanny.

"APA?!"

"Fanny, Erik jangan berisik!! Nanti kalo Bunda ke teras kalian Bunda tarik bibirnya!" ancam Bunda Muna dari dalam. Seketika itu dua makhluk bernyawa itu terdiam.

"Mampus!"

"Jadi, Fan. Lo seriusan sama omongan lo di kelas? Mau jadi orang ketiga dihubungan Jonathan dan Jelita?" tanya Tinky memastikan.

Amare (TAMAT) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang