"bagaimana, dokter?"
Laki-laki berjas putih di hadapan mereka tersenyum tipis. Walaupun begitu, laki-laki bermarga Kim itu tidak bisa ditipu. Dengan samar dia ikut tersenyum, tapi bukan senyum karena senang yang diperlihatkannya. Senyum itu lebih terlihat seperti... senyum keputus-asaan.
"lusa jangan lupa jadwal kemoterapimu, Seungmin" jawab laki-laki berjas putih itu.
Seungmin mengangguk, "aku nggak akan lupa kok"
"baguslah. Kalau begitu, selamat istirahat" laki-laki paruh baya itu melangkah keluar ruangan, menyisakan Seungmin bersama sang ibu dan ayah.
"aku mau tidur dulu ya, nanti kalau aku tidur terlalu lama, bangunin aja" Seungmin merebahkan tubuhnya di atas kasur lalu menarik selimut yang menutupi tubuhnya sampai menutupi kepala.
Tidak ada respons yang didengarnya, tapi dia tahu kedua orang tuanya masih disana bersamanya. Perlahan dia merasakan matanya memanas dan kepalanya berdenyut. Dia tidak suka itu, karena dia tahu cairan bening akan mulai turun dari matanya. Selalu seperti itu. Setiap selesai melakukan pemeriksaan, laki-laki Kim itu selalu berdiam diri di balik selimutnya.
"eomma, appa, apa aku boleh ngelewatin kemoterapiku kali ini?" tanya nya tanpa membuka selimut yang menutupi wajahnya.
"mana bisa" jawab sang ibu dengan lembut.
"aku nggak mau ketemu dokter-dokter itu lagi" rengeknya. Kali ini dia menyibak selimutnya.
"kenapa?"
Seungmin menghela napas gusar, "rasanya menyakitkan. Mereka terus ngomong kalau aku akan baik-baik aja. Tapi nyatanya, sampai sekarang aku nggak pernah baik-baik saja. Aku mau balik sekolah, tapi aku malah harus berhenti sekolah"
Sang ibu tersenyum tipis lalu duduk di tepi ranjang, "hey, bukannya sudah lama kamu mau beristirahat dari jadwal sekolahmu?"
"ya, tapi bukan begini yang aku mau"
Manik matanya dengan manik mata sang ibu saling bertemu. Mereka bertukar tatap selama beberapa saat. Sejujurnya Seungmin kurang nyaman dengan tatapan iba dari sang ibu.
"boleh aku keluar sebentar?" pintanya.
Sang ibu mengangguk, "biar eomma bantu"
Baru saja sang ibu berdiri dan berniat mengambil kursi roda di pojok ruangan, sang ayah sudah lebih dulu bertindak. Laki-laki paruh baya itu membantu anak sematawayangnya itu untuk duduk di kursi roda itu. Kemudian tanpa mengatakan apapun, dia membantu Seungmin mendorong kursi rodanya.
"jangan lama-lama, ya" titah sang ibu.
Kedua laki-laki itu menyusuri lorong tanpa bertukar percakapan. Keduanya hanyut dalam pikiran masing-masing, sibuk memikirkan topik apa yang harus dibicarakan. Ya, secanggung itu hubungan ayah dan anak Kim ini.
"appa, terimakasih udah bantu aku" lirih Seungmin pelan.
"appa nggak bantu kamu kok" balasnya.
"terus kenapa bantu aku dorong kursi rodanya?"
"cuma mau olahraga, lama-lama duduk di sini malah bikin pegal-pegal"
Seungmin tersenyum, "dasar tsundere"
"apa itu? Apa kamu baru aja mengatai ayahmu sebagai salah satu karakter di animasi Naruto?!"
Tawa Seungmin lantas pecah, "nggak, appa!"
"hey, gimana kalau selesai kemoterapi besok kita pesan ayam goreng?"
Tawa laki-laki Kim itu mulai mereda, "aku nggak mempan dipancing sama ayam goreng, appa"
"terus? Kamu mau makan apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
To My Youth [✔]
FanfictionMy youth is not as beautiful as how I imagined it will be.